Jakarta― Pemerintah belum akan menonkatifkan Bupati Kepulauan Riau Huzrin Hood meski sejak Sabtu (31/5) lalu dia resmi menjadi tahanan Kejaksaan Tinggi Riau. Untuk melancarkan tugas sehari-hari Huzrin, sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 22/1999 tentang Pemerintah Daerah, akan ditangani wakil bupati setempat.
“Namanya bukan pelimpahan wewenang. Pengambilalihan tugas itu memang sesuai ketentuan yang berlaku,” kata Direktur Jendeal Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri Oentarto S.M. kepada Tempo News Room, Senin (2/6).
Penahanan Huzrin, kata Oentarto, merupakan proses hukum yang harus dibiarkan berjalan sesuai prosesnya. Proses itu sama halnya saat yang bersangkutan dipanggil pihak kepolisan dan kejaksaan untuk diperiksa. “Bagi kami semua itu proses hukum yang harus dituntaskan sebagai subyek hukum di dalam mempertanggungjawabkan segala perbuatannya,” Oentarto menjelaskan.
Sejauh ini, menurut Oentarto, Departemen Dalam Negeri belum mendapatkan penjelasan resmi terkait penahanan tersangka kasus korupsi Rp 87,2 miliar itu. Oentarto mengaku tidak terlalu ambil pusing apakah akan ada pemberitahuan resmi atau tidak mengenai penahanan itu. “Yang jelas kita sudah memberikan izin untuk diperiksa.”
Bupati Kepulauan Riau Huzrin Hood ditangkap jajaran Kejaksaan Tingi Riau dan Polda Riau di Jakarta, Jumat (30/5). Tersangka kasus korupsi Rp 87,2 miliar itu sejak Sabtu (31/5) menghuni Lembaga Pemasyarakatan Pekanbaru sebagai tahanan Kejaksaan Tinggi Riau.
Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Mochammad Huzaini mengatakan, pihaknya merasa tidak perlu lagi melakukan pemeriksaan Huzrin. Selain menganggap pemeriksaannya sudah selesai, berkas perkaranya sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Tanjung Pinang dan ditangani langsung Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Tanjungpinang, Bambang Riyanto.
Dalam berkas perkara, kejaksaan meyakini Huzrin terlibat dalam kasus penggelapan dana APBD Kepulauan Riau 2001 dan 2002. Dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jakarta pada Juni 2002, ditemukan adanya penyelewengan dana APBD Kepulauan Riau sebesar Rp 87,2 miliar.
Berdasarkan temuan itu, Kejaksaan Tinggi Riau memeriksa enam pejabat kabupaten itu hingga menetapkan Bupati Huzrin Hood menjadi tersangka. "Tuduhannya bukan sebesar temuan BPK itu. Yang menyangkut Huzrin Hood hanya Rp 3,9 miliar," kata Huzaini. Atas dasar itu, ia mengatakan tidak tertutup kemungkinan bakal ada tersangka lain.
Kejaksaan Riau mengaku kesulitan dalam melakukan penyidikan atas kasus korupsi itu. Huzrin dianggap tidak kooperatif, karena dari sejumlah pemanggilan ia hanya sekali datang ke Kejaksaan Tinggi Riau.
Kasus itu awalnya disebut-sebut bernuansa politik, khususnya menyangkut pembentukan Provinsi Kepulauan Riau. Konon sejumlah dana yang diselewengkan itu dipergunakan untuk membiayai perjuangan pembentukan Provinsi Kepulauan Riau. (Ecep S. Yasa)
Sumber : Tempo Interaktif 02 Juni 2003