Manado - Sejumlah tokoh dan lembaga swadaya masyarakat Gorontalo menyatakan kecewa atas penerbitan Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan (SP3) dalam kasus korupsi Rp 5,4 miliar yang diduga melibatkan seluruh anggota DPRD Gorontalo. Oleh karena itu, hari Selasa lalu mereka mempertanyakan hal itu ke Kejaksaan Agung di Jakarta. Adapun hari Kamis ini, masalah itu akan disampaikan ke anggota Komisi II Fraksi PDI-P DPR.
Menurut Ketua Koalisi Masyarakat untuk Pemberantasan KKN dan Suap di Gorontalo, dr M Nasser, tidak ada alasan Kejaksaan Tinggi Gorontalo mengeluarkan SP3 dalam kasus tersebut.
Nasser menambahkan, pembagian uang tersebut tidak berdasarkan pada peraturan daerah, melainkan dengan surat keputusan bersama Gubernur dan Ketua DPRD Gorontalo.
Kepala Kejaksaan Tinggi Provinsi Gorontalo Soehardjono SH mengatakan bahwa penerbitan SP3 karena tidak terdapat cukup bukti untuk melanjutkan penyidikan kasus tersebut. "SP3 dimaksud sudah saya terima dari Kejaksaan Agung di Jakarta," kata Soehardjono di Manado, pekan lalu.
Ia menjelaskan, dugaan korupsi mencuat ke permukaan ketika masyarakat dan LSM di Gorontalo dan Jakarta mempersoalkan proyek bagi- bagi uang sisa dana alokasi umum Provinsi Gorontalo tahun 2001. Masing- masing anggota menerima Rp 120 juta.
Setelah diributkan masyarakat, seluruh anggota DPRD bersedia mengembalikan utuh dana tersebut. "Maka kami melakukan pengkajian dan tiba pada kesimpulan dugaan unsur korupsi tidak cukup kuat. Atas dasar itu pula diusulkan ke Kejaksaan Agung untuk diterbitkan SP3," ujar Soehardjono. Namun, Nasser berharap Kejaksaan Agung menurunkan tim untuk meninjau ulang SP3 tersebut. (fr/dth)
Sumber: Kompas, Kamis, 03 Juli 2003