Palangkaraya, Kompas - Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) Asmawi Agani menugaskan Kepala Badan Pemeriksa Daerah untuk mengusut dugaan penyimpangan pengadaan mobil di delapan kabupaten baru hasil pemekaran. Pengadaan mobil dilakukan tanpa prosedur lelang serta dinilai melakukan pemborosan anggaran.
Setiap kabupaten baru itu memperoleh alokasi dana sebesar Rp 5 miliar dari kabupaten induk dan Rp 850 juta dari pemerintah provinsi (pemprov). Seharusnya dana itu untuk pengadaan infrastruktur perkantoran dan fasilitas pemerintah lainnya. Semua daerah berlomba-lomba membeli mobil, padahal fasilitas jalan yang akan dilewati belum ada.
Hal itu diungkapkan Kepala Biro Humas Pemprov Kalteng Harun Al Rasyid menjawab wartawan, Kamis (10/4), di ruang kerjanya. Belakangan ini protes masyarakat terhadap pengadaan mobil terus mengalir. Reaksi keras masyarakat itu langsung ditanggapi gubernur dengan menurunkan tim pemeriksa provinsi.
"Kami masih menunggu hasil tim pemeriksa ke daerah. Hasil tim itu akan disampaikan ke gubernur, dan jika terbukti terjadi tindak pidana korupsi, masalah itu diproses secara hukum. Begitu ada hasil pemeriksa akan kami sampaikan kepada masyarakat luas," ujar Harun.
Delapan kabupaten pemekaran itu terdiri dari, Kabupaten Katingan, Seruyan, Sukaramara, Lamandau, Gunung Mas, Pulang Pisau, Barito Timur, dan Murung Raya. Di Seruyan, pejabat bupati setempat secara mendadak membeli mobil Nissan jenis Terrano Grandroad tanpa melalui proses tender.
Di Gunung Mas, pejabat setempat membeli mobil jenis sedan Toyota Corona dan Soluna, padahal di daerah itu hanya ada ruas jalan darat sepanjang tiga kilometer.
Di Murung Raya, karena tidak ada jalan darat semua mobil dinas yang dibeli dititipkan di Muara Teweh, ibu kota Kabupaten Barito Utara.
Pemantauan dan keterangan yang dihimpun Kompas di Muara Teweh, sejumlah mobil Nissan Terrano Grandroad diparkir di Muara Teweh. Kendaraan dinas itu disimpan di Muara Teweh akibat ruas jalan yang ada di Puruk Cahu, ibu kota Kabupaten Murung Raya, masih belum memadai.
Awan (46), tokoh warga Murung Raya di Muara Teweh, menyatakan, pengadaan mobil mewah itu sebagai alat politik. Artinya, pejabat bupati berlomba membeli mobil semi mewah kepada pejabat, terutama pimpinan dan anggota DPRD setempat agar dipilih menjadi bupati definitif.
"Ternyata pemekaran kabupaten yang semula bertujuan untuk kemakmuran rakyat, berubah menjadi kemakmuran pejabat. Pejabat di daerah pemekaran baru, misalnya di Murung Raya, sama sekali tidak punya nurani terhadap penderitaan rakyat," ujar Awan. (AJI)
Sumber : http://www.kompas.com