Oleh: J Kristiadi
PELAJARAN sangat penting dan mahal yang dapat dipetik dari “huru-hara” Bank Century adalah kecurigaan masyarakat terhadap penyalahgunaan dana penyelamatan sebesar Rp 6,7 triliun untuk kepentingan politik.
Beberapa parpol bahkan menduga-duga sebagian dana mengarah ke Partai Demokrat dan Tim Sukses SBY-Boediono. Prasangka rakyat tersebut absah karena selama ini keuangan dan dana kampanye parpol dikelola secara tertutup. Rakyat buta sama sekali dari mana asal-usul uang yang dimiliki oleh parpol atau tokoh-tokohnya. Rakyat hanya menyaksikan bahwa setiap pertarungan memperebutkan kekuasaan, mulai dari pemilu legislatif di tingkat pusat sampai daerah, juga pemilu presiden, dana mereka tidak terbatas.
Kasus Bank Century merupakan dampak sistemik dari politik uang yang melekat hampir dalam proses politik. Rakyat tidak dapat habis pikir dari mana mereka mendapatkan uang. Sebab, dengan mengandalkan gaji, mustahil pengeluaran yang sangat besar tersebut dapat ditutup.
Bahkan, untuk mengembalikan modalnya, sejumlah kepala daerah tidak segan-segan melakukan jual beli jabatan pemerintahan daerah (dinas-dinas) yang harganya ratusan juta rupiah.
Oleh karena itu, tidak mengherankan kasus Bank Century, yang sebenarnya hanya penyelamatan sebuah bank akibat krisis global, menjadi isu politik yang mengakibatkan agenda lain yang lebih penting terdesak.
Kasus ini semakin menjadi perhatian publik karena sudah diawali dengan upaya kriminalisasi KPK yang dicurigai tidak berdiri sendiri, tetapi ada kekuatan besar yang ikut mendorong. Namun, berkat perlawanan keras dari masyarakat dan transparansi Mahkamah Konstitusi, upaya pelemahan KPK itu dapat dicegah. Melalui kasus ini pula masyarakat semakin sadar bahwa Bank Century mempunyai cacat bawaan yang pantas dicurigai dan diwaspadai.
“Deal” Politik
Dalam perkembangannya, kasus Bank Century semakin mengarah kepada Partai Demokrat. Namun, tuduhan itu segera dibantah Priyo Budi Santoso, yang menegaskan kasus ini tidak akan menyenggol Presiden. Jika sampai ada yang menyeret-nyeret Presiden dalam kasus ini, partainya akan mengambil posisi yang memberikan pembelaan.
“Kalau yang lain (selain Presiden), kami minta dituntaskan setuntas-tuntasnya. Siapa pun.” (Republika, 26 Desember 2009)
Pernyataan tersebut justru memberikan kesan telah terjadi deal politik bahwa SBY harus diselamatkan, sementara Boediono dan Sri Mulyani Indrawati dikorbankan. Pembelaan itu justru dapat memerosotkan kredibilitas pemerintahan SBY dan integritas pribadinya.
Hilangnya Boediono dan Sri Mulyani dalam pemerintahan SBY dapat memengaruhi kepercayaan pasar dan mungkin investor, sementara sebagian besar warga masyarakat sulit percaya kedua tokoh tersebut berani memutuskan kebijakan yang sangat penting tanpa melaporkan terlebih dahulu kepada presiden.
Partai Demokrat dan SBY sangat defensif menghadapi kasus Bank Century. Namun, terlihat juga tiadanya kepemimpinan yang jelas. Pernyataan yang saling bertolak belakang di antara pembantu-pembantu dekatnya membuktikan hal itu.
Sebenarnya, SBY dapat melakukan ofensif politik. Caranya, ia harus menegaskan kepemimpinannya, menggalang koalisinya, serta mempergunakan daya persuasinya untuk menawarkan gagasan menghapuskan politik uang. Agendanya adalah melakukan reformasi partai politik.
SBY harus meyakinkan publik bahwa isu ini sangat penting dan mendesak. Reformasi harus mengarah kepada beberapa hal sebagai berikut. Pertama, partai politik mesti menjadi wahana dan sarana perjuangan para elite politik untuk membangun bangsa dan negara yang makmur, aman, damai, dan sejahtera.
Kedua, parpol harus menjadi institusi penopang demokrasi, bukan lembaga pengumpul dan berdagang suara rakyat. Oleh sebab itu, harus disusun regulasi yang jelas, prinsipnya keuangan parpol dan dana kampanye harus dapat dikontrol publik.
Regulasi harus disertai sanksi yang tegas terhadap partai atau tokoh mana pun yang melanggar ketentuan tersebut. Moralitas konsensus nasional adalah kenyataan bahwa politik uang dilakukan hampir masif, sistematis, dan berkelanjutan, meskipun sulit dibuktikan. Oleh sebab itu, demi kepentingan bangsa, ke depan mungkin perlu dilakukan semacam “pemutihan” terhadap para pelaku politik uang yang lalu.
Menyusun regulasi semacam itu tidaklah mudah karena anggota DPR yang terdiri dari kader partai harus mampu mengesampingkan kepentingan pragmatis dan mengutamakan kepentingan rakyat. Transaksi politik adalah godaan yang luar biasa besarnya bagi para regulator untuk mengatasinya.
Oleh karena itu, peran masyarakat sangat penting. Perlu diingat pula, kekuatan masyarakatlah yang dapat mendorong agenda reformasi sebelumnya. Momentum ini harus dimanfaatkan karena penyempurnaan regulasi politik sebaiknya harus tuntas diselesaikan sebelum tahun 2012 agar Pemilu 2014 lebih berkualitas.
Setelah regulasi ditetapkan, tindakan yang sangat tegas harus diberlakukan kepada siapa pun tanpa pandang bulu.
J Kristiadi, CSIS Jakarta
Sumber : Kompas, Selasa, 29 Desember 2009