Tabanan, Bali - Panitia di Badan Khusus PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan serta Kebudayaan (UNESCO) masih mendiskusikan dan mengevaluasi beberapa hal terkait rekomendasi sistem irigasi pertanian tradisional Bali atau subak sebagai warisan budaya dunia.
“Landskap budaya Bali belum diakui sebagai warisan budaya dunia karena komite (panitia) pada 28 hingga 30 Juni akan mendiskusikannya untuk dievaluasi bersama dengan 36 nominasi lainnya,” kata Kepala Unit Budaya Kantor UNESCO Jakarta, Masanori Nagaoka, di Tabanan, kemarin.
Dia mengatakan bahwa sidang komite UNESCO dimulai pada 24 Juni hingga 6 Juli 2012 di St Petersburg, Rusia. Meskipun demikian peluang subak yang mencakup 19.519 hektare zona utama dan lima zona penyangga seluas 1.450 hektar cukup besar untuk bisa dicantumkan sebagai warisan budaya dunia karena menggambarkan ciri khas dari sistem sosial.
Sistem subak seperti lanskap budaya Bali di Jatiluwih, Kabupaten Tabanan, terkait dengan filosofi luhur “Tri Hita Karana” atau tiga unsur kebaikan yang memiliki satu kesatuan hubungan harmonis manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam. Sedangkan lima zona penyangga selain subak, di antaranya Danau Batur dan Pura Ulun Danu Batur di Kabupaten Bangli, Daerah Aliran Sungai Pakerisan di Kabupaten Gianyar, Catur Angga Batukaru di Kabupaten Tabanan, dan Pura Taman Ayun di Kabupaten Badung. Dengan pencantuman sebagai warisan budaya dunia, lanjut Nagaoka, UNESCO nantinya tidak akan memberikan bantuan dalam bentuk apapun termasuk keuangan.
Koordinator Tim Ahli Penyusun Proposal Warisan Dunia Bali, I Wayan Alit Artawiguna, mengatakan, subak sudah diajukan menjadi warisan dunia ke UNESCO sejak 2007, namun beberapa kali proposal ditolak karena dianggap belum lengkap.
Sumber: http://travel.okezone.com