Mengarifi Kasus Bank Century

Oleh: Salahuddin Wahid

MASALAH yang paling menarik perhatian kita beberapa bulan terakhir ini adalah kasus Bank Century. Praktis tidak ada kegiatan lain yang menarik perhatian masyarakat, selain masalah tersebut.

Berita National Summit dan juga Program 100 hari Kabinet Indonesia II tenggelam oleh berita kasus Bank Century. Untuk memenuhi rasa ingin tahu masyarakat, rapat terbuka Pansus Kasus Bank Century di gedung DPR disiarkan langsung oleh TV swasta.

Ternyata, perhatian masyarakat yang begitu besar terhadap kasus itu tidak hanya terjadi di Jakarta. Saat saya bertanya kepada redaktur dua koran terkemuka di Makassar apa isu lokal terkemuka, mereka mengatakan bahwa kasus Bank Century mengalahkan isu lokal.

Demo mahasiswa terkait kasus Bank Century terjadi di banyak kota.Keributan saat demo 9 Desember 2009 di Makassar tidak bisa dilepaskan dari ketidakpuasan masyarakat, terutama mahasiswa dan pemuda, terhadap kebijakan Boediono dan Sri Mulyani dalam penyelesaian masalah Bank Century. Pembakaran terhadap foto kedua tokoh itu dimulai di Makassar.

Sebenarnya, bagaimana kita harus menyikapi kasus Bank Century itu? Menurut saya, kita perlu memilah masalah sehingga bisa melihat kasus tersebut lebih jernih dan tidak terjebak pada sikap apriori yang bisa menyebabkan kita kehilangan arah.

Ada beberapa aspek yang bisa kita tengarai berkaitan dengan kasus Bank Century, yang harus kita pilah-pilah. Pertama, masalah kebijakan pemberian dana talangan. Kedua, adakah pelanggaran hukum dalam penerapan kebijakan itu? Ketiga, adakah dana talangan yang akhirnya masuk ke rekening milik pihak yang terkait parpol atau orang sekeliling Presiden SBY?

Keempat, apa yang harus dilakukan terhadap para pejabat BI yang tidak hati-hati dan tidak tidak profesional dalam menangani merger beberapa bank bermasalah menjadi Bank Century?

Sejumlah profesional dan ahli ekonomi, seperti Faisal Basri, Christianto Wibisono, dan Erry Ryana, berunjuk rasa mendukung kebijakan KSSK memberikan dana talangan Rp 6,7 triliun. Menurut mereka, kebijakan itu telah menyelamatkan kita dari krisis keuangan yang mungkin terjadi (dampak sistemik) dan masalah dana talangan itu tidak perlu dipermasalahkan lagi. Kalau kita masih berkutat pada kasus Bank Century, kita akan tertinggal dan tidak bisa memanfaatkan momentum pemulihan ekonomi global.

Sebaliknya, terdapat sejumlah ahli ekonomi dan perbankan yang tidak sependapat dengan pendapat di atas. Menurut mereka, tidak akan terjadi dampak sistemik karena Bank Century adalah bank kecil. Mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah mendukung pendapat itu.

Menurut saya, kalaupun kebijakan itu salah, pada prinsipnya hal itu tidak bisa dikriminalisasi. Tetapi, perlu diselidiki apakah ada bagian dari kebijakan yang mungkin bisa dikriminalkan. Analogi terhadap Burhanuddin Abdullah yang dijatuhi hukuman pidana, perlu dikaji dengan cermat. Sanksi terhadap Menkeu akibat kesalahan kebijakan itu hanya bisa diberikan oleh presiden. Kalau menurut presiden kebijakan itu tidak salah, tentu presiden tidak perlu memberikan sanksi kepada Menkeu.

BPK menyatakan bahwa pencairan dana talangan setelah 18 Desember 2008 melanggar hukum karena perppu yang berkaitan ditolak DPR. Tetapi ada pihak, termasuk KSSK, yang berpendapat bahwa tindakan itu tidak melanggar hukum. Sebaiknya masalah ini diajukan ke pengadilan untuk diperoleh kejelasan status hukumnya, tidak diselesaikan secara politik. Ke pengadilan mana diajukannya? Kita berharap para ahli hukum bersedia memberikan pendapat.

Masalah yang paling menarik perhatian masyarakat ialah adakah dana yang masuk ke rekening pihak sekeliling presiden? Ada yang yakin ada dana semacam itu, yang akan membuktikan ketidakbersihan pemerintah dalam kasus Bank Century. Ada yang yakin dan berharap semoga tidak ada dana semacam itu, yang akan sangat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap presiden, walaupun presiden tidak langsung terlibat.

Karena ditunggu-tunggu dan sangat peka di mata masyarakat, upaya menelusuri ke rekening mana dana talangan itu mengalir harus dilakukan dengan cermat dan transparan. Sampai ke lapis berapa penelusuran dan pengungkapan aliran dana tersebut dilakukan, kita serahkan kepada pansus untuk menentukannya.

Ada masalah lain yang perlu juga diungkap dan dibongkar, yaitu tidak profesionalnya kerja Bank Indonesia dalam masalah merger tiga bank menjadi Bank Century dan pengawasan terhadap bank bermasalah. Kalau ada pejabat BI yang patut diduga telah melanggar hukum dalam kaitan itu, harus diselesaikan secara hukum.

Boediono selaku gubernur BI saat itu mungkin tidak perlu bertanggung jawab terhadap kinerja anak buahnya. Tetapi, tidak bisa dibantah bahwa kepercayaan masyarakat kepada Boediono amat berkurang. Itu jelas tidak menguntungkan pemerintah. UUD dan UU tidak memberikan wewenang kepada presiden untuk memberhentikan Wapres Boediono.

Masyarakat, termasuk pers, perlu mengawasi langkah Pansus Kasus Bank Century, supaya tidak terjadi permainan atau kompromi politik. Hilangkan sikap apriori, ungkapkan kebenaran, jangan tutupi kesalahan yang ada. Manfaatkan pansus ini untuk memperbaiki kinerja BI dan mewujudkan kontrol yang baik dari DPR terhadap pemerintah dan BI. (*)

KH Salahuddin Wahid, pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng Jombang

Sumber : Jawa Pos, Sabtu, 26 Desember 2009
-

Arsip Blog

Recent Posts