Medan, Sumut - Konsul Jenderal Malaysia di Medan, Norlin Binti Othman, mengatakan permasalahan yang muncul soal pengakuan tari Tor Tor dan Gondang Sambilan terjadi akibat kesalahpahaman dalam mengartikan kata "diperakui atau memperakui".
"Diperakui atau memperakui di Malaysia dimaksudkan diangkat atau disahkan atau disetujui, bukan diklaim seperti yang diartikan di Indonesia. Masalah pengartian kata atau kalimat memang tampaknya sering menimbulkan masalah, tetapi dengan penegasan seperti ini, saya harap tidak ada masalah lagi," katanya di Medan, Rabu.
Dia mengatakan hal itu ketika bertemu dengan anggota DPD dari Sumatera Utara, Parlindungan Purba, yang datang ke Konsulat Malaysia untuk memperjelas permasalahan kasus Tor Tor dan Gondang Sambilan.
Norlin mengatakan, setelah tercatat sebagai bagian budaya di Malaysia maka Tor Tor dan Gondang Sambilan, sebagai warisan budaya Indonesia yang berasal dari Suku Mandailing, bisa lebih berkembang karena mendapat pembinaan.
"Terus terang, budaya Indonesia banyak disukai. Saya misalnya suka Tor Tor dan Gondang Sambilan, tetapi saya memang belum pernah melihat dipertunjukkan di Malaysia," kata Norlin yang sudah 2,5 tahun menjabat Konjen di Medan.
Menurut dia, berdasarkan data ada sekitar 500.000 orang suku Mandailing yang tinggal dan bahkan sudah menjadi warga negara Malaysia sejak puluhan tahun lalu.
"Mungkin karena mereka mau budaya mereka dilestarikan dan bahkan diperkenalkan lebih luas, mereka mengajukan ke pemerintah Malaysia untuk catatkan seperti yang dilakukan suku lainnya," katanya.
"Tapi sekali lagi saya tegaskan, pemerintah Malaysia tidak atau bukan mengklaim Tor-Tor dan Gondang Sambilan milik Malaysia," katanya.
Sumber: http://www.antaranews.com