Oleh Tim Wacana Nusantara
Ular naga dalam arsitektur banguanan kuno umumnya dijadikan pola hias bentuk makara, yaitu pipi tangga di kanan dan kiri tangga naik ke bangunan candi yang dibentuk sebagai badan dan kepala naga: mulut naga digambarkan terbuka lebar dan lidahnya menjulur keluar dalam wujud untaian manik-manik atau mutiara. Sering pula wujud naga dipahat di bawah cerat yoni karena yoni selalu dipahat menonjol keluar dari bingkai bujur sangar sehingga perlu penyangga di bawahnya. Dari tiga peran naga yang dicontohkan di atas fungsi naga pada bangunan candi atau pada yoni tampaknya erat kaitannya dengan tugas penjagaan atau perlindungan.
Menurut tradisi, ular naga termasuk hewan suci yang dipuja-puja oleh kelompok masyarakat Dravidia (1.500-600 SM) di India. Dalam pemujaan kepada kekuatan atau unsur alam dan hewan-hewan kekuatan air atau jiwa air diwujudkan dalam bentuk ulat, tetapi kemudian diwujudkan dalam bentuk badan manusia dengan kepala ular kobra (lihat Benjamin Rowland: The Art and Architecture of India, 1970: 49). Karena kepercayaan ini maka pada awal kebangkitannya kesenian yang bercorak Buddhis semua bangunannya dihias dengan naga dan juga yaksha yaitu raksasa sebagai penjaga candi. Bangunan candi yang dihias dengan banyak naga ialah Candi Sanchi yang dibangun oleh Dinasti Maurya (322-185 SM) dan Candi Amarawati (lihat James Ferguson: Tree and Serpent Worship in India. Delhi, 1868: 68 foto no. 4; 187 plate LXVIII – LXX.LXXVI – LXXVII.XCI – XCII).
Kepustakaan
Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1995. Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara VI. Jakarta: Departeman Pendidikan dan Kebudayaan.
Sumber Tulisan:
http://www.wacananusantara.org/2/94/arsitektur-raja-naga
Ular naga dalam arsitektur banguanan kuno umumnya dijadikan pola hias bentuk makara, yaitu pipi tangga di kanan dan kiri tangga naik ke bangunan candi yang dibentuk sebagai badan dan kepala naga: mulut naga digambarkan terbuka lebar dan lidahnya menjulur keluar dalam wujud untaian manik-manik atau mutiara. Sering pula wujud naga dipahat di bawah cerat yoni karena yoni selalu dipahat menonjol keluar dari bingkai bujur sangar sehingga perlu penyangga di bawahnya. Dari tiga peran naga yang dicontohkan di atas fungsi naga pada bangunan candi atau pada yoni tampaknya erat kaitannya dengan tugas penjagaan atau perlindungan.
Menurut tradisi, ular naga termasuk hewan suci yang dipuja-puja oleh kelompok masyarakat Dravidia (1.500-600 SM) di India. Dalam pemujaan kepada kekuatan atau unsur alam dan hewan-hewan kekuatan air atau jiwa air diwujudkan dalam bentuk ulat, tetapi kemudian diwujudkan dalam bentuk badan manusia dengan kepala ular kobra (lihat Benjamin Rowland: The Art and Architecture of India, 1970: 49). Karena kepercayaan ini maka pada awal kebangkitannya kesenian yang bercorak Buddhis semua bangunannya dihias dengan naga dan juga yaksha yaitu raksasa sebagai penjaga candi. Bangunan candi yang dihias dengan banyak naga ialah Candi Sanchi yang dibangun oleh Dinasti Maurya (322-185 SM) dan Candi Amarawati (lihat James Ferguson: Tree and Serpent Worship in India. Delhi, 1868: 68 foto no. 4; 187 plate LXVIII – LXX.LXXVI – LXXVII.XCI – XCII).
Kepustakaan
Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1995. Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara VI. Jakarta: Departeman Pendidikan dan Kebudayaan.
Sumber Tulisan:
http://www.wacananusantara.org/2/94/arsitektur-raja-naga