Oleh Teguh
(Jurnalis/ pemerhati Cirebon)
Setiap tahun, pada bulan Mulud, selalu ribuan orang selama satu bulan penuh berbondong-bondong mendatangi tiga keraton di Kota Cirebon dan Makam Sunan Gunung Jati di Kabupaten Cirebon. Kedatangan masyarakat untuk menyaksikan jalannya rangkaian upacara muludan berdampak positif bagi peningkatan pendapatan masyarakat Cirebon khususnya.
Pendapatan pedagang dan hotel naik selama peringatan Muludan di Kota Cirebon. Tradisi Muludan atau memperingati Maulid Nabi SAW ternyata bukan sekedar sebuah ritual budaya namun sudah menjadi potensi penambah pendapatan masyarakat Cirebon dan luar kota.
Prosesi peringatan Muludan ini berlangsung satu bulan penuh, dan berakhir pada malam hari saat peringatan Maulid Nabi. Puncak peringatan Muludan ini berupa upacara Panjang Jimat, sebuah prosesi pembersihan benda pusaka keraton.
Panjang jimat dilakukan di tiga keraton, yaitu Kasepuhan, Kacirebonan dan Kanoman. Serta satu peringatan lainnya dilakukan di Makam Sunan Gunung Jati. Puncak peringatan ini dihadiri oleh seribu lebih warga Cirebon dan sekitarnya dan tentunya menjadi magnet bagi para pedagang. Mereka ingin menyaksikan upacara dan tentunya berharap berkah dari air hasil penyucian benda-benda pusaka tersebut.
Di Alun-alun Keraton Kasepuhan contohnya, ratusan pedagang kecil mengais rejeki dan ditengah lapangan sebuah hiburan rakyat juga menambang uang.
Pengelola hiburan rakyat mengaku selama satu bulan penuh membuka usaha komedi putar dan berbagai permainan lain rutin dilakukan setiap tahun. Jika dihitung untuk satu permainan paling murah tiket yang harus dibayar Rp2.000 pengelola komedi putar tersebut bisa meraih omzet Rp500.000-Rp1 juta dalam sehari.
Peredaran uang selama satu bulan selama peringatan Muludan ini diperkirakan mencapai puluhan hingga seratus juta lebih perharinya. Atau bahkan sudah mencapai angka miliaran rupiah, belum pernah ada yang mendatanya.
Pedagang makanan khas seperti docang, tahu gejrot, nasi jamblang atau empal gentong merasakan berkah tersendiri dari peringatan muludan ini.
Alun-alun Kasepuhan merupakan lokasi perdagangan Muludan yang paling ramai karena lokasinya yang luas. Namun lokasi peringatan Muludan lainnya juga tak kalah penting dalam meningkatkan perekonomian warga Cirebon seperti di Keraton Kanoman, Kacirebonan dan makam Sunan gunung Jati.
Pengunjung yang datang tidak hanya dari warga sekitar namun juga banyak yang datang dari luar kota. Tamu luar daerah ini tentunya harus menginap semalam untuk bisa menyaksikan peringatan Muludan tersebut.
Seorang manager operasional hotel berbintang di Cirebon mengatakan tamu luar kota dengan tujuan khusus untuk menyaksikan puncak peringatan muludan di Cirebon banyak yang menginap dihotelnya.
Tamu-tamu tersebut tentunya ikut menambah omzet hotel di Cirebon.Karena selain hotel berbintang, tamu-tamu tersebut juga ingin menginap di hotel kelas melati dengan lokasi tidak jauh dari keraton.
Tingginya tamu yang datang ke Cirebon juga bisa dilihat dari melonjaknya jumlah penumpang KA selama peringatan puncak Muludan. Okupansi KA Argojati dan Cirebon Ekspres diatas 100%. "Sebagian dari mereka sengaja datang Minggu untuk melihat Muludan di Cirebon," kata Rudy, Humas PT KA Cirebon.
Ketua DPRD Kota Cirebon Dahrin Syahrir mengatakan peringatan Muludan merupakan sebuah potensi perekonomian yang sebenarnya bisa mengangkat pendapatan warga Kota Cirebon.
"Semua ikut terlibat, pedagang, hotel bahkan biro perjalanan mendapatkan pemasukan dari peringatan ini," katanya.
Dia berharap pemerintah kota dapat bekerjasama dengan para keraton untuk mengelola peringatan Muludan tersebut sebagai sebuah event pariwisata penting tahunan yang menarik wisatawan.
Bukti bahwa tidak adanya keseriusan pemerintah setempat dapat dilihat usai peringatan Muludan tersebut. Sampah bertebaran dimana-mana, serta sejumlah kerusakan kecil bangunan masjid dan keraton. Tidak terlihat tim khusus yang sinergis antara pihak penyelenggara dengan pemkot.
Muludan di Cirebon sama saja dengan di Jogja yang dinamakan Sekaten. Tapi Jogja mengemasnya lebih bagus sehingga menjadi salah satu event pariwisata. Cirebon juga harus bisa.
Sumber: http://www.beritacerbon.com
(Jurnalis/ pemerhati Cirebon)
Setiap tahun, pada bulan Mulud, selalu ribuan orang selama satu bulan penuh berbondong-bondong mendatangi tiga keraton di Kota Cirebon dan Makam Sunan Gunung Jati di Kabupaten Cirebon. Kedatangan masyarakat untuk menyaksikan jalannya rangkaian upacara muludan berdampak positif bagi peningkatan pendapatan masyarakat Cirebon khususnya.
Pendapatan pedagang dan hotel naik selama peringatan Muludan di Kota Cirebon. Tradisi Muludan atau memperingati Maulid Nabi SAW ternyata bukan sekedar sebuah ritual budaya namun sudah menjadi potensi penambah pendapatan masyarakat Cirebon dan luar kota.
Prosesi peringatan Muludan ini berlangsung satu bulan penuh, dan berakhir pada malam hari saat peringatan Maulid Nabi. Puncak peringatan Muludan ini berupa upacara Panjang Jimat, sebuah prosesi pembersihan benda pusaka keraton.
Panjang jimat dilakukan di tiga keraton, yaitu Kasepuhan, Kacirebonan dan Kanoman. Serta satu peringatan lainnya dilakukan di Makam Sunan Gunung Jati. Puncak peringatan ini dihadiri oleh seribu lebih warga Cirebon dan sekitarnya dan tentunya menjadi magnet bagi para pedagang. Mereka ingin menyaksikan upacara dan tentunya berharap berkah dari air hasil penyucian benda-benda pusaka tersebut.
Di Alun-alun Keraton Kasepuhan contohnya, ratusan pedagang kecil mengais rejeki dan ditengah lapangan sebuah hiburan rakyat juga menambang uang.
Pengelola hiburan rakyat mengaku selama satu bulan penuh membuka usaha komedi putar dan berbagai permainan lain rutin dilakukan setiap tahun. Jika dihitung untuk satu permainan paling murah tiket yang harus dibayar Rp2.000 pengelola komedi putar tersebut bisa meraih omzet Rp500.000-Rp1 juta dalam sehari.
Peredaran uang selama satu bulan selama peringatan Muludan ini diperkirakan mencapai puluhan hingga seratus juta lebih perharinya. Atau bahkan sudah mencapai angka miliaran rupiah, belum pernah ada yang mendatanya.
Pedagang makanan khas seperti docang, tahu gejrot, nasi jamblang atau empal gentong merasakan berkah tersendiri dari peringatan muludan ini.
Alun-alun Kasepuhan merupakan lokasi perdagangan Muludan yang paling ramai karena lokasinya yang luas. Namun lokasi peringatan Muludan lainnya juga tak kalah penting dalam meningkatkan perekonomian warga Cirebon seperti di Keraton Kanoman, Kacirebonan dan makam Sunan gunung Jati.
Pengunjung yang datang tidak hanya dari warga sekitar namun juga banyak yang datang dari luar kota. Tamu luar daerah ini tentunya harus menginap semalam untuk bisa menyaksikan peringatan Muludan tersebut.
Seorang manager operasional hotel berbintang di Cirebon mengatakan tamu luar kota dengan tujuan khusus untuk menyaksikan puncak peringatan muludan di Cirebon banyak yang menginap dihotelnya.
Tamu-tamu tersebut tentunya ikut menambah omzet hotel di Cirebon.Karena selain hotel berbintang, tamu-tamu tersebut juga ingin menginap di hotel kelas melati dengan lokasi tidak jauh dari keraton.
Tingginya tamu yang datang ke Cirebon juga bisa dilihat dari melonjaknya jumlah penumpang KA selama peringatan puncak Muludan. Okupansi KA Argojati dan Cirebon Ekspres diatas 100%. "Sebagian dari mereka sengaja datang Minggu untuk melihat Muludan di Cirebon," kata Rudy, Humas PT KA Cirebon.
Ketua DPRD Kota Cirebon Dahrin Syahrir mengatakan peringatan Muludan merupakan sebuah potensi perekonomian yang sebenarnya bisa mengangkat pendapatan warga Kota Cirebon.
"Semua ikut terlibat, pedagang, hotel bahkan biro perjalanan mendapatkan pemasukan dari peringatan ini," katanya.
Dia berharap pemerintah kota dapat bekerjasama dengan para keraton untuk mengelola peringatan Muludan tersebut sebagai sebuah event pariwisata penting tahunan yang menarik wisatawan.
Bukti bahwa tidak adanya keseriusan pemerintah setempat dapat dilihat usai peringatan Muludan tersebut. Sampah bertebaran dimana-mana, serta sejumlah kerusakan kecil bangunan masjid dan keraton. Tidak terlihat tim khusus yang sinergis antara pihak penyelenggara dengan pemkot.
Muludan di Cirebon sama saja dengan di Jogja yang dinamakan Sekaten. Tapi Jogja mengemasnya lebih bagus sehingga menjadi salah satu event pariwisata. Cirebon juga harus bisa.
Sumber: http://www.beritacerbon.com