Kekuatan-kekuatan politik utama Irak, Minggu (28/3), mulai berlomba membangun koalisi di parlemen agar bisa meraih mandat untuk membentuk pemerintahan koalisi mendatang. Ketua Mahkamah Konstitusi Pusat Irak Medhat Mahmud menegaskan, faksi yang berhasil membangun koalisi terbesar di parlemen adalah pihak yang berhak membentuk pemerintahan, bukan faksi yang memperoleh suara terbesar di pemilu.
Penjelasan itu membuyarkan peluang kubu Iyad Allawi, peraih suara terbanyak, untuk mendapat mandat soal pembentukan pemerintahan baru. Semua kekuatan politik kini memiliki peluang yang sama membentuk pemerintahan.
Menurut laporan harian pan-Arab Al Hayat, kemenangan kubu mantan PM Irak Allawi dianggap sebagai kemenangan kubu kontra-Iran. Iran sedang memimpin lobi untuk membangun koalisi besar di parlemen antara Koalisi Nasional Irak pimpinan Ammar Hakim yang dikenal pro-Iran (70 kursi) dan Koalisi Negara Hukum pimpinan Nouri al-Maliki (89 kursi), serta Koalisi Kurdistan (43 kursi).
Sejumlah delegasi Irak sejak Jumat lalu telah berada di Iran, yakni Presiden Irak Jalal Talabani (Koalisi Kurdistan), Wakil Presiden Adel Abdel Mahdi (Koalisi Nasional Irak), Karar Al-Khofaji (Ketua kantor kubu Al Sadr yang pro-Iran), Hamam Hamudi dan Hadi al-Amiri (Majelis Tinggi Islam Irak), serta Abdel Halim al-Zuhairi (partai Dakwah).
Skenario yang dirancang Iran adalah presiden Irak tetap dijabat Jalal Talabani, PM dijabat dari Koalisi Negara Hukum, dan ketua parlemen dijabat dari Koalisi Nasional Irak. Adapun Kubu Allawi disingkirkan sama sekali dari jabatan politik, alias ditempatkan di posisi oposisi.
Iran merancang kekuatan politik utama Irak pro-Teheran untuk mendominasi kekuasaan pascahengkangnya AS dari Irak pada akhir tahun 2011.
Diberitakan, dalam upaya menyukseskan lobi Iran itu, Al Maliki bersedia memberi konsesi dengan tidak menjabat lagi sebagai perdana menteri (PM) dan menyerahkan jabatan PM kepada kepala kantor Al Maliki, Tareq Najem Abdullah.
Namun, lanjut harian itu, proyek politik Iran tersebut dipastikan menghadapi hambatan. Menurut harian itu, faksi Masoud Barzani dalam koalisi Kurdistan lebih cenderung berkoalisi dengan kubu Allawi.
Faksi Barzani (partai Demokrat Kurdistan) memegang saham mayoritas, yakni 32 kursi. Adapun faksi Jalal Talabani (Uni Patriot Kurdistan) hanya meraih 11 kursi dari 43 kursi yang diraih Koalisi Kurdistan.
Allawi kecewa
Sementara itu, Allawi menyayangkan keputusan MK. ”Saya tidak mengerti penafsiran seperti itu, dan sejauh yang saya ketahui adalah faksi peraih suara terbesar pemilu yang berhak membentuk pemerintahan. Barangkali mereka berbicara soal konstitusi yang lain selain konstitusi permanen yang ada,” ungkap Allawi.
Meski kecewa, Allawi menyatakan siap bekerja sama dengan semua kekuatan politik yang berhasil meraih kursi di parlemen untuk membentuk pemerintah kemitraan baru yang berpijak pada koalisi besar di parlemen.
Menurut Allawi, kubu koalisi Irakiyah siap berkoalisi dengan kekuatan politik yang mendapat kursi di parlemen, baik itu Koalisi Negara Hukum, Koalisi Nasional Irak, Koalisi Kurdistan dan faksi kerukunan, atau dengan partai yang tidak dapat kursi di parlemen.
Allawi menegaskan, Irak bukan milik seseorang, tetapi milik semua warga Irak dengan segala latar belakang etnis dan mazhab agama. Allawi berjanji, kubu Irakiyah melalui perundingan dalam beberapa hari mendatang akan membentuk pemerintahan secepat mungkin untuk mewujudkan keamanan, stabilitas, memberi pelayanan kepada segenap rakyat Irak, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Dalam konteks itu, menurut laporan televisi Aljazeera, Allawi hari Sabtu lalu telah mengontak lewat telepon Pemimpin Koalisi Nasional Irak Ammar Hakim, membahas kemungkinan koalisi antara Koalisi Nasional Irak dan Koalisi Irakiyah di parlemen.
Aljazeera mengungkapkan, Allawi juga sedang menjajaki kemungkinan koalisi dengan Koalisi Kurdistan.
Harian pan-Arab Asharq al-Awsat melukiskan kemenangan kubu Allawi sebagai kebangkitan moderat di Irak.
Harian Al Quds Al Arabi yang terbit di London menyebut kemenangan kubu Allawi sebagai terpatrinya geliat sekularis di Irak. Menurut Al Quds Al-Arabi, kemenangan kubu Allawi menunjukkan mayoritas rakyat Irak menginginkan pemerintahan nasionalis, sekuler, dan memiliki semangat demokratis.
Kubu Allawi yang berhasil meraih 91 kursi memang hanya menang tipis, yakni selisih 2 kursi atas saingan terdekatnya, Koalisi Negara Hukum pimpinan Nouri Al Maliki (89 kursi).
Namun, kemenangan kubu Allawi semakin mengukuhkan sebuah perubahan orientasi yang signifikan bagi masyarakat Irak. Ini adalah sebuah perubahan yang mengarahkan Irak untuk lebih moderat, nasionalis, sekuler, dan antisektarian. Sikap radikalisme dan sektarian selama ini diyakini sebagai biang kekerasan di Irak sejak ambruknya rezim Saddam Hussein tahun 2003.
Duplikat Partai Baath
Perubahan itu sesungguhnya sudah mulai dibaca ketika Koalisi Negara Hukum pimpinan PM Nouri al Maliki memenangi pemilu legislatif tingkat provinsi pada Januari 2009. Koalisi Negara Hukum saat itu untuk pertama kalinya menanggalkan sentimen mazhab, sektarian, dan agama. Sebaliknya, koalisi pimpinan Al Maliki itu menegaskan tentang penegakan hukum, kesetaraan tanpa memandang agama dan sekte, serta pemerintahan sipil.
Kini Kubu Koalisi Irakiyah pimpinan Allawi yang dibentuk pada 31 Oktober 2009 menghimpun kekuatan politik Syiah sekuler dan Sunni. Langkah ini juga dilakukan Gerakan Kerukunan Nasional pimpinan Ayad Allawi, Front Irak untuk Dialog Nasional pimpinan Saleh Mutlak, Perkumpulan Demokrat Independen pimpinan Adnan Pachachi, dan tokoh Sunni Wakil Presiden Tareq Hasyimi yang keluar dari Partai Islam Sunni.
Melihat latar belakang Iyad Allawi dan racikan komposisi koalisinya yang dibentuk, Allawi dan pendukung koalisinya jauh lebih sekuler dari Al-Maliki dan pendukung koalisinya. Allawi berlatar belakang Syiah sekuler dan didukung tokoh-tokoh Sunni sekuler seperti Adnan Pachachi dan Saleh Mutlak.
Sejumlah pengamat menyebut kubu Allawi adalah duplikat partai sosialis Baath, yang pernah dipimpin Saddam Hussein, dalam konteks semangat sekularis, nasionalisme, dan antisektarian. (mth)
Sumber: http://cetak.kompas.com
Penjelasan itu membuyarkan peluang kubu Iyad Allawi, peraih suara terbanyak, untuk mendapat mandat soal pembentukan pemerintahan baru. Semua kekuatan politik kini memiliki peluang yang sama membentuk pemerintahan.
Menurut laporan harian pan-Arab Al Hayat, kemenangan kubu mantan PM Irak Allawi dianggap sebagai kemenangan kubu kontra-Iran. Iran sedang memimpin lobi untuk membangun koalisi besar di parlemen antara Koalisi Nasional Irak pimpinan Ammar Hakim yang dikenal pro-Iran (70 kursi) dan Koalisi Negara Hukum pimpinan Nouri al-Maliki (89 kursi), serta Koalisi Kurdistan (43 kursi).
Sejumlah delegasi Irak sejak Jumat lalu telah berada di Iran, yakni Presiden Irak Jalal Talabani (Koalisi Kurdistan), Wakil Presiden Adel Abdel Mahdi (Koalisi Nasional Irak), Karar Al-Khofaji (Ketua kantor kubu Al Sadr yang pro-Iran), Hamam Hamudi dan Hadi al-Amiri (Majelis Tinggi Islam Irak), serta Abdel Halim al-Zuhairi (partai Dakwah).
Skenario yang dirancang Iran adalah presiden Irak tetap dijabat Jalal Talabani, PM dijabat dari Koalisi Negara Hukum, dan ketua parlemen dijabat dari Koalisi Nasional Irak. Adapun Kubu Allawi disingkirkan sama sekali dari jabatan politik, alias ditempatkan di posisi oposisi.
Iran merancang kekuatan politik utama Irak pro-Teheran untuk mendominasi kekuasaan pascahengkangnya AS dari Irak pada akhir tahun 2011.
Diberitakan, dalam upaya menyukseskan lobi Iran itu, Al Maliki bersedia memberi konsesi dengan tidak menjabat lagi sebagai perdana menteri (PM) dan menyerahkan jabatan PM kepada kepala kantor Al Maliki, Tareq Najem Abdullah.
Namun, lanjut harian itu, proyek politik Iran tersebut dipastikan menghadapi hambatan. Menurut harian itu, faksi Masoud Barzani dalam koalisi Kurdistan lebih cenderung berkoalisi dengan kubu Allawi.
Faksi Barzani (partai Demokrat Kurdistan) memegang saham mayoritas, yakni 32 kursi. Adapun faksi Jalal Talabani (Uni Patriot Kurdistan) hanya meraih 11 kursi dari 43 kursi yang diraih Koalisi Kurdistan.
Allawi kecewa
Sementara itu, Allawi menyayangkan keputusan MK. ”Saya tidak mengerti penafsiran seperti itu, dan sejauh yang saya ketahui adalah faksi peraih suara terbesar pemilu yang berhak membentuk pemerintahan. Barangkali mereka berbicara soal konstitusi yang lain selain konstitusi permanen yang ada,” ungkap Allawi.
Meski kecewa, Allawi menyatakan siap bekerja sama dengan semua kekuatan politik yang berhasil meraih kursi di parlemen untuk membentuk pemerintah kemitraan baru yang berpijak pada koalisi besar di parlemen.
Menurut Allawi, kubu koalisi Irakiyah siap berkoalisi dengan kekuatan politik yang mendapat kursi di parlemen, baik itu Koalisi Negara Hukum, Koalisi Nasional Irak, Koalisi Kurdistan dan faksi kerukunan, atau dengan partai yang tidak dapat kursi di parlemen.
Allawi menegaskan, Irak bukan milik seseorang, tetapi milik semua warga Irak dengan segala latar belakang etnis dan mazhab agama. Allawi berjanji, kubu Irakiyah melalui perundingan dalam beberapa hari mendatang akan membentuk pemerintahan secepat mungkin untuk mewujudkan keamanan, stabilitas, memberi pelayanan kepada segenap rakyat Irak, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Dalam konteks itu, menurut laporan televisi Aljazeera, Allawi hari Sabtu lalu telah mengontak lewat telepon Pemimpin Koalisi Nasional Irak Ammar Hakim, membahas kemungkinan koalisi antara Koalisi Nasional Irak dan Koalisi Irakiyah di parlemen.
Aljazeera mengungkapkan, Allawi juga sedang menjajaki kemungkinan koalisi dengan Koalisi Kurdistan.
Harian pan-Arab Asharq al-Awsat melukiskan kemenangan kubu Allawi sebagai kebangkitan moderat di Irak.
Harian Al Quds Al Arabi yang terbit di London menyebut kemenangan kubu Allawi sebagai terpatrinya geliat sekularis di Irak. Menurut Al Quds Al-Arabi, kemenangan kubu Allawi menunjukkan mayoritas rakyat Irak menginginkan pemerintahan nasionalis, sekuler, dan memiliki semangat demokratis.
Kubu Allawi yang berhasil meraih 91 kursi memang hanya menang tipis, yakni selisih 2 kursi atas saingan terdekatnya, Koalisi Negara Hukum pimpinan Nouri Al Maliki (89 kursi).
Namun, kemenangan kubu Allawi semakin mengukuhkan sebuah perubahan orientasi yang signifikan bagi masyarakat Irak. Ini adalah sebuah perubahan yang mengarahkan Irak untuk lebih moderat, nasionalis, sekuler, dan antisektarian. Sikap radikalisme dan sektarian selama ini diyakini sebagai biang kekerasan di Irak sejak ambruknya rezim Saddam Hussein tahun 2003.
Duplikat Partai Baath
Perubahan itu sesungguhnya sudah mulai dibaca ketika Koalisi Negara Hukum pimpinan PM Nouri al Maliki memenangi pemilu legislatif tingkat provinsi pada Januari 2009. Koalisi Negara Hukum saat itu untuk pertama kalinya menanggalkan sentimen mazhab, sektarian, dan agama. Sebaliknya, koalisi pimpinan Al Maliki itu menegaskan tentang penegakan hukum, kesetaraan tanpa memandang agama dan sekte, serta pemerintahan sipil.
Kini Kubu Koalisi Irakiyah pimpinan Allawi yang dibentuk pada 31 Oktober 2009 menghimpun kekuatan politik Syiah sekuler dan Sunni. Langkah ini juga dilakukan Gerakan Kerukunan Nasional pimpinan Ayad Allawi, Front Irak untuk Dialog Nasional pimpinan Saleh Mutlak, Perkumpulan Demokrat Independen pimpinan Adnan Pachachi, dan tokoh Sunni Wakil Presiden Tareq Hasyimi yang keluar dari Partai Islam Sunni.
Melihat latar belakang Iyad Allawi dan racikan komposisi koalisinya yang dibentuk, Allawi dan pendukung koalisinya jauh lebih sekuler dari Al-Maliki dan pendukung koalisinya. Allawi berlatar belakang Syiah sekuler dan didukung tokoh-tokoh Sunni sekuler seperti Adnan Pachachi dan Saleh Mutlak.
Sejumlah pengamat menyebut kubu Allawi adalah duplikat partai sosialis Baath, yang pernah dipimpin Saddam Hussein, dalam konteks semangat sekularis, nasionalisme, dan antisektarian. (mth)
Sumber: http://cetak.kompas.com