Ratusan PSK Ancam Demo Telanjang

Blitar - Ratusan Pekerja Seks Komersial (PSK) –penghuni tiga lokalisasi di Kabupaten Blitar– mengancam unjuk rasa telanjang. Demonstrasi model porno itu akan dilaksanakan jika pemkab menutup lokalisasi berdasar Peraturan Daerah (Perda) No 15/2008 tentang Pelarangan Prostitusi serta Penanganan Wanita Tuna Susila (WTS) dan Pria Tuna Susila (PTS).

Ancaman demo telanjang disampaikan oleh para pelacur ketika berkumpul di aula Lokalisasi Tanggul, Pasir Harjo, Kecamatan Talun. Menurut PSK bernama Dewi, kalau pemkab menutup lokalisasi, dia bersama ratusan temannya akan demo telanjang di Gedung DPRD Kabupaten Blitar dan Kantor Bupati Blitar.

“Biar sama-sama malu, karena kami ini juga manusia yang butuh pekerjaan untuk menghidupi keluarga,” tutur Dewi, Selasa (23/6).

Pihak fasilitator dari Non Goverment Organisation Post Institute (NGOPI) Blitar, Deni Saputra –yang mendampingi para PSK– mengatakan berusaha meredam aksi nekat para PSK. Caranya, menempuh jalur musyawarah dengan pemkab untuk menolak penerapan perda tersebut.

“Namun jika solusi ini gagal, kami tidak bisa menghalangi tinndakan para penghuni lokalisasi. Karena ini urusan perut, yang menjadi sumber kehidupan mereka,” tegas Deni.

Denny maupun para PSK memperoleh informasi bahwa Perda No 15/2008 tinggal menunggu tanda tangan Bupati Blitar, Herry Noegroho, setelah disetujui DPRD setempat. Mereka memperkirakan perda tersebut segera diterapkan.

Di Kabupaten Blitar terdapat tiga lokalisasi, yaitu Lokalisasi Poluhan di Desa Kendalrejo, Ponggok (dihuni 106 orang PSK); Lokalisasi Tanggul (74 PSK); dan Lokalisasi Ngreco, di Desa Gampengrejo, Selorejo (45 PSK). Deni mengingatkan, selama ini tiga lokalisasi tersebut juga menyumbangkan pendapatan bagi daerah. Hal ini dibenarkan Koordinator Lokalisasi Tanggul, Awam, 45.

“Setiap hari seorang PSK ditarik restribusi Rp 1000, dan dari parkir menyumbang pendapatan Rp 1,5 juta per bulan,” ungkap Awam.

Pertimbangan Manusiawi
Awam menambahkan, jika pemkab menutup semua lokalisasi, hal itu akan memunculkan lokalisasi-lokalisasi liar sekaligus memperbanyak jumlah pengangguran. “Pemkab juga harus punya pertimbangan manusiawi. Mereka kan harus menghidupi keluarganya,” timpal Deni, didukung Awam.

Dimintai konfirmasi, Kabag Humas Pemkab Blitar, Totok Subihandono, menjelaskan bahwa pemkab tidak akan serta-merta menerapkan perda tanpa memperhatikan dampaknya –baik dampak sosial maupun ekonomi– bagi para PSK. “Kami sedang membahas rencana penerapan perda ini dengan pihak terkait, di antaranya Dinsos, Disnakertrans dan Bapemas,” katanya. Dia menambahkan, pemkab tidak mungkin melakukan penutupan lokalisasi tanpa solusi. “Hanya saja, saat ini masih dalam tahap pembahasan,” pungkasnya. ais

Sumber: http://www.surya.co.id
-

Arsip Blog

Recent Posts