Meneropong Cerita Rakyat Dalam Guratan Batik

Bandung - Kebanyakan generasi muda saat ini banyak yang tidak mengenal cerita rakyat negeri sendiri. Kondisi inilah yang mendorong Komarudin Kudiya selaku pemilik Batik Komar mencoba merepresentasikan cerita rakyat dalam guratan batik.

"Kita cukup prihatin dengan banyaknya anak-anak dan generasi muda yang lebih memilih membaca komik ketimbang menelaah cerita rakyat. Makanya kita mencoba menuangkan cerita rakyat itu dalam media yang masih jarang ditemui," ucap Komar kepada detikbandung, Rabu (12/8/2009) malam.

Komar mulai membuat batik yang bertemakan cerita rakyat sejak dua tahun lalu. Awalnya Komar hanya membuat dua batik bertemakan cerita rakyat yaitu Sangkuriang dan Panji Semirang.

"Tadinya saya hanya membuat dua desain, ternyata responnya sangat baik. Dari sana saya mulai mengadopsi cerita-cerita rakyat lain kedalam batik," tuturnya.

Hingga sekarang sudah ada dua puluh cerita rakyat yang diadopsi Komar kedalam batik. "Di antara yang sudah jadi ada Sangkuriang, Situ Cileunca dan Kesultanan Cirebon," ungkapnya.

Komar berencana mengambil 70 cerita rakyat lagi pada waktu mendatang. "Sementara segitu dulu, rencana sih jadi tiga tahun lagi sehingga nanti ada 90 cerita rakyat," tambahnya.

Untuk menyelesaikan satu karya, Komar membutuhkan waktu 6 bulan. Untuk mempermudah pekerjaan, dia dibantu dengan pegawainya yang berjumlah 200 orang. "Soalnya untuk satu cerita saya aplikasikan ke tiga lembar kain dengan warna yang berbeda-beda," tambahnya.

Karya-karya Komar yang bertemakan cerita rakyat sebagian dikoleksi dan sebagian lagi dilelang. Diakui dirinya, batik tersebut kebanyakan dilelang karena peminatnya tinggi. Terutama peminatnya dari pengamat batik dan kolektor.

Uniknya Komar menjual batik cerita rakyatnya lengkap bersama buku buatannya yang menjelaskan cerita rakyat tersebut secara lengkap. "Sengaja kita paketkan, jadi pembeli juga tidak hanya melihat gambarnya. Tapi juga ada informasi yang lebih lewat buku," tutur Komar.

Satu lembar kain batik cerita rakyat ini dilego dengan harga Rp 5 juta. Menurut Komar, harga itu sangat sepadan dengan kualitas dan nilai seni batik yang dibuat dengan menggunakan tangan.

"Makanya kita tidak menjual pada orang yang kurang mengerti nilai estetika dari batik. Selain itu, harga kain batik semakin lama semakin meningkat, apalagi yang jarang ditemui seperti ini," tutur Komar. (Pradipta Nugrahanto)

Sumber: http://bandung.detik.com
-

Arsip Blog

Recent Posts