Tanjungpinang, Kepri - Pentas Seni yang dilaksanakan rutin oleh Pemko melalui Disbudpar, selain menjadi obyek wisata juga bertujuan melindungi kesenian asli daerah di Indonesia yang ada di Tanjungpinang. Sejumlah kesenian daerah kini sudah hampir punah, seperti Gobang, Silat dan Dangkong. Jika tidak dilindungi dan sering ditampilkan, dikhawatirkan kesenian tersebut bisa hilang dan hanya tinggal namanya saja. Hal ini dikatakan Kabid Kebudayaan Disbudpar Tanjungpinang, Syafaruddin MM, Kamis (6/8).
Rencananya, Pemko kembali akan menggelar pentas seni kembali digelar di Ocean Corner depan Gedung Daerah, Jumat (7/8). Pada kesempatan itu yang akan tampil antara lain Sanggar Bintan Telani dan Sanggar Bendoro Ratu. Kedua sanggar akan berkolaborasi menampilkan tarian Melayu, campur sari dan ketoprak. Selanjutnya, kegiatan dilanjutkan Sabtu (8/8) petang yang akan menampilkan kesenian reog dari Paguyuban Among Mitro. Reog, pernah diklaim oleh negara tetangga Indonesia sebagai salah satu kesenian asli milik mereka. Usai penampilan reog, malam harinya di tempat yang sama Sanggar Sanggam, akan tampil membawakan karyanya.
Menanggapi pertanyaan adanya pendapat dari sejumlah kalangan, Pentas Seni sebagai kegiatan yang mubazir dan tidak menarik, Syafaruddin, menjawabnya karena adanya pendapat itu. Maka, kegiatan Pentas Seni yang sudah dilaksanakan secara rutin sejak beberapa tahun lalu itu akan ditiadakan penyelenggaraannya tahun 2010 nanti. ”Tapi itu semua terpulang kepada penggiat seni yang merupakan warga Tanjungpinang. Yang pasti kegiatan ini tidak sebatas tampil saja namun juga sebagai perlindungan bagi seni itu sendiri. Kemudian, menjadi imej kota yang aman dan damai. Sehingga keberhasilannya tidak bisa diukur hanya sebatas uang,” terang Syafruddin.
Jika kegiatan ini terkesan dinilai kurang menarik, imbuh Syafruddin, maka tugas dari semua pihak khususnya sanggar-sanggar dan masyarakat luas untuk ikut membuatnya menjadi lebih menarik. Dari sudut ekonomi, kegiatan ini mungkin memang benar. Namun, di balik nilai ekonomi itu perlu dipertimbangkan juga pengalaman Indonesia dalam menghadapi pengakuan reog dan angklung oleh negara tetangga. (git)
Sumber: http://batampos.co.id