NAMANYA masuk ke pusaran kasus Bank Century. Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Komisaris Jenderal Susno Duadji mengeluarkan surat klarifikasi agar dana Budi Sampoerna di Bank Century dicairkan. Benarkah ia terus menekan Bank Century lantaran bermotif imbalan?
Wartawan Tempo Anne L. Handayani dan Ramidi serta beberapa wartawan lain menemuinya di sebuah restoran di Jalan Agus Salim, Menteng, Jakarta Pusat, Senin lalu. Dalam pertemuan itu, Susno membeberkan perannya dalam pencairan uang Budi Sampoerna serta para nasabah lain.
Bagaimana ceritanya Anda ikut mengurus proses pencairan dana milik Budi Sampoerna?
Uang US$ 18 juta (Rp 180 miliar) milik Budi Sampoerna itu setelah kami teliti ternyata dimaling Dewi Tantular (adik Robert Tantular). Kalau dimaling, karena bank sudah diambil alih manajemen baru, seharusnya manajemen baru ikut bertanggung jawab. Mereka harus mengganti. Tapi Bank Century belum juga membayar (dana milik Budi Sampoerna).
Karena itu, Maret lalu, pengacara Budi melapor resmi ke Kepala Badan Reserse Kriminal. Atas laporan itu saya memberi tahu Maryono—Direktur Utama Bank Century yang baru—serta Lembaga Penjamin Simpanan. “Ini ada orang yang melaporkan bahwa kamu dianggap menggelapkan uang.” Duit mereka tak bisa dicairkan. Padahal sudah ada grujugan duit.
Pihak Century minta tolong jangan ada pemeriksaan dulu. Kalau diperiksa, kepercayaan pada bank akan kurang, akan terjadi rush. Mereka minta difasilitasi. Ya sudah, kami fasilitasi dengan melakukan pertemuan di kantor polisi. Tapi hingga dua kali pertemuan, Century belum juga membayar.
Apa hasil pembicaraan itu?
Tak tahu. Kalau saya tanya-tanya, nanti dikira mau memaksa minta bagian 10 persen.
Yang Anda klarifikasi lewat surat ke Bank Century itu uang siapa?
Semuanya. Tidak hanya uang Budi Sampoerna. Terutama yang gede-gede. Yang menentukan juga tim gabungan: Bank Century, Lembaga Penjamin Simpanan, Bank Indonesia, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Polisi mana bisa menelusuri rekening?
Jadi, surat Anda ke Century itu tidak berpengaruh?
Oh, berpengaruh. Kalau mereka tidak bayar terus, ya, akibatnya ditangkap.
Oke, kapan penangkapan dilangsungkan?
Dalam tahun inilah. Kalau kami tangkap cepat-cepat, nanti diberitakan lagi bahwa kami cepat menangkap agar Kabareskrim dapat bagian. Begitu, kan?
Jadi benar Anda mendapat bagian 10 persen itu?
Boro-boro. Saya malah yang mencarikan. Ongkos saya ke luar negeri juga belum diganti.
Bukankah uang Budi Sampoerna sudah dibuatkan jadwal pencairannya?
Itu kan hasil mereka ketemu, berunding, saya menyediakan ruangan. Selesai, mereka pulang. Saya tak tahu apa kesepakatannya. Kalau saya tanya, seolah-olah saya minta uang pangkal, uang ujung.
Dari pertemuan itu keluar angka bahwa uang Budi Sampoerna di Century masih Rp 2,1 triliun, dan bukan cuma US$ 18 juta?
Intinya, duit Budi Sampoerna itu benar ada. Yang menyatakan bukan saya, tapi orang-orang perbankan yang mengeceknya. Century minta waktu karena belum bisa bayar. Mereka minta (agar pihak Budi Sampoerna membuat) surat klarifikasi dari polisi. Saya tanya kenapa harus tertulis, wong sudah diklarifikasi dalam rapat itu. Tapi, karena mereka minta, ya sudah, buat suratnya, (pihak Budi Sampoerna) menulis sendiri apa maunya.
Surat itu ditulis sendiri oleh Lucas, pengacara Budi, dan Anda tinggal menekennya?
Ya, saya bilang ke Lucas, tulis sendiri apa yang diminta. Saya tinggal teken. Saya juga tak tahu maksud mereka (Bank Century). Rupanya mereka mau berlindung di belakang saya karena belum bisa bayar. Walaupun sudah dibuatkan surat, mereka belum juga bayar. Saya bertanya-tanya, ada apa ini. Makanya saya menyampaikan ke Jaksa Agung Muda Pidana Umum Ritonga bahwa ada keanehan (dalam kasus Century).
Apakah Anda memberikan advis, pencairan tak usah bertahap tapi sekaligus saja?
Oh, no. Itu namanya sudah campur tangan, campur kaki. Kami ini fasilitator saja. Itu sudah ada ketentuannya. Aturan tabungan sekian, bunga sekian. Kalau mau menarik sekaligus juga ada ketentuannya. Kenapa Kabareskrim harus membuat aturan? Tugas Kabareskrim itu klarifikasi, ini kriminal atau bukan.
Sumber : Majalah Tempo, Rabu, 09 September 2009