Pemuda Bandung Garap Seni Budaya yang Hampir Punah

Bandung, Jabar - Pemuda Bandung yang tergabung dalam kelompok teater Jalan Teater mengembangkan tradisi kesenian yang nyaris punah. Kesenian ini lahir terinspirasi zaman Kerajaan Majalengka abad ke-16. Namanya tradisi Gaok, biasa dipentaskan untuk menyambut panen dan kelahiran.

Untuk menyelamatkan tradisi Gaok ini, Jalan Teater yang anggotanya terdiri dari pemuda berusia 20-35 tahun, akan mementaskan seni Gaok yang berkolaborasi dengan seni teater berjudul Ngagorowokeun Gaok dengan tagline seni budaya Gaok yang hampir punah, kini kembali digaungkan oleh generasi muda. Ngagorowokeun dalam bahasa Indonesia berarti meneriakkan.

Pentas teater ini akan digelar di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Jalan Setiabudi, Bandung, selama dua hari, 6-7 November 2015.

Pimpinan produksi teater ini adalah Yopi Setia Umbara dari Jalan Teater dan artis Happy Salma, pendiri lembaga budaya Titimangsa Foundation. Dalam pementasan ini Jalan Teater dan Titimangsa bekerja sama mengelola Hibah Seni Kelola 2015. Maka dipilihlah Gaok sebagai tema pementasan teater.

Yopi mengatakan, Gaok merupakan kesenian membaca atau menyanyikan wawacan yang hampir punah. Memasuki tahun 2000-an, Gaok sudah jarang dipentaskan. Masyarakat tak lagi menganggap kesenian Gaok sebagai sebuah kesenian yang menghibur.

Para seniman Gaok banyak yang meninggal. Saat ini di Majalengka hanya ada seorang yang masih mempraktekkan seni Gaok, yakni Abah Rukmin yang usianya sudah 70 tahun. Abah Rukmin, kata Yopi, mengeluhkan generasi muda sekarang yang tidak memiliki keinginan melanjutkan seni Gaok. Menurutnya, anak muda juga kesulitan mempelajari Gaok.

Sebagai revitalisasi Gaok, kita mengemasnya dalam bentuk teater, dipadukan dengan seni lakon, seni musik dan tari. Pendekatan ini dilakukan karena bagi generasi muda mungkin Gaok terkesan monoton, kata Yopi, kepada wartawan dalam jumpa pers di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung, Selasa (3/11).

Misi teater tersebut, lanjut dia, adalah merevitalisasi dan transmisi seni Gaok. Dalam pentas nanti, ada seorang anak muda yang siap melanjutkan tradisi Gaok, namanya Firman, 23 tahun. Firman akan turut mengambil peranan dalam teater Ngagorowokeun Gaok.

Sutradara Ngagorowokeun Gaok, Sahlan Mujtaba, menambahkan pementasan ini berawal dari penelitian mahasiswa Universitas Indonesia Jafar Fahrurozi. Sahlan yang satu almamater dengan Jafar, membaca penelitian tentang kesenian yang hampir punah tersebut. Tadinya pelaku Gaok ada dua orang di Majalengka, kemudian lebaran kemarin satu orang meninggal. Jadi kini tinggal seorang lagi yaitu Abah Rukmin.

Maka kita interaksikan Gaok dengan teater, ujar Sahlan. Dalam pementasan nanti, kata dia, struktur Gaok tidak akan berubah, masih dengan tradisi lamanya yaitu melantunkan wawacan. Sedangkan naskah yang dipakai dalam teater adalah wawacan Simbar Kancana Ngadeg Raja: Fragmen Talaga Manggung yang berkisah tentang terbunuhnya Talaga Manggung, seorang pangeran dari Kerajaan Majalengka.

Ia menambahkan, pementasan ini bekerja sama dengan berbagai komunitas yang ada di UPI. Dengan pementasan ini diharapkan seni Gaok tidak benar-benar punah, dan dikenal anak muda.

-

Arsip Blog

Recent Posts