POJOKSATU.id, BANJARMASIN – Semakin terdesaknya para pelaku bisnis lendir di Banjarmasin membuat hotel dan penginapan marak menjadi tempat mesum. Hal ini diakui pemburu wisata seks, Mansyah.
Dikatakan Mansyah, saat ini para PSK dan hidung belang lebih banyak ngamar karena dianggap aman. Namun, menurutnya demi menyalurkan hasrat birahi, pria hidung belang harus merogoh kocek dalam karena harus sewa kamar hotel lagi.
Untuk biaya begituan di losmen Sinar Dodo lalu, ia hanya mengeluarkan uang Rp50 ribu hingga Rp100 ribu. Bahkan sebutnya, jika PSK-nya bagus paling mahal Rp250 ribu.
Tarif terjangkau ini membuat Sinar Dodo begitu menjadi primadona. Berbeda dengan tarif di kawasan lokalisasi Ria Begau. Di sana terangnya tarif bervariasi, mulai dari Rp100 ribu hingga Rp250 ribu.
“Sekarang yang lagi marak di Pasar Kasbah, tarifnya pun tak berbeda dengan Sinar Dodo lalu,” akunya sembari mengatakan para PSK-nya kebanyakan berasal dari Sinar Dodo.
Tak hanya marak dengan kawasan prostitusi terselubungnya, kota Banjarmasin juga marak dengan Salon plus-plusnya. Bahkan para PSK nya bisa dikatakan lebih berkualitas. Tarifnya pun diatas lokalisasi terselubung.
Hal ini tak ditampik oleh seorang mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Banjarmasin, sebut saja Heri. Mahasiswa semester 6 ini mengaku, sejak dua tahun silam ia kerap “creambath” di salah satu salon plus-plus yang ada di Banjarmasin.
Menurutnya, salon plus-plus sangat menjamur di Banjarmasin. Bahkan, ia menyebut, keamanan melakukan hubungan badan dengan pramuniaga salon plus-pus sangat terjamin.
Sebab, sebelum melakukan hubungan badan, semua “peralatan tempur” untuk membersihkan (maaf) kemaluan tersedia.
“Lebih aman dan bersih, daripada yang sering ‘jualan’ di jalan,” tutur Heri.
Meskipun harus merogoh kocek dalam. Namun, urusan kebersihan menurutnya menjadi nomor satu. Ia menyebut, untuk memakai pramuniaga salon plus-plus yang banyak menjamur di bilangan jalan Dahlia Banjarmasin harus membayar tarif Rp250 ribu hingga Rp500 ribu. “Memang pelayanannya sesuai dengan dana yang dikeluarkan,” tambah Heri.
Salah satu pengusaha salon di kawasan tersebut yang tak mau diungkap identitasnya bersikukuh salonnya tak menyediakan perempuan nakal yang bisa dipakai. Namun, ketika penulis melihat kedalam, tak seramai salon-salon biasa yang banyak disinggahi pelanggan.
“Sekarang lagi sepi. Mungkin akhir bulan. Yang pasti kami tak menyediakan perempuan yang bisa dipakai,” kilah perempuan bertubuh mungil itu. (mof/ram/prokal)
Sumber: http://pojoksatu.id