Sabtu, 29 September 2007 Palu--Langkah pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah untuk membongkar dugaan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Propinsi tahun 1999-2004, patut diapresiasi oleh semua pihak.
Dikarenakan langkah tersebut sebagai sebuah langkah maju bagi upaya pemberatasan korupsi. Sekaligus menepis anggapan publik tentang buruknya penegakan hokum. Mengingat selama ini dalam pengungkapan dugaan korupsi, pihak Kejati terkesan lambat dan cenderung hanya menunggu bola.
Seperti diketahui dugaan korupsi APBD yang terjadi dibeberapa tempat, selain pelanggaran PP 110 tahun 2000, terdapat modus lain berkaitan dengan korupsi anggaran yaitu modus penggelembungan anggaran (mark up), duplikasi anggaran, anggaran fiktif dan proyek daerah yang tidak melalui proses tender (penunjukan langsung).
Ironisnya, upaya pengungkapan dugaan korupsi APBD mendapat resistensi dari kalangan anggota dewan. Seperti diketahui bahwa DPR RI melalui Komisi III meminta agar Mahkamah Agung membuat surat edaran agar para hakim menolak perkara yang menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2000.
Seharusnya DPR justru mendorong agar Mahkamah Agung (MA) bertindak tegas dan tidak diskriminatif terhadap siapa pun yang terlibat dalam perkara korupsi itu. Dan bukan sebaliknya justru meminta menghentikan proses hukum yang sedang berjalan.
Olehnya, Kejati sebagai salah satu institusi penegakan hokum, semestinya menjadi motor yang bertindak ekstra cepat atas setiap dugaan penyalagunaan anggaran negara. Sekalipun tanpa menunggu laporan dari masyarakat. Sehingga citra penegakan suparemasi hokum dapat terwujud. Bukan sekedar menjadikan banyak kasus menjadi bertumpuk tanpa ada tindak lanjut secara kongkrit. Sebaliknya, jika tidak, maka komitmen pemerintah untuk menciptakan pemerintahan yang bersih (clean governance) akan menjadi terhambat.
Olehnya, PBHR Sulteng menyatakan sikap, pertama, mendukung sepenuhnya langkah pihak Kejati untuk mengungkap dugaan korupsi berjamaah atas APBD di DPRD Propinsi tahun 1999-2004. Kedua, dalam pengungkapannya pihak kejati tidak bertindak diskriminatif. Ketiga, mendesak pihak kejati agar menghilangkan praktek-praktek mafia peradilan.
Sumber :pbhrsulteng.org Sabtu, 29 September 2007