Konteks dan Latar Global Amat Berperan

Berlin, Jerman - Benda-benda peninggalan sejarah hanyalah benda mati bila diposisikan dalam perspektif masa lampau. Warisan budaya bangsa tersebut seyogianya diletakkan dalam konteks dan latar global saat ini.

Tanpa disertai kesadaran di luar lingkup keberadaan benda bersejarah itu sendiri, upaya mempromosikannya ke khalayak yang lebih luas justru mengurangi nilai suatu warisan budaya bangsa. Dalam konteks ini, upaya memberikan interpretasi bersifat keilmuan atas benda peninggalan sejarah menjadi sangat penting.

”Dalam batas-batas tertentu, bahkan, benda peninggalan sejarah itu sendiri menjadi tidak begitu penting dibandingkan cerita yang ada di balik benda-benda warisan budaya tersebut,” kata I Gde Pitana, Direktur Promosi Luar Negeri pada Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI.

Obyek wisata

Di sela-sela kegiatan Bursa Pariwisata Internasional (Internatinole Tourismus Borse/ITB) Berlin 2010, 10-14 Maret, Pitana menyempatkan diri mengunjungi sejumlah obyek wisata budaya di Berlin. Hasil pengamatan terhadap cara pengelolaan terhadap sejumlah peninggalan sejarah umat manusia itu memperlihatkan, setiap tapak warisan budaya merupakan aset potensial untuk dikembangkan dalam jasa industri pariwisata.

Sepenggal sisa Tembok Berlin sepanjang 1 kilometer yang merupakan saksi sejarah pemisahan Kota Berlin yang masing-masing dikuasai Barat dan Timur, misalnya, secara fisik bukanlah obyek wisata menarik.

Obyek wisata Tembok Berlin menjadi menarik karena ada kisah tentang tragedi kemanusiaan di balik keberadaannya. Bukan saja sudah dituliskan secara panjang lebar dalam buku-buku sejarah, aneka suvenir—mulai dari gantungan kunci, kartu pos, hingga fragmen yang disablon pada kaos—pun menjadi media penyampai makna kepada wisatawan. Bahkan, lewat lukisan mural yang ditorehkan di sepanjang tembok yang tersisa, para seniman memberikan makna baru atas tragedi kemanusiaan yang mengiringi keberadaannya.

”Belajar dari pengelolaan dan promosi peninggalan sejarah di berbagai belahan dunia, juga di Berlin, tampak bahwa nilai ekstrinsik dari suatu warisan budaya jauh lebih tinggi daripada nilai intrinsiknya,” kata Pitana.

Indonesia punya peluang yang jauh lebih luas untuk mengembangkan industri pariwisata berbasis warisan budaya. Langkah yang diperlukan adalah bagaimana memberinya makna lebih dalam kemasan industri pariwisata, sekaligus meletakkan keanekaragaman warisan budaya bangsa itu dalam konteks dan latar global.

Sementara dari arena ITB Berlin 2010, Paviliun Indonesia yang menempati areal seluas sekitar 800 meter persegi di antara sekitar 180 negara peserta dinobatkan sebagai paviliun terbaik ke-5 untuk zona Asia-Oceania.

Dalam keikutsertaan Indonesia yang melibatkan 80 industri pariwisata di ITB Berlin 2010 dari transaksi awal di arena pameran diperoleh komitmen dari agen perjalanan, sekitar 149.000 calon wisatawan yang akan berkunjung ke Indonesia. Dari jumlah ini diperkirakan nilai devisa yang akan masuk sekitar Rp 1,49 triliun. (KEN)

Sumber: http://cetak.kompas.com

Related Posts:

-