Surabaya - Dewan Kesenian Surabaya (DKS) siap membangkitkan kesenian ludruk, yang merupakan perpaduan antara lawak dengan sandiwara yang mengandung unsur kritik.
"Kami siap (membangkitkan ludruk), tapi kami masih menunggu turunnya anggaran dari Pemkot Surabaya untuk DKS," kata Ketua DKS Sabrot D Malioboro di Surabaya, Sabtu (6/3).
Ketua DKS periode 2009-2014 itu mengaku Wali Kota Surabaya sudah menjanjikan dana hibah untuk pengembangan DKS sebesar Rp100 juta per tahun yang diberikan Rp25 juta per triwulan.
"Kalau memang triwulan, bulan ini seharusnya sudah ada pencairan dana hibah itu, padahal kami sudah mempunyai program untuk pengembangan sejumlah komunitas kesenian, termasuk ludruk," katanya.
Bahkan, kata ketua yang terpilih sejak 18 Februari 2009 ini, lembaga yang dipimpinnya sudah menyiapkan acara besar menyambut HUT Surabaya pada akhir Mei mendatang.
"Meski begitu, komite sastra dan seni rupa sudah rutin menggelar diskusi karya-karya terbaru pada setiap bulan. Kalau anggaran turun, kami akan berikan dana untuk mereka," katanya.
Ditanya tentang pengurus DKS yang tidak aktif, ia menyebutkan hanya sekitar 15 persen dari 17 pengurus yang tidak aktif, namun aktivitas seniman memang tidak terjadwal.
"Kalau pun ada yang tidak datang ke sekretariat DKS, mereka umumnya telepon ke saya. Contohnya, mereka bilang sedang ada pameran bersama di luar Jatim," katanya.
Senada dengan itu, Ketua Bengkel Muda Surabaya Farid Syamlan yang juga Sekretaris II DKS mengatakan kepengurusan DKS dalam kurun setahun memang berupaya memperoleh anggaran dari Pemkot Surabaya.
"Tapi, mungkin rekan-rekan DKS belum terbiasa bekerja secara organisasi, sehingga pemberdayaan sanggar dan komunitas seniman yang menjadi kewajiban DKS terkesan 'mandeg' (terhenti)," katanya.
Peneliti ludruk James L Peacok (1963-1964) mencatat di Surabaya terdapat 594 grup ludruk, namun tahun 1980-an diperkirakan tinggal sekitar 20 grup.
Pemain ludruk yang cukup dikenal di Jatim adalah Markeso, Kartolo, dan sebagainya. Sedangkan pendobrak kesenian ludruk yang dikenal antara lain Cak Durasim. (Ant/OL-01)
Sumber: http://www.mediaindonesia.com
"Kami siap (membangkitkan ludruk), tapi kami masih menunggu turunnya anggaran dari Pemkot Surabaya untuk DKS," kata Ketua DKS Sabrot D Malioboro di Surabaya, Sabtu (6/3).
Ketua DKS periode 2009-2014 itu mengaku Wali Kota Surabaya sudah menjanjikan dana hibah untuk pengembangan DKS sebesar Rp100 juta per tahun yang diberikan Rp25 juta per triwulan.
"Kalau memang triwulan, bulan ini seharusnya sudah ada pencairan dana hibah itu, padahal kami sudah mempunyai program untuk pengembangan sejumlah komunitas kesenian, termasuk ludruk," katanya.
Bahkan, kata ketua yang terpilih sejak 18 Februari 2009 ini, lembaga yang dipimpinnya sudah menyiapkan acara besar menyambut HUT Surabaya pada akhir Mei mendatang.
"Meski begitu, komite sastra dan seni rupa sudah rutin menggelar diskusi karya-karya terbaru pada setiap bulan. Kalau anggaran turun, kami akan berikan dana untuk mereka," katanya.
Ditanya tentang pengurus DKS yang tidak aktif, ia menyebutkan hanya sekitar 15 persen dari 17 pengurus yang tidak aktif, namun aktivitas seniman memang tidak terjadwal.
"Kalau pun ada yang tidak datang ke sekretariat DKS, mereka umumnya telepon ke saya. Contohnya, mereka bilang sedang ada pameran bersama di luar Jatim," katanya.
Senada dengan itu, Ketua Bengkel Muda Surabaya Farid Syamlan yang juga Sekretaris II DKS mengatakan kepengurusan DKS dalam kurun setahun memang berupaya memperoleh anggaran dari Pemkot Surabaya.
"Tapi, mungkin rekan-rekan DKS belum terbiasa bekerja secara organisasi, sehingga pemberdayaan sanggar dan komunitas seniman yang menjadi kewajiban DKS terkesan 'mandeg' (terhenti)," katanya.
Peneliti ludruk James L Peacok (1963-1964) mencatat di Surabaya terdapat 594 grup ludruk, namun tahun 1980-an diperkirakan tinggal sekitar 20 grup.
Pemain ludruk yang cukup dikenal di Jatim adalah Markeso, Kartolo, dan sebagainya. Sedangkan pendobrak kesenian ludruk yang dikenal antara lain Cak Durasim. (Ant/OL-01)
Sumber: http://www.mediaindonesia.com