Peringatan Serangan Umum 1 Maret Bukan Romantika

Yogyakarta - Peringatan Serangan Umum 1 Maret jangan dipandang sebagai romantika perjuangan belaka. Sebaliknya, inilah saatnya generasi muda didorong untuk melanjutkan perjuangan lewat keterlibatan di segala bidang.

Hal itu dikatakan Ketua Umum Paguyuban Wehrkreise (Daerah Perlawanan) III atau PWK-III Yogyakarta Suktojo Tjokroatmodjo dalam Musyawarah Besar V PWK-III Yogyakarta, Sabtu (1/3).

"Peringatan Serangan Umum 1 Maret sekarang bukan lagi mengenang perang. Ini lebih ke ajang silaturahmi dan penentuan arah pelaku perjuangan untuk melanjutkan perjuangan dengan cara apa," katanya.

Untuk itu, Suktojo berharap, apa yang telah dicapai pejuang- pejuang bisa dilanjutkan generasi muda. Perjuangan itu, ujarnya, harus dilakukan siapa pun bukan hanya mereka yang keturunan langsung dari pejuang. "Ini perjuangan bersama. Bukan berarti hanya anak maupun cucu pejuang yang punya kewajiban ini. Semua orang yang telah diwarisi kemerdekaan wajib untuk berjuang," paparnya.

Dalam musyawarah itu, mantan Menteri Keuangan JB Sumarlin hadir. Ia menuturkan, generasi pascakemerdekaan dapat berjuang di segala bidang. "Pemuda tidak harus melulu berjuang lewat politik, pemerintahan, atau ketentaraan. Mereka bisa menjadi apa pun dan berjuang lewat bidang-bidang yang ditekuni," tuturnya.

Menurut Sumarlin, jiwa patriotisme di masa sekarang harus dibalut dengan profesionalisme karena zaman telah berubah. "Kita tidak lagi berjuang dengan senjata tapi dengan karya lewat pendidikan maupun kerja. Semua bidang itu menuntut perjuangan dan profesionalisme yang berbeda," katanya. Kaum muda

Para pelajar menganggap kisah kepahlawanan pada masa perjuangan fisik, seperti peristiwa Serangan Umum 1 Maret, adalah hal menarik guna menumbuhkan karakter cinta Tanah Air. Hanya pemaparan kisah itu terlalu teoretis dan kronologis.

Yosef Purnama Adi, siswa SMA Pangudi Luhur Yogyakarta kelas X, menyatakan, pelajaran sejarah tentang kepahlawanan, upacara peringatan seperti Serangan Umum 1 Maret, hingga museum belum memuaskan untuk mendapat kisah-kisah di belakang layar.

Ia tahu kronologis Serangan Umum 1 Maret secara garis besar, tapi kurang bisa menjiwai karena tak paham nuansa sesungguhnya saat peristiwa itu. Ini seperti bagaimana pemikiran pejuang dan Belanda termasuk kondisi psikologisnya dan pemikiran dunia internasional. (PRA/A11)

Sumber: http://regional.kompas.com
-

Arsip Blog

Recent Posts