Melintas Alam Liar Danau Sentarum di Kalbar

Oleh: Muhlis Suhaeri

Suara mesin menderu. Kami berburu melawan waktu. Bagai sebuah pertandingan, kami seolah saling kejar, sikut dan menjatuhkan. Tak ada yang mengalah. Memperebutkan satu piala: kami harus segera sampai tujuan.

Sore yang indah bagi sebuah perjalanan. Langit cerah terlihat pada semua bidang. Hanya sepetak awan mengantung pada sebelah sisi cakrawala. Menyisakan gumpalan-gumpalan awan berjajar dan tak teratur. Terlihat bagai cabikan daging yang melepuh termakan waktu. Pucat dan kuyu.


Pada sebuah tepian sungai Nanga Suhaid, serombongan perahu cepat speed boat bersandar di dermaga. Masyarakat sekitar biasa menyebut perahu cepat ini dengan sebutan speed. Perahu ini dari serat fiber glas dengan mesin 40 pk. Cukup untuk menampung lima orang. Ukuran perahu selebar satu setengah dan panjang empat meteran. Tinggi perahu dari permukaan air sekitar setengah meter. Warna cat perahu berwarna-warni. Kontras dengan pemandangan alam sekitar, yang hijau menghampar. Riak dan gelombang sungai, membuat perahu bergoyang. Laksana boneka kecil sedang ditimang dalam momongan.

Hari itu kami menuju Lanjak. Perjalanan ini merupakan rangkaian dari kunjungan kerja Wakil Gubernur LH. Kadir ke beberapa wilayah di Kabupaten Kapuas Hulu. Sebelumnya, kami melakukan perjalanan dengan mobil dari Pontianak menuju Sejiram, Kecamatan Seberuang, Kapuas Hulu.

Dari arah Sintang menuju Sejiram, sebagian besar jalan hancur. Di Sejiram rombongan menginap. Paginya, ada pertemuan dengan berbagai elemen masyarakat. Wakil Gubernur menyerahkan sumbangan bibit karet dan sumbangan untuk gereja di Sejiram. Gereja Santo Fidelis di Sejiram merupakan gereja tertua di Kalbar. Ordo Fratrum Minorum Capucinorum, Ofm Cap, Kongregasi Imam Katolik dari Belanda, membangun gereja pada tahun 1890. Seiring dengan masuknya agama Kristen di Kalbar. Sekarang ini, pemerintah telah menetapkan gereja sebagai peninggalan bersejarah dan dilindungi.

Dari Sejiram, rombongan melanjutkan perjalanan menuju Kecamatan Nanga Suhaid. Di Nanga Suhaid rombongan berhenti dan mengadakan tatap muka dengan masyarakat. Dari sinilah, rombongan melanjutkan perjalanan menuju Lanjak. Hancurnya infrastruktur jalan, membuat rombongan menggunakan perahu cepat. Perjalanan dengan perahu lebih efisien dan menghemat waktu. Bayangkan! Bila melalui jalan darat, kita harus meluangkan waktu sekitar 8-9 jam. Dengan perahu cepat, hanya butuh waktu sekitar satu setengah jam saja.

Lanjak merupakan satu wilayah di Kecamatan Batang Lupar, Kapuas Hulu. Kami berlima dalam perahu. Dini Hariyanto, Yunus, Budi, Susano, dan aku sendiri. Tiga orang pertama adalah pegawai Pemda Kapuas Hulu, bagian protokoler dan Polisi Pamong Praja. Nama keempat merupakan supir perahu, atau biasa disebut motoris. Dini seorang yang aktif dan banyak bercerita. Yunus dan Budi lebih banyak diam. Dini mampu menyemarakkan suasana. Dini duduk di depan bareng Susano.

Kami bercanda sepanjang perjalanan. Suara musik dari seperangkat tape recorder, juga menyemarakkan suasana. Meski lagu house music yang diperdengarkan tak karuan juntrungnya, namun cukuplah menemani selama perjalanan.

Perjalanan ini membuat adrenalin yang ada di tubuhku seakan bergolak. Sebuah perjalanan yang kunanti. Menjelajah alam liar. Penuh tantangan dan petualangan. Belasan perahu telah berangkat duluan. Kami perahu terakhir. Ketika pertama kali gas ditarik, Dini, Yunus dan Susano mencondongkan badannya ke depan. Cara itu dilakukan, agar moncong perahu tidak naik ke atas. Deru suara mesin membelah air danau. Menyisakan buih dan cipratan pada buritan perahu.

Selama menit-menit pertama, perahu melaju dengan kecepatan sedang. Menerobos permukaan sungai Kapuas yang airnya sedang pasang. Susano melakukan gerakan memutar dan menghindar, bila dilihatnya ada gelondongan dan serpihan kayu menghadang. Perahu wana merah dengan tulisan New River itu, seolah menari-nari di atas air. Kami yang ada di perahu makin duduk merapat, menikmati hempasan demi hempasan.

Pemandangan sungai Kapuas sungguh elok. Deretan tetumbuhan hutan tropis berjajar di sepanjang sisi sungai. Bentangan air sungai Kapuas berwarna hijau agak kecoklatan memisahkan deretan itu. Sungguh perpaduan fantastik dan eksotik. Aku yakin, andai pelukis Van Gogh masih hidup, dia akan menyapukan kuas dan mendokumentasikan keindahannya. Setara dengan rona keindahan lukisan Sun Flowers-nya.

Perahu melaju dengan kecepatan sekitar 40 perjam. Kami melewati aliran sungai Kapuas. Sekitar 30 menit berlalu, perahu mulai memasuki wilayah danau. Luas danau Sentarum sekitar 80 ribu hektar tahun 1992. Data terakhir, danau ini seluas 90 ribu hektar. Rencananya, pemerintah akan memperluas area danau hingga 132 ribu hektar.

Sangking luasnya, tepian danau seakan tak terlihat. Deretan bebukitan yang mengitari danau, hanya menyembulkan seujung garis putih saja. Beberapa kali, perahu menerobos celah tumbuhan danau. Tujuannya, untuk memangkas dan memperpendek jarak tempuh. Tentu saja perahu harus mengendorkan lajunya, bila melewati celah itu. Bila tidak, siap-siap saja dahan atau ranting akan menggores tubuh.

Lebih fatal lagi, perahu akan menabrak pohon. Meski sudah melewati daerah ini puluhan kali, orang bisa saja tersesat dan berputar-putar pada daerah yang sama. Penanda jalur perjalanan sedikit sekali jumlahnya. Seorang motoris hanya mengandalkan pengalaman dan daya ingatnya, bila berhadapan dengan jalur ini. Biasanya, deretan bukit dan pohon dijadikan sebagai tanda, di mana perahu harus berbelok dan mengarah.

Langit mulai berubah. Mendung mulai memayungi area danau. Awan hitam merata pada semua sisi. Tak lama, gerimis mulai turun. Kami menarik terpal warna hijau di buritan perahu. Segera saja, terpal dengan batangan besi itu, memayungi badan perahu. Ombak di danau mulai terasa. Menggoyangkan perahu berukuran kecil itu. Perahu mengurangi laju dan mulai berjalan pelan.

Motoris melongokkan kepala keluar. Dia mencari celah dan memecah ombak, agar perahu tidak terhempas. Sebuah kerja penuh perhitungan dan pengalaman tersendiri. Tinggi ombak memang tidak seberapa. Antara puncak tertinggi dan terendahnya, sekitar 30-40 cm. Namun, bila tidak cukup hati-hati, ombak sanggup menggulingkan perahu.

Bila sedang berhadapan dengan kondisi alam seperti ini, setegar apa pun seseorang, nyali bisa ciut juga. Ya, perasaan itu manusiawi sifatnya. Bagaimana dengan orang yang sudah terbiasa melintas di danau?

“Ada perasaan takut juga sih,” kata Susano.

Perahu tetap melaju meski terjadi hujan dan gelombang. Tak ada pilihan lagi. Mau ke tepi juga jauh. Satu-satunya pilihan, perahu mesti berjalan pelan menembus ombak. Setelah sekitar 15 menit diterpa hujan dan gelombang danau, cuaca mulai mereda. Kami langsung menyingkapkan terpal. Gas perahu ditarik. Dan suara mesin kembali memecah keheningan danau air tawar terlengkap speciesnya di dunia ini.

Menurut data di Suaka Margasatwa Danau Sentarum, ada sekitar 207 jenis flora yang tercatat di Sentarum. Ada sekitar 120 jenis ikan. Jenis ikan itu antara lain, arwana Sclerophages formosus, belida Chitala lopis, toman Channa micropeltes, betutu Oxyeleotris marmorata, jelawat Leptobarbus hoevenii, ulanguli Botia macracanthus, dan lainnya.

Berbagai jenis fauna yang populasinya tinggal sedikit dan terancam punah, juga ada di sini. Fauna itu adalah, burung rangkong (Nasalis larvatus), orangutan (Pongo pygmaeus), buaya muara Crocodylus porosus, buaya sinyulong Tomistoma schlegelli, buaya siam Crocodylus siamensisi, macan dahan Neofelis nebulosa, ruai Argusianus argus, bangau susu Ciconia starmii, dan lainnya. Kabarnya, ada 12-16 jenis species yang belum ada nama latinnya.

Pemerintah pusat menetapkan danau Sentarum sebagai suaka margasatwa melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 757/Kpts-II/Um/10/1982 tanggal 12 Oktober 1982.
Danau ini menawarkan banyak hal. Selain potensi ikan air tawar berlimpah jumlahnya, danau juga menyediakan berbagai potensi. Ada pulau Putri Melayu dan Tekenang. Pulau ini akan dijadikan obyek wisata alam. Ada potensi ilmiah yang bisa dijadikan berbagai obyek penelitian. Karenanya, pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu, mencanangkan wilayah ini sebagai obyek ecotourism.

Tak heran jika di pulau Tekenang, ada pusat penelitian dan kantor suaka marga satwa. Danau Sentarum merupakan danau air tawar cukup unik. Bila musim hujan, area danau akan tergenang. Air danau berwarna merah agak kehitaman. Warna itu muncul karena hutan gambut di sekitarnya.

Danau Sentarum merupakan penyeimbang debit air di sungai Kapuas. Bila air sungai mulai menurun, maka air danau mengalir menuju sungai Kapuas. Kondisi itulah yang membuat debit sungai air Kapuas cenderung normal. Bila musim kemarau, permukaan danau akan kering di beberapa bagian. Pada saat itulah, ikan dalam jumlah ribuan ton, akan mengumpul pada beberapa sisi danau.

Pada beberapa bagian danau, terlihat pohon hitam melepuh. Area itu bekas terbakar pada musim kemarau. Menyisakan batang pohon yang memancang. Pemandangan ini memberi warna tersendiri pada kondisi danau.

Setelah melintas alam liar danau Sentarum hingga satu setengah jam, kami sampai Lanjak. Di sepanjang pinggiran danau, deretan kayu terapung di air dan terikat satu dengan lainnya. Sebagian telah terangkat ke darat dan tertata dengan rapi. Namun, banyak juga yang teronggok di sepanjang jalan.

Kayu itu memang dihanyutkan ke sekitar Lanjak. Kayu berasal dari berbagai wilayah di sekitar danau. Biasanya, kayu yang sudah berada di sekitar Lanjak, akan diangkut dengan jalan darat menuju perbatasan. Setelah itu akan dibawa ke Malaysia. Dengan dilarangnya masyarakat melakukan penebangan liar, nasib kayu itu juga tak tentu arah. Senasib dengan kondisi masyarakat sekitar. Yang juga terpuruk kehidupannya.

Begitulah perjalananku hari itu. Melintasi sungai dan danau air tawar, memberi pengalaman tersendiri bagi kehidupanku. Betapa potensi alam nan luas dan menghampar, masih menyisakan sebuah tanda tanya.

Akankah, potensi itu dibiarkan sedemikian rupa dan tak tersentuh? Atau, dia akan dipoles, bak layaknya seorang penari? Yang akan berlenggak-lenggok mengitari arena, dan membuat siapa pun mata memandangnya, akan terbelalak dan terpana dibuatnya?

Tentunya, hal itu menjadi tanggung jawab kita bersama. Nah, kalau Anda mau mencoba dan berpetualang alam liar, silahkan datang ke sana. Dijamin, Anda tak akan pernah menyesal.***

Edisi cetak, minggu pertama, Desember 2005, Matra Bisnis

Sumber: http://muhlissuhaeri.blogspot.com
-

Arsip Blog

Recent Posts