Oleh: Bagus Kurniawan
Wisatawan mancanegara boleh bilang, wisata alam di Indonesia sungguh eksotik dibanding dengan negara lain. Negara Singapura rupanya tidak ingin kalah dengan negara tetangga lainnya di Asia Tenggara ketika menjual berbagai paket wisata.
Seperti yang dilakukan di Pulau Sentosa yang terletak di salah satu ujung Pulau di Singapura. Pulau yang sebelumnya merupakan tempat tinggal atau kampung nelayan dan benteng pertahanan Jepang saat Perang Dunia II itu disulap menjadi kawasan wisata yang menarik. Penduduk yang mayoritas nelayan direlokasi dengan diberikan kompensasi pindah ke kawasan lain.
Di tempat itu kemudian dijadikan sebuah tempat wisata dengan pertunjukan andalannya "Song of the Sea." Sebuah pertunjukan mirip operet di pinggir pantai yang dilakukan setiap pukul 20.40 waktu setempat. Untuk menyaksikannya, penonton harus merogok kocek sebesar 20 dolar Singapura.
Karena marketing yang bagus, mereka mampu menggaet wisatawan untuk menyaksikan acara ini. Tak heran bila yang menonton pun selalu berjubel. Tidak kurang 500 orang menonton di setiap kali pertunjukan.
"Itu pada hari biasa. Kalau hari libur bisa mencapai lebih dari 700 orang, terutama dari Malaysia, Hong Kong atau Cina," kata Rahman salah seorang pemandu wisata.
Paket yang ditawarkan adalah menonton pertunjukan 'Song of the Sea' dari pinggir pantai sambil melihat indahnya langit saat matahari hendak terbenam dengan warna jingga keemasan. Padahal di Indonesia terutama yang tinggal di pinggir pantai bisa menyaksikan lebih indahnya matahari terbenam dibandingkan saat di Singapura.
Sebelum pertunjukan digelar, beberapa petugas dengan ramah mengarahkan pintu masuk dan tempat duduk. Penonton duduk menempati bangku panjang bertrap menghadap ke laut. Panggung pertunjukan berada di laut yang agak dangkal dengan dekorasi rumah nelayan berbentuk panggung dari kayu. Sound system ditempatkan di depan penonton.
Pertunjukan sendiri dimulai dari tampilnya 6 orang pemain yang memainkan gerak dan lagu seperti pertunjukan operet di Indonesia. Karena penonton kebanyakan warga Malaysia, maka cara menyapanya dengan mengatakan 'bagaimana Malaysia.'
Lucunya lagu yang ditampilkan adalah lagu milik Indonesia berjudul "Mana di mana, mana anak kambing saya" serta lagu Mandarin. Beberapa penonton pun ada yang langsung bertepuk tangan saat lagu itu dinyanyikan.
Pertunjukan dilanjutkan dengan sebuah cerita di desa di kawasan pantai. Visualisasi tokoh-tokoh cerita dipertunjukkan dengan sebuah gambar yang muncul dari semprotan air dipadu sinar laser warna-warni dari belakang panggung penonton. Semburan api dari panggung rumah nelayan juga muncul berkali-kali. Dentuman tata suara ribuan watt juga dibuat dahsyat, sehingga penonton terkagum-kagum.
Akhir pertunjukan diakhiri dengan happy ending yang diakhiri dengan permainan semburan air, dan pesta kembang api ke udara dari pinggir Pulau Sentosa. Para pemain memandu penonton untuk bertepuk tangan. Para penonton pun bergembira dan takjub dengan pertunjukan malam itu.
"Song of the Sea akan berakhir pada akhir tahun 2008. Dua tahun ke depan, pertunjukan seperti itu sudah tak ada lagi. Diganti yang lain dan akan dibangun gedung dan acara baru. Pulau itu juga akan berubah," kata Rahman.
Untuk mendukung kegiatan wisata, kata dia, pemerintah Singapura juga mendirikan sebuah Akademi Parawisata di Pulau Sentosa. Itulah cara Singapura mendatangkan wisatawan dari berbagai negara untuk datang mengunjungi bertempat yang hanya berpendudukan 4,5 juta jiwa. Sedangkan jumlah wisatawan yang datang pada tahun 2007 sebanyak 9,2 juta atau dua kali lipat jumlah penduduk bekas koloni Inggris itu. (bgs/asy)
Sumber: http://www.detiknews.com
Wisatawan mancanegara boleh bilang, wisata alam di Indonesia sungguh eksotik dibanding dengan negara lain. Negara Singapura rupanya tidak ingin kalah dengan negara tetangga lainnya di Asia Tenggara ketika menjual berbagai paket wisata.
Seperti yang dilakukan di Pulau Sentosa yang terletak di salah satu ujung Pulau di Singapura. Pulau yang sebelumnya merupakan tempat tinggal atau kampung nelayan dan benteng pertahanan Jepang saat Perang Dunia II itu disulap menjadi kawasan wisata yang menarik. Penduduk yang mayoritas nelayan direlokasi dengan diberikan kompensasi pindah ke kawasan lain.
Di tempat itu kemudian dijadikan sebuah tempat wisata dengan pertunjukan andalannya "Song of the Sea." Sebuah pertunjukan mirip operet di pinggir pantai yang dilakukan setiap pukul 20.40 waktu setempat. Untuk menyaksikannya, penonton harus merogok kocek sebesar 20 dolar Singapura.
Karena marketing yang bagus, mereka mampu menggaet wisatawan untuk menyaksikan acara ini. Tak heran bila yang menonton pun selalu berjubel. Tidak kurang 500 orang menonton di setiap kali pertunjukan.
"Itu pada hari biasa. Kalau hari libur bisa mencapai lebih dari 700 orang, terutama dari Malaysia, Hong Kong atau Cina," kata Rahman salah seorang pemandu wisata.
Paket yang ditawarkan adalah menonton pertunjukan 'Song of the Sea' dari pinggir pantai sambil melihat indahnya langit saat matahari hendak terbenam dengan warna jingga keemasan. Padahal di Indonesia terutama yang tinggal di pinggir pantai bisa menyaksikan lebih indahnya matahari terbenam dibandingkan saat di Singapura.
Sebelum pertunjukan digelar, beberapa petugas dengan ramah mengarahkan pintu masuk dan tempat duduk. Penonton duduk menempati bangku panjang bertrap menghadap ke laut. Panggung pertunjukan berada di laut yang agak dangkal dengan dekorasi rumah nelayan berbentuk panggung dari kayu. Sound system ditempatkan di depan penonton.
Pertunjukan sendiri dimulai dari tampilnya 6 orang pemain yang memainkan gerak dan lagu seperti pertunjukan operet di Indonesia. Karena penonton kebanyakan warga Malaysia, maka cara menyapanya dengan mengatakan 'bagaimana Malaysia.'
Lucunya lagu yang ditampilkan adalah lagu milik Indonesia berjudul "Mana di mana, mana anak kambing saya" serta lagu Mandarin. Beberapa penonton pun ada yang langsung bertepuk tangan saat lagu itu dinyanyikan.
Pertunjukan dilanjutkan dengan sebuah cerita di desa di kawasan pantai. Visualisasi tokoh-tokoh cerita dipertunjukkan dengan sebuah gambar yang muncul dari semprotan air dipadu sinar laser warna-warni dari belakang panggung penonton. Semburan api dari panggung rumah nelayan juga muncul berkali-kali. Dentuman tata suara ribuan watt juga dibuat dahsyat, sehingga penonton terkagum-kagum.
Akhir pertunjukan diakhiri dengan happy ending yang diakhiri dengan permainan semburan air, dan pesta kembang api ke udara dari pinggir Pulau Sentosa. Para pemain memandu penonton untuk bertepuk tangan. Para penonton pun bergembira dan takjub dengan pertunjukan malam itu.
"Song of the Sea akan berakhir pada akhir tahun 2008. Dua tahun ke depan, pertunjukan seperti itu sudah tak ada lagi. Diganti yang lain dan akan dibangun gedung dan acara baru. Pulau itu juga akan berubah," kata Rahman.
Untuk mendukung kegiatan wisata, kata dia, pemerintah Singapura juga mendirikan sebuah Akademi Parawisata di Pulau Sentosa. Itulah cara Singapura mendatangkan wisatawan dari berbagai negara untuk datang mengunjungi bertempat yang hanya berpendudukan 4,5 juta jiwa. Sedangkan jumlah wisatawan yang datang pada tahun 2007 sebanyak 9,2 juta atau dua kali lipat jumlah penduduk bekas koloni Inggris itu. (bgs/asy)
Sumber: http://www.detiknews.com