Borobudur, Jawa Tengah - Dari 707 peserta dari berbagai provinsi Tanah Air, akhirnya terpilih 22 finalis pemilihan Ratu Jamu Gendong dan Jamu Gendong Teladan 2014. Malam final akan berlangsung di pelataran di Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, 5-7 Desember.
"Rangkaian audisi dengan total peserta 707 orang berlangsung di tujuh kota sejak Agustus hingga Oktober lalu, sedangkan final di Candi Borobudur," kata Ketua Panitia Pemilihan Ratu Jamu Gendong dan Jamu Teladan 2014, Aries Rahardjo, di Borobudur, Jumat sore.
Sebanyak tujuh kota di Pulau Jawa yang menjadi tempat audisi itu, yang didukung PT Jamu Jago itu, adalah Jakarta, Bogor, Bandung, Cikampek, Cirebon, Semarang, dan Solo, dengan peserta berasal dari daerah-daerah sekitar tempat audisi itu.
Ia mengatakan kegiatan itu telah dirintis sejak 2008 dengan jumlah peserta yang meningkat dari tahun ke tahun.
Akan tetapi, katanya, pekerjaan sebagai penjual jamu gendong sebagai penghidupan yang menjanjikan perolehan ekonomi yang baik. Pihaknya secara cermat menyeleksi peserta audisi tersebut hingga babak final.
"Mereka memang setiap hari bekerja sebagai penjual jamu keliling, yang dikenal sebagai jamu gendong. Mereka juga mendapatkan pembinaan dari pemerintah melalui Badan Pengawasan Obat dan Makanan untuk menjamin kelayakan konsumsi jamu," katanya.
Kriteria penilaian pemilihan Ratu Jamu Gendong dan Jamu Gendong Teladan 2014, antara lain pengetahuan peserta tentang jamu, kemampuan menyeduh dan menjual, keterampilan interpersonal, etika, dan penampilan. Peserta pemilihan Ratu Jamu Gendong berusia 18-35 tahun, sedangkan Jamu Gendong Teladan 35-55 tahun.
Penjaja jamu gendong sudah cukup jarang ditemui, terkhusus di kota-kota besar semisal Jakarta. Penampilan mereka --semuanya perempuan-- sangat khas, rambut digelung berkonde, berbusana kebaya dan kain pelekat jarik Jawa dengan kaki beralas sandal jepit.
Sebakul penuh botol-botol jamu dan satu botol besar air beras kencur, termos air panas, gelas-gelas kaca ukuran kecil, dan botol berisi air gula jawa plus telur-telur ayam plus kelengkapan lain-lain, ada di punggung bawah mereka, sedikit di atas pinggul, yang diikat dengan kain stagen panjang, melintang dari salah satu bahu mereka.
Kain stagen inilah yang menjadi "dompet" mereka, berisi uang penghasilan dan uang kembalian ada di sana, juga kertas catatan.
Air beras kencur jadi "campuran universal" jamu-jamu itu, air gula jawa untuk menetralkan rasa pahit jamu, dan telur ayam untuk menambah kinerja jamu-jamu tertentu yang mereka tawarkan.
Mereka berjalan kaki ke tempat-tempat yang mereka anggap "potensial". Sapaan mereka --kerap disapa mbok jamu, mbak jamu, atau tukang jamu-- kepada pelanggan atau calon pelanggannya adalah, "Jamunya Mas... "
Direktur Utama PT Jamu Jago, Ivana Suprana, didampingi Direktur Pemasaran, Vincent Suprana, dan Manajer Proyek, Vicky Budirahardjo, mengatakan, kegiatan itu bagian dari upaya perusahaan jamu yang berdiri pada 1918 itu, dalam melestarikan warisan tradisi budaya bangsa.
"Seni merawat kesehatan dan pengobatan dengan bahan-bahan alami atau lebih sering disebut jamu, sudah turun-temurun. Warisan budaya inilah yang harus dipertahankan dan dilestarikan karena merupakan kebanggaan bangsa Indonesia," katanya.
Ia mengemukakan pentingnya usaha menggalakkan budaya minum jamu oleh masyarakat, termasuk generasi muda Indonesia.
Mereka yang terpilih sebagai Ratu Jamu Gendong, selanjutnya bertugas sebagai "Duta Jamu" dalam berbagai kegiatan, baik skala nasional maupun internasional.
Puncak final Pemilihan Ratu Jamu Gendong dan Jamu Gendong Teladan 2014 pada Minggu (7/12), rencananya ditandai dengan berbagai acara, antara lain karnaval kesenian dengan penyerahan rekor MURI, kunjungan ke desa wisata, dan peluncuran produk jamu dalam kemasan.
Sumber: http://www.antaranews.com