Sego Abang Jirak Gunung Kidul

Oleh Mawar Kusuma Wulan

Bagi kebanyakan kita, tiada hari terlewatkan tanpa mengonsumsi nasi putih. Keanekaragaman rasa makanan hanya tercipta dari variasi lauk pendamping nasi.

Warung Makan Sego Abang Jirak yang terletak di samping Jembatan Jirak, Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta, menyajikan nasi merah sebagai menu khas utama.

Sego abang atau nasi merah merupakan hasil produk pertanian di ladang tadah hujan. Di wilayah Gunung Kidul dengan curah hujan rendah dan jenis tanah berbatu, hanya padi tadah hujan yang sanggup tumbuh subur. Sebagian dari jenis padi tadah hujan tersebut menyajikan nasi berwarna merah dengan cita rasa unik, yaitu tidak lembek dan gurih.

Saat ini, beras merah memang sudah jamak beredar di pasaran. Di Warung Makan Sego Abang Jirak, nasi merah bukan sekadar sajian dari beras merah. Pemilik warung, Purwanto (62), mengaku benar-benar menjaga nilai tradisional sego abang, mulai dari cara pemetikan padi, pengolahan menjadi beras, hingga penyajian di atas meja.

Purwanto telah menjalin kerja sama dengan petani penanam padi tadah hujan jenis gogo, mendel, atau segreng yang ketiganya menghasilkan padi berwarna merah. Umur tanam padi jenis tersebut serupa dengan padi sawah, tetapi dengan produktivitas lebih rendah.

Pemanenan padi sengaja dilakukan helai per helai dengan pemotongan batang padi menggunakan ani-ani. Warung Makan Sego Abang Jirak hanya menerima buliran padi yang belum terpisah dari batangnya. Pegawai di warung tersebut kemudian yang memisahkan beras merah dari sekam dengan cara menumbuk.

Padi yang ditumbuk jumlahnya disesuaikan dengan banyaknya beras merah yang akan dimasak. Memasak beras merah pun harus menggunakan tungku tanah liat memakai kayu bakar. Beras harus diaru sebelum kemudian ditanak menggunakan kukusan dari anyaman bambu (soblok). Cara memasak tersebut membuat rasa nasi lebih gurih dan lunak, tetapi tidak lembek.

Berbeda dengan nasi putih yang matang hanya dalam setengah jam, nasi merah baru siap dihidangkan setelah dimasak selama tiga per empat jam. Nasi merah mulai siap dinikmati pengunjung dari pukul 08.00-15.00. Tingginya minat pengunjung menyebabkan warung selalu buka tujuh hari dalam sepekan, kecuali jika ada acara hajatan keluarga.

Sayur lombok ”ijo”

Dalam satu hari, menurut anak perempuan Purwanto, Parmi, mereka memasak nasi merah dua kali, yaitu pagi dan tengah hari. Selain sego abang, pengunjung di warung tersebut juga tak bakal sanggup melupakan kenikmatan sayur lombok ijo sebagai pendamping nasi.

Sayur lombok ijo yang kaya kuah santan ini diracik dari potongan cabai hijau yang dipadukan dengan tempe kedelai. Tumisan tempe yang digunakan sebagai pelengkap sayur pun bukan tempe sembarangan. Tempe tersebut harus dibuat dengan cara tradisional dan dibungkus daun pisang atau daun jati.

Kuah santan dengan racikan bumbu berupa bawang merah, bawang putih, jahe, dan kemiri ini menghadirkan rasa gurih bercampur pedas. Pengunjung yang ingin menambah rasa pedas sayur bisa menambah pesanan berupa sambal terasi serta sambal bawang.

Selain sayur lombok ijo, juga tersedia lauk lain untuk pendamping, seperti daging sapi goreng, iso babat goreng, ikan wader goreng, dan urap trancam. Sebagai buah tangan, Warung Makan Sego Abang Jirak juga menyediakan aneka camilan khas Gunung Kidul, seperti kacang mede serta belalang goreng.

Tak hanya menu makanannya yang khas, suasana di dalam warung pun mempertahankan suasana khas pedesaan. Tembok warung masih berupa dinding anyaman bambu. Pengunjung pun bisa memilih duduk di kursi maupun lesehan di atas balai-balai kayu yang dilambari alas tikar pandan. Seluruh menu makanan disajikan dalam piring-piring terpisah, seperti layaknya di rumah makan nasi padang.

Untuk seluruh kenyamanan dan kenikmatan yang diraih memang ada harga setimpal yang harus dibayar. Parmi mengaku tetap mempertahankan gaya penyajian warung yang tidak mencantumkan menu serta daftar harga. Biasanya pengunjung baru tahu harga makanan ketika membayar di kasir.

Satu porsi sego abang hanya dijual seharga Rp 2.000 dan sayur lombok hijau Rp 3.000. Sementara, satu piring daging sapi dihargai Rp 40.000, satu piring iso babat Rp 20.000, satu piring ikan wader Rp 15.000, dan Rp 2.500 untuk sepiring urap trancam.

Setelah menikmati sajian sego abang dan sayur lombok ijo di Gunung Kidul, beberapa pengunjung mengaku sering kali ketagihan. Untuk menikmati suasana yang lebih tenang dan sepi, sebaiknya tidak berkunjung ketika jam makan siang, akhir pekan, apalagi hari Lebaran. Warung akan penuh sesak. Kerinduan akan tradisi memang selalu menggairahkan untuk dinikmati, seperti sego abang dari Gunung Kidul….

Sumber: http://travel.kompas.com
-

Arsip Blog

Recent Posts