Jakarta Barat- Memasuki Warung Sate Betawi Haji Suaip di Jalan Kemandoran I, Grogol Utara, Jakarta Barat, aroma harum daging kambing yang dibakar langsung menyergap hidung. Perut yang sedari subuh belum terisi pun langsung keroncongan.
Rabu (24/9) sekitar pukul 17.00, beberapa pembeli sudah menempati kursi dan meja di Warung Suaip. Mereka rupanya ingin berbuka puasa dengan menyantap sate di warung tersebut. "Kalau datang mendekati magrib, saya khawatir kehabisan sate," kata salah seorang di antara mereka.
Di depan meja mereka, tiga piring sate, tiga piring gulai, tiga piring nasi, setoples acar, dan beberapa gelas minuman sudah tersaji rapi. Aromanya menguap ke udara, tertangkap hidung, dan memicu keluarnya air liur. Sungguh ini godaan bagi orang yang sedang berpuasa.
Pada jam yang sama, sejumlah pembeli datang dan pergi mengambil pesanan sate atau gulai. Kebanyakan dari mereka membeli minimal dua porsi untuk dinikmati bersama keluarga di rumah. Ada pula yang membeli berporsi-porsi untuk sajian acara tertentu. "Mereka memesan lewat telepon sejak pagi dan siang hari," ujar Haji Suaip (57), Rabu sore.
Di luar bulan Ramadhan, warung sate yang buka mulai pukul 11.00 hingga 21.00 ini ramai pada jam makan siang. Pembeli harus rela antre sekadar untuk mencicipi satu porsi sate.
Sate Haji Suaip memang istimewa. Daging kambing yang disate terasa lembut dan pas matangnya. Dari sepuluh tusuk sate (1 porsi) yang saya santap sore itu, tidak ada satu tusuk pun yang dagingnya hangus.
Rasa satenya pun pas, tidak terlalu manis, terlalu asin, atau terlalu gurih. Pembeli rasanya tidak perlu menambah garam atau kecap. Cukup menambah air jeruk limau dan sambal bagi yang suka pedas.
Sate itu terasa lebih nikmat jika dibubuhi bumbu kacang yang gurih dan kental. Haji Suaip sempat membocorkan sedikit rahasia dapurnya. "Saya menggunakan kacang tanah, kacang mete, dan kemiri untuk bumbu sate. Makanya, bumbunya gurih," jelas dia.
Cara menyembelih
Keistimewaan lain, sate Haji Suaip sama sekali tidak berbau kambing meski bahan bakunya 100 persen daging kambing. "Ada pelanggan saya yang tadinya sama sekali tidak doyan daging kambing, tetapi setelah mencicipi sate kambing saya jadi ketagihan," kata Haji Suaip.
Orang yang dimaksud itu namanya Udin, warga Cimanggis, Depok. Udin mengaku, awalnya dia mencicipi satu-dua tusuk sate. "Sekarang kalau tidak makan satu porsi plus satu mangkuk gulai, rasanya kurang puas," kata dia.
Bagaimana bau daging kambing bisa dihilangkan? Haji Suaip mengatakan, itu bergantung pada cara menyembelih. Namun, dia tidak bisa menjelaskan maksudnya lebih lanjut. "Itu sulit dijelaskan, tetapi harus dipraktikan," kata dia.
Selama berjualan sejak tahun 1970-an, Haji Suaip memilih menyembelih kambing sendiri. "Saya tidak pernah membeli daging kambing dari orang lain," ujarnya.
Dalam sehari, Haji Suaip menyembelih satu atau dua kambing. Jika banyak pesanan, dia bisa menyembelih 10 kambing. "Makanya, ane mungkin orang yang paling berdosa sama kambing. Tiap hari kerjanya motong kambing melulu," ujarnya sambil terkekeh.
Selain sate, Warung Haji Suaip juga menyediakan menu gulai dan sop kambing. Belakangan, Haji Suaip juga menyediakan ikan bakar dan ayam bakar. Kalau Anda beruntung, kadang Haji Suaip memberi bonus sayur asem betawi yang alamak....
Harga makanan di warung itu tidak sampai menguras kantong. Seporsi sate dijual Rp 20.000, semangkuk gulai atau sop Rp 12.500, dan ikan bakar per porsi rata-rata Rp 20.000. Haji Suaip mengaku, jika dia memotong satu kambing, omzetnya sekitar Rp 1 juta per hari. Jika memotong, dua kambing omzetnya bisa mencapai Rp 2 juta hingga Rp 4 juta.
Sejak tahun 1945
Usaha warung sate tersebut dirintis Haji Muhammad Jidin, ayah Haji Suaip, tahun 1945. Warung sate itu sejak dulu berlokasi di Jalan Kemandoran I, tidak jauh dari Jalan Palmerah. Warung itu kemudian diwariskan kepada Haji Suaip pada tahun 1970-an. Dia lupa tahun berapa persisnya.
Pada tahun 1985 warung sate itu pindah ke perempatan Jalan Permata Hijau, Jakarta Selatan. Di tempat itu, usaha warung sate pun berkembang. Menurut Haji Suaip, pembeli datang dari berbagai daerah di Jakarta, bahkan ada pelanggannya yang tinggal di Bogor dan Bandung.
Tahun lalu, Haji Suaip memindahkan warung satenya ke rumahnya di Jalan Kemandoran I RT 01 RW 11. Penyebabnya, kontrak lokasi tempat berdagang di Jalan Permata Hijau tidak diperpanjang.
Saat ini usaha warung sate ini dijalani Haji Suaip bersama istri, Hajjah Hadijah (50), dan anak keenamnya, Nur Rohmat Sidik. Mereka bertiga dibantu beberapa pekerja yang masih tergolong kerabat.
"Dari delapan anak saya, hanya Nur yang terjun ke usaha warung sate ini," ujar Haji Suaip sambil menunjuk anak laki-lakinya yang sedang meracik gulai kambing.
Tujuh anak lain, kata Haji Suaip, telah memilih jalan hidup masing-masing. Tiga orang di antaranya memilih menjadi guru. "Ketiganya lulusan IAIN (sekarang Universitas Islam Negeri) Jakarta," katanya.
Haji Suaip sangat bersyukur warungnya bisa bertahan puluhan tahun. Dari warung inilah, dia bisa menunaikan ibadah haji bersama istrinya dan membiayai hidup keluarga.
Sumber: www.kompas.com (7 Oktober 2008)