BM Syamsuddin lahir di Sedanau, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau (sebelum pemekaran termasuk ke dalam wilayah Provinsi Riau, Ed), pada 10 Mei 1935. Ia menamatkan Sekolah Rakyat (SR) dan Sekolah Guru Bantu (SGB) di kampung kelahirannya itu. BM Syam melanjutkan pendidikan di Sekolah Guru Atas (SGA) di Tanjungpinang pada pertengahan tahun 1950-an dan di sekolah inilah bakat kesastraan laki-laki bernama asli Bujang Mat Syamsuddin ini mulai terlihat.
Setamat SGA, BM Syam mengajar SD dan SMP di beberapa tempat di Tanjungpinang dan Sedanau, sebelum akhirnya memilih hijrah ke ibukota provinsi, Pekanbaru, pada pertengahan tahun 1970-an. Di kota ini kemampuan kesastraaan BM Syam semakin terasah. Karya-karyanya berupa puisi dan cerpen pun dimuat di bebagai media massa, di antaranya di Kompas dan Suara Karya Minggu, Suara Pembaruan, Lembaran Budaya ??Sagang?? Riau Pos, Haluan, Mingguan Genta, Majalah Amanah dan lain sebagainya.
BM Syam terbilang salah sedikit pengarang produktif Riau pada masanya. Di awal-awal karier kepengarangannya, ia tidak dikenal sebagai penulis cerpen -- ia memulai karier kepenulisannya melalui puisi -- namun sebenarnya cerpen sulungnya sudah dimuat di Majalah Merah Putih pada tahun 1956 dengan nama pena Dinas Syam.
Selain menulis sajak dan karya-karya fiksi (roman), BM Syam juga banyak menulis esei, kritik dan artikel kebudayaan di berbagai media massa di Indonesia. Ia juga pernah terjun ke dunia jurnalistik dengan menjadi wartawan di Majalan Topik (Jakarta), menulis laporan-laporan daerah dari Riau di harian Haluan dan beberapa tahun sebelum akhir hayatnya sempat bergabung dengan harian Riau Pos di Pekanbaru.
Setamat SGA BM Syam menjadi guru di sekolah rendah dan menengah di Pekanbaru pada tahun 1955-1981, di samping bertugas di Subseksi Pendidikan Luar Sekolah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kotamadya Pekanbaru selama 10 tahun (1981-1991. BM Syam juga menjadi dosen luar biasa di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau (FKIP UIR) (1988-1995).
Di antara buku-bukunya yang sudah terbit adalah lima cerita anak-anak Si Kelincing (1983), Batu Belah Batu Bertangkup (1982), Harimau Kuala (1983), Ligon (1984), Dua Beradik Tiga Sekawan (1982). Roman sejarahnya ialah Damak dan Jalak (1982), Tun Biajid I dan Tun Biajid II (1983), Braim Panglima Kasu Barat (1984), Cerita Rakyat Daerah Riau (1993). BM Syam juga menulis buku ilmiah popular untuk tingkat sekolah dasar, antara lain Seni Lakon Mendu Tradisi Pemanggungan dan Nilai Lestari (1995) dan Seni Teater Tradisional Mak Yong (1982), Mendu Kesenian Rakyat Natuna (1981).
Cerpen fenomenalnya, Cengkeh pun Berbunga di Natuna, mendapat perhatian khalayak sastra Riau ketika terbit di harian Kompas pada tahun 1991. Cerpen ini kemudian terpilih sebagai salah satu cerpen pilihan Kompas dan terbit dalam antologi Kado Istimewa (1992). Cerpen-cerpen penting lainnya antara lain Perempuan Sampan (1990), Toako (1991), Kembali ke Bintan (1991), Bintan Sore-sore (1991), Gadis Berpalis (1992), Pemburu Pipa Sepanjang Pipa, Nang Nora, dan Jiro San, Tak Elok Menangis (1992).
BM Syam wafat di Bukitttingi, pada hari Jumat, 20 Februari 1997 dan dikebumikan di Pekanbaru. Menjelang akhir hayatnya, BM Syam masih cukup produktif berkarya. Publik sastra Riau merasa sangat terharu dan kehilangan karena tokoh sastrawan besar Tanah Melayu ini sangat mengesankan dan familiar terhadap semua orang.
Sumber: http://www.sagangonline.com