Wisata Sungai Brantas Perlu Penanganan Serius

Kediri, Jatim – Pengalihan profesi penambang pasir di Sungai Brantas Kota Kediri, baik tradisional maupun mekanik, menjadi pengelola perahu wisata, terancam gagal. Pasalnya, sejak perahu diujicobakan pada November 2010, hingga kini belum ada tanda-tanda ada operasional perahu wisata di Sungai Brantas.

Pada saat ujicoba, perahu yang digunakan adalah milik Marlan (36), warga Semampir yang juga salah seorang penambang pasir. Perahu kayu yang sebelumnya untuk angkutan pasir dari tengah sungai ke tepian, diperkirakan mampu mengangkut antara 30 – 40 penumpang atau calon wisatawan. Jarak tempuh perahu sekitar 1 km, berangkat dari dermaga sementara di dekat jembatan lama.

Perahu yang rencananya digunakan untuk melayani calon penumpang sebanyak empat buah. Setelah ujicoba, rencananya perahu bakal dioperasikan secara resmi akhir November atau seminggu kemudian. Setelah seminggu berlalu dan sampai sekarang, perahu tidak kunjung mangkal.

Saat digelar Festival Sungai Brantas (FSB) pada Desember 2010, ada empat perahu hias yang mangkal dan mestinya dapat untuk wisatawan. Karena kondisi sungai yang kurang memungkinkan, yaitu air Sungai Brantas sedang pasang dan arusnya terlalu deras sehingga penumpang ketakutan untuk naik. “Jadi, perahu sandar saja, penumpang tidak berani naik,” kata Ketua Panitia FSB, Jamran, S.Sn.

Tidak jalannya program Walikota Kediri, dr Samsul Ashar, ini, kata pemilik perahu, Marlan, karena peminatnya masih sepi. Warga kota, termasuk para muda-muda yang biasa cangkruk di sekitar Sungai Brantas dan menjadi bidikan pemilik perahu, ternyata enggan naik perahu.

Menurut Marlan, dia dan tiga pemilik perahu lainnya sebenarnya sudah siap terjun dan mendukung program pemerintah, namun pemerintah dinilai tidak serius menangani program tersebut. “Tidak mendukung sama sekali. Misalnya, kalau penumpang menyusur sungai, lalu apa yang dilihat? Mestinya kan didukung dengan fasilitas lain,” katanya.

Ditambahkan Marlan, setelah ujicoba, perahunya sempat mangkal namun tidak satu wisatawanpun yang naik. Anak-anak muda lebih suka cangkruk di warung pinggir sungai. “Sekali mangkal, kami harus mengeluarkan biaya operasional Rp 150 ribu, baik untuk menggaji nahkoda perahu maupun membeli bahan bakar,” katanya.

Kasatpol PP Pemkot Kediri, M Ivantoro, saat dikonfirmasi terkait tidak jalannya program wisata air Sungai Brantas, mengatakan ia tidak tahu apa penyebab kegagalan itu. Dia juga tidak tahu siapa yang harus disalahkan.“ Ia menjelaskan, kami sudah memberi jalan keluar atau solusi bagi perahu penambang pasir yang kini tidak boleh beroperasi,” katanya.

Kalau program perahu wisata itu tidak berjalan, Ivantoro tidak menyalahkan siapa pun. “Mari kita pikir bersama agar para penambang pasir yang kini dilarang beroperasi itu tidak menganggur,” ujar Ivantoro. Menurut dia, eks penambang pasir yang kini berprofesi sebagai pembuat batako di Mojoroto, sudah jalan usahanya dan kini sudah mulai mendapat pesanan.

-

Arsip Blog

Recent Posts