Penyelamatan Bank Century yang kolaps pada November tahun lalu kembali menyulut kontroversi. Sebagian anggota Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat mempersoalkan membengkaknya ongkos penyelamatan bank eks milik Robert Tantular itu dari semula Rp 1,3 triliun menjadi Rp 6,7 triliun.
Langkah penyelamatan pun dinilai tidak punya payung hukum, karena Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan telah ditolak DPR. Ada pula tudingan, ini hanya untuk menyelamatkan nasabah besar. Akibat keributan itu, Badan Pemeriksa Keuangan kini mulai menelisik.
Agar bola tak semakin liar, Pejabat sementara Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution pada Jumat sore lalu memberikan penjelasan kepada jajaran pemimpin redaksi media massa nasional. Pada pertemuan di gedung Bank Indonesia menjelang berbuka puasa itu, ia didampingi para petinggi bank sentral, termasuk dua deputi gubernur Budi Rochadi dan Muliaman D. Hadad.
Berbeda dengan pendahulunya, Boediono, yang irit bicara, Darmin dengan santai dan tangkas menjawab semua pertanyaan. Boleh berdebat? “Silakan,” ujarnya terkekeh. “Kalian boleh ngomong apa saja, tak akan ada yang marah.”
Bagaimana soal polemik dasar hukum penyelematan Bank Century?
Ada beberapa landasan hukum yang mendasari upaya penyelamatan Bank Century karena dinilai berdampak sistemik. Selain Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK), ada pula UU BI dan UU Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Dalam UU BI disebutkan, kalau UU JPSK belum selesai, segala sesuatunya akan diatur dalam Nota Kesepakatan (MoU) antara Menteri Keuangan dan Gubernur BI (MoU ditandatangani oleh Menteri Keuangan Boediono dan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah pada 17 Maret 2004—Red).
Apa isi MoU tersebut?
Isinya tentang protokol yang harus ditempuh jika BI menganggap ada bank yang tidak bisa lagi meneruskan operasinya dan kalau ini dibiarkan akan melahirkan implikasi yang mengganggu sistem perbankan dan perekonomian. Berdasarkan MoU ini, BI bisa datang ke KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) untuk melaporkannya. Kalau KSSK yang diketuai Menteri Keuangan setuju bahwa ini berdampak sistemik, maka bank akan diselamatkan. Protokol ini juga sudah ada di UU LPS.
Bagaimana proses pengambilan keputusan saat itu?
Pada 20 November malam dilakukan rapat sampai pagi. Saat dilaporkan BI, akhirnya disepakati ini sistemik. Waktu itu BI melaporkan ada 18 plus lima bank yang bisa ikut kena masalah. Tapi, tidak berarti 23 bank ini bermasalah. Bank-bank itu size-nya tidak jauh berbeda dengan Century. Sejak muncul krisis global pada Juli 2008, diketahui pula ada perpindahan dana dari 23 bank ini ke bank-bank lebih besar. Kalau Century mati, kita tidak bisa memprediksi apa yang akan terjadi pada 23 bank ini. Dampaknya akan luas. Ini yang menjadi dasar BI menyimpulkan sistemik.
Apa maksudnya 18 plus lima bank?
Maksudnya terdiri dari 18 bank umum dan lima Bank Pembangunan Daerah. Kalau dari 23 bank itu ada yang tidak punya dana lagi, karena dananya dipindahkan ke bank-bank besar akan muncul masalah. Jadi, jangan karena sekarang sudah selamat, seolah-olah keputusan itu tidak ada harganya.
Budi Rochadi: Berdasarkan data di BI memang terlihat ada penarikan dana nasabah pada 23 bank itu. Dana pihak ketiganya mulai menurun. Ke-23 bank itu tidak bermasalah, tapi menghadapi penarikan dana. Bank bagaimana pun bagusnya, kalau mengalami penarikan dana besar-besaran, ya selesai. Ini berarti penyakit Century bisa menular. Secara psikologis, masyarakat melihat tidak aman menaruh dana di bank-bank kecil, karena itu dipindahkan ke bank-bank besar. Lagi pula, pengalaman 1997-1998 menunjukkan, penutupan bank-bank ternyata tidak selalu menyelesaikan masalah.
Tapi, ada yang menganggap Perppu JPSK sudah ditolak DPR sehingga tidak boleh dijadikan dasar hukum?
Penolakan resmi DPR dibuat pada 18 Desember 2008. Pada saat keputusan Century dibuat, Perppu ini secara hukum masih berlaku. Selain itu, ada pula UU LPS Nomor 24 Tahun 2004 sebagai dasar hukum penyelamatan.
Bagaimana implementasinya?
Setelah KSSK menyatakan bank Century bersifat sistemik, rapat KSSK ditutup, lalu dibuat drapat Komite Koordinasi sesuai UU LPS, yang kebetulan anggotanya sama (Menteri Keuangan, Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan dan Lembaga Pengawas Perbankan). Jadi, yang bekerja sejak itu LPS. Dengan begitu, tidak ada persoalan hukum dalam kasus penyelematan Century.
Soal dana penyelematan yang membengkak menjadi Rp 6,7 triliun?
Sewaktu dilaporkan pada 20 November 2008, rekap neraca Century belum selesai. Sewaktu krisis 1998 pun, rekap neraca bank-bank bermasalah baru selesai tiga bulan. Pada 20 November, yang selesai baru per 31 Oktober. Saat itu, kebutuhan dana hanya Rp 632 miliar. Begitu selesai dihitung , ternyata kebutuhan dana Rp 6,7 triliun. Jadi, perubahannya bertahap (Darmin kemudian memerintahkan anak buahnya untuk membagikan kronologi kebutuhan dana—Red).
Ada anggapan penyelamatan Century untuk menyelamatkan dana nasabah besar?
Kalau dibilang ada nasabah besar yang selamat, memang ada. Itu termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Tapi, paling-paling (dana nasabah besar itu) tidak lebih dari 15 persen. Tapi, yakinlah tidak ada yang main-main dengan usursan ini. Keputusan lahir dari perdebatan sejak pukul 8 malam sampai pukul 7 pagi. Banyak yang merasa sakit hati dengan perdebatan waktu itu. Semuanya waktu itu pun takut. Tapi, keputusan terbaik harus diambil.
Bagaimana penarikan dana nasabah besar tersebut?
Saya sudah sampaikan, “Awas kalau diambil (besar-besaran). Sudah syukur uangnya selamat.” Yang selama ini banyak diambil cuma Rp 500 jutaan.
Metta Dharmasaputra
Sumber : Tempointeraktif.com, Minggu, 30 Agustus 2009