Nias, Sumut - Pentingnya bahasa daerah (Nias) dan kelestariaannya sebagai warisan budaya. Hal ini mengemuka dan menjadi keprihatinan para peserta Diskusi Budaya “Menjaring Peran Masyarakat Nias Dalam Pelestarian Budaya Nias” yang berlangsung di Museum Pusaka Nias, Gunungsitoli, Nias Sumatera Utara, Rabu (12/11/2014).
“Diantara sekian banyak budaya Nias, Li Niha, yaitu bahasa Nias merupakan salah satu faktor penting di kawasan budaya Nias yang begitu luas,” sapa awal Pastor Johannes M.Hammerle, OFMCap, perintis dan pendiri Museum Pusaka Nias, kepada para peserta diskusi.
Hadir dalam diskusi ini para pemerhati sosial, seniman, budayawan, pemuka agama, wartawan, serta para pejabat dan birokrat setempat. Diantaranya; Walikota Gunungsitoli, Drs.Martinus Lase, M.Sp, yang juga sebagai Ketua Panitia Pelaksana Sidang Raya Persatuan Gereja Indonesia (SR-PGI) XVI – 2014, bersama Bupati Nias Drs.Sokhiatulo Laoli, MM, Bupati Nias Utara Edward Zega, dan Bupati Nias Barat, Adrianus Aroziduhu Gulo.
Bahasa daerah di era globalisasi sekarang ini, lanjut Johannes, sangat memprihatinkan.
Walaupun pemerintah memberi peluang kepada bahasa daerah untuk bertahan sebagai bahasa pertama dan bahasa pergaulan intrasuku.
“Bahasa daerah adalah identitas budaya masyarakat tertentu. Selain alat komunikasi. Bila ini tak digunakan maka ciri identitas lambat laun akan punah,” tuturnya.
Menurut Johannes, ada indikasi bahwa bahasa Nias sudah diwariskan sejak suku-suku purbakala.
“Makin hari makin kuat pengaruh bahasa global mengancam eksistensi bahasa Nias. Yang paling penting untuk mempertahankan bahasa daerah Nias supaya para orangtua mengajarkan bahasa Nias kepada anak-anaknya dan penerbitan buku dalam bahasa Nias,” harap Pastor yang mengaku sejak tahun 1972, sudah memulai mengoleksi berbagai benda budaya, seni dan sejarah masyarakat Nias ini.
Selain bahasanya yang khas dan unik, Nias juga memiliki kekayaan dan keragaman budaya lainnya.
Desa-desa tradisional di Pulau Nias, misalnya masih menyimpan sejumlah peninggalan budaya dan para penutur sejarah.
“Keragaman budaya Nias adalah kekayaan yang harus dioptimalkan agar terasa manfaatnya. Hal ini perlu diwujudkan menjadi kekuatan riil sehingga mampu menjawab berbagai tantangan kekinian yang ditunjukkan dengan melemahnya ketahanan budaya yang berimplikasi pada menurunnya kebanggaan kita sebagai bangsa,” ujar Johannes.
Walikota Gunungsitoli, Drs.Martinus Lase, M.Sp, dalam sambutannya menyampaikan keprihatinannya, terhadap hilangnya budaya santun di sebagian anak-anak muda dewasa ini.
“Karena perkembangan budaya global, masyarakat makin kehilangan budayanya yang santun, menghargai orangtua, guru, dan lain sebagainya. Bahkan timbul berbagai masalah sosial diantaranya; kesenjangan sosial ekonomi, kerusakan lingkungan hidup, kriminalitas, dan kenakalan remaja,” ungkapnya.
Terkait dengan ketahanan budaya Nias, Martinus berharap, agar masing-masing keluarga Nias, dapat menanamkan nilai-nilai luhur budayanya.
“Penanaman nilai-nilai budaya ini diantaranya bisa kita lakukan melalui kegiatan atau acara kesenian berbasis tradisi. Karena budaya itu menunjukkan karaktrer. Mengandung nilai-nilai dan daya kearifan. Sangat khas sesuai dengan keyakinan dan tuntutan hidup dalam upaya mencapai kesejehtaraan bersama,” ujar Martinus
Sumber: http://www.tribunnews.com