Yogyakarta - Pemerintah Kota Yogyakarta bersama LSM Paluma yang bergerak pada pemanfaatan energi ramah lingkungan dan didukung pelaku kuliner di Malioboro, mencanangkan gerakan untuk mewujudkan wisata kuliner sehat di kawasan Malioboro.
"Salah satu upaya mewujudkan wisata kuliner yang sehat di Malioboro adalah meminta pedagang kaki lima (PKL) makanan untuk tidak menggunakan minyak goreng berulang-ulang," kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Vita Yulia di sela pencanangan gerakan tersebut di Malioboro Yogyakarta, Jumat (21/11/2014).
Menurut dia, gerakan tersebut diluncurkan di Malioboro karena kawasan tersebut dikenal sebagai tempat wisata kuliner lesehan sehingga banyak wisatawan yang menyempatkan diri untuk menikmati berbagai menu makanan yang dijajakan.
"Kami terus memberikan edukasi kepada pedagang agar memperhatikan kebersihan dan kesehatan makanan yang dijual, termasuk minyak goreng yang digunakan. Masih banyak pedagang yang menggunakan minyak goreng hingga berwana hitam. Minyak seperti itu sudah tidak sehat," katanya.
Minyak goreng yang digunakan secara berulang akan bersifat jenuh dan melepaskan radikal bebas yang bersifat karsinogenik sehingga dapat mengakibatkan pertumbuhan sel kanker, pembengkakan organ seperti hati dan ginjal serta menyebabkan stroke.
"Ke depan, kami berencana memberikan stiker kepada pedagang kaki lima makanan yang telah memperoleh pembinaan dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Harapannya, pembeli pun tidak akan ragu lagi jika membeli makanan yang dijual," katanya.
Melalui kegiatan tersebut, pedagang kaki lima di Malioboro akan mengumpulkan minyak goreng yang sudah digunakan berulang kali. Minyak jelantah yang terkumpul akan diolah menjadi biodiesel.
Perwakilan PKL makanan Malioboro Sogi mengatakan sudah ada 16 pedagang yang mengikuti kegiatan tersebut. "Rata-rata pedagang menggunakan minyak goreng untuk empat kali. Tetapi, jika digunakan untuk menggoreng ayam atau bebek, minyak bisa lebih cepat kotor," katanya.
Ia berharap petugas yang mengambil minyak jelantah dapat melakukan pengambilan secara rutin, paling tidak tiga hari sekali. Satu PKL bisa menghasilkan minyak jelantah sekitar lima hingga 10 liter per pekan.
Sementara itu, Direktur Lembaga Swadaya Masyarakat Paluma Heni Asih mengatakan pihaknya sudah mulai melakukan sosialisai kepada PKL Malioboro mengenai penggunaan minyak goreng secara sehat dan pengumpulan jelantah sejak empat bulan lalu.
"Minyak goreng yang terkumpul kemudian diolah di Universitas Negeri Yogyakarta menjadi biodiesel. Biodiesel yang dihasilkan juga sudah diujicobakan ke armada angkutan umum," katanya.
Ia menyebutkan sebanyak 80 hingga 90 persen bagian minyak jelantah dapat menghasilkan biodiesel.
"Untuk harga keenomian masih kami hitung dan diupayakan tidak lebih mahal dibanding harga solar non subsidi," katanya.
Biodiesel yang dihasilkan tersebut telah diujicobakan kepada 10 armada yang melayani trayek Yogyakarta-Kaliurang yang dikelola Koperasi Serba Usaha Ngandel.
"Uji coba sudah dilakukan selama hampir satu bulan. Hasilnya cukup bagus. Kendaraan lebih memiliki tenaga saat di tanjakan dan lebih hemat bahan bakar. Jika satu hari biasanya mengonsumsi 15 liter biosolar, maka dengan biodiesel hanya membutuhkan 12 liter," kata Ketua Koperasi Serba Usaha Ngandel Juriyanto Gawe.
Selama uji coba, bahan bakar tersebut masih diperoleh secara cuma-cuma, meskipun demikian ia tidak mempermasalahkan jika suatu hari nanti harus membelinya. "Harapannya, seluruh armada yang kami miliki, 55 unit, akan menggunakan bahan bakar biodiesel ini," katanya.
Sumber: http://travel.kompas.com