Jakarta - Pementasan Roro Mendut garapan koreografer Retno Maruti dan perupa Nindityo Adipurnomo membuka rangkaian Festival Tari Indonesia ke-12, di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Selasa (4/11/2014) malam. Koreografi ini merupakan kolaborasi harmonis antara seni tari, tembang, dan seni rupa visual.
Keputusan Retno dan Nindityo ”mengawinkan” pergelaran tari, tembang, dan seni rupa visual merupakan pilihan tepat yang menjadikan pertunjukan ini menjadi lebih hidup dan dinamis. Dengan dilengkapi latar belakang panggung berefek multimedia, sorotan lampu, dan pencahayaan yang tajam, pertunjukan Roro Mendut menjadi suguhan tari yang lengkap.
Tidak hanya dari sisi estetika yang menonjol, Retno juga menyuguhkan kisah Roro Mendut dalam warna yang lebih segar. Di sela-sela alur kisah Roro Mendut, bunga desa dari pantai utara yang digelandang Tumenggung Wiroguno ke Mataram, Retno juga menyelipkan sisi humor dan pertunjukan segar, seperti munculnya tokoh pemeran dagelan yang berlatih perang dan adegan adu jago.
Meski sangat jarang menyelipkan dialog selain tembang-tembang Jawa, alur cerita Roro Mendut mudah ditangkap audiens. Kisah roman Roro Mendut memang sudah tidak asing, terutama di kalangan masyarakat Jawa. Namun, dengan ditampilkan dalam koreografi tari dan seni rupa visual, kisah ini seolah-olah menjadi baru kembali.
Selain menjadi koreografer pertunjukan ini, Retno juga tampil memerankan tokoh Nyi Menggung, istri Tumenggung Wiroguno, yang kebetulan juga diperankan suaminya, Sentot S. Putrinya, Rury Nostalgia, memerankan sosok Roro Mendut yang dipaksa Tumenggung Wiroguno menjadi istrinya.
Penari Agus Prasetyo juga tampil sebagai Pronocitro, lelaki pujaan Roro Mendut. Selain mahir menari, para penari dalam lakon ini juga fasih mengalunkan tembang-tembang di sepanjang pertunjukan.
Direktur Festival Tari Indonesia (Indonesian Dance Festival/IDF) Maria Darmaningsih mengatakan, IDF ke-12 mengambil tema ”Expand” sebagai bentuk perluasan jangkauan. Salah satu hal baru yang diangkat adalah pemberian penghargaan kepada koreografer muda potensial, antara lain dari Aceh, Solo, Yogyakarta, Bandung, dan Jakarta. ”Kami berharap suatu saat mereka bisa menjadi koreografer profesional di tingkat internasional,” ujar Maria.
IDF 2014 digelar 4-8 November 2014 di Taman Ismail Marzuki Jakarta, Gedung Kesenian Jakarta, GoetheHaus Jakarta, dan Galeri Salihara Jakarta. Acara yang dibuka Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Ari Budiman ini menghadirkan para penari dari seluruh Indonesia.
Menurut kurator artistik IDF, Nungki Kusumastuti, kali ini IDF mengambil posisi sebagai produser dan itu terobosan baru. Produser bukan hanya memproduksi karya tari, melainkan juga produser wacana yang mengintervensi secara kritis praktik tari kontemporer. Upaya itu sejalan dengan tema IDF ke-12 ini.
”Ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, yang lebih banyak menampilkan karya yang sudah ada atau dibuat. Mudah-mudahan menggairahkan semuanya,” tutur Nungki, beberapa waktu lalu.
Sumber: travel.kompas.com