Oleh BUDI BRAHMANTYO
Pada zaman purbakala di sebelah timur Bandung, sebuah kerucut gunung kecil pelan-pelan terbentuk. Dari lubang kepundannya keluar lava merah membara seperti gulali meleleh dari pinggir kuali.
Aliran lava yang meluap berkali-kali itu menyelimuti tubuh kerucut gunung. Lapis demi lapis, lava membanjiri kerucut hingga membentuk gunung berketinggian kira-kira 2.000 meter. Kerucut kecil itu adalah Gunung Manglayang. Sekarang puncaknya mencapai 1.817 meter. Pada waktu yang sama, di sebelah barat, diperkirakan Gunung Sunda purba, yang merupakan pendahulu Gunung Tangkubanparahu, masih aktif sebagai gunung api raksasa berketinggian di atas 3.000 meter.
Morfologi Gunung Manglayang berbentuk aneh. Bagian puncaknya membentuk lekukan-lekukan seperti mahkota longsoran raksasa berdiameter 4-5 kilometer. Tiga buah lekukan-lekukan raksasa dengan lereng-lereng atas yang terjal dapat dikenali. Satu di antaranya membentuk lembah dalam ke arah Bumi Perkemahan Kiarapayung, lereng atas Jatinangor.
Tekstur permukaan Gunung Manglayang tampak kasar jika dilihat dari jauh, dari udara, atau melalui citra satelit. Lembah-lembahnya menoreh tajam menghasilkan pola jaringan sungai dendritik, seperti ranting-ranting pohon, atau jalinan urat saraf. Ciri demikian menunjukkan bahwa hanya proses erosi yang bekerja di atas Gunung Manglayang. Tidak ada lagi produk-produk vulkanisme yang menutupi torehan-torehan erosi yang mengukir kasar permukaannya.
Jika kita ingin mendakinya, terdapat beberapa jalur menyusuri punggungan-punggungan bukitnya. Jalur paling mudah adalah melalui sisi barat. Pada jalur ini kita pertama-tama bisa memanfaatkan jasa ojek menuju Palintang. Dari sana dengan menyusuri lereng yang tidak terlalu terjal, kita dapat mencapai puncaknya tidak lebih dari dua jam perjalanan.
Jalur lain adalah melalui Bumi Perkemahan Kiarapayung, sebelah utara Jatinangor. Kita bisa menggunakan kendaraan hingga Kiarapayung sebelum mulai mendaki dari sisi timur-tenggara. Jalur ini relatif berat dan harus melewati bukit-lembah berkali-kali.
Alternatif lain adalah mendaki dari Cipulus. Pertama-tama kita bisa naik ojek yang mangkal di Jalan Cilengkrang I di Jalan AH Nasution. Dari Kampung Cipulus, pendakian dimulai. Jalur ini akan melalui kebun-kebun palawija yang berteras-teras sebelum memasuki tegalan luas yang ditumbuhi pohon-pohon pinus tua. Dari tempat ini pemandangan sangat bagus ke arah Cekungan Bandung bagian timur. Cileunyi dan Cibiru dan jembatan Tol Padaleunyi yang naik di atas jalur rel kereta api tampak jelas. Jalur ini melalui satu kabuyutan Cipulus, berupa susunan batu yang diarahkan ke puncak Gunung Manglayang. Posisi itu seolah-olah pos jaga sebelum mendaki Gunung Manglayang.
Hutan wisata
Ketika kami mencoba mendaki Gunung Manglayang beberapa waktu lalu, tidak satu jalur pun yang disebut di atas kami tempuh. Justru kami mendaki melalui sisi yang paling sulit: tepat di lembahnya. Tujuan awalnya memang hanya mengobservasi beberapa air terjun yang terdapat di lembah yang dialiri Ci Hampelas. Lembah ini mengarah ke barat daya, ke arah Kampung Pasirangin.
Dari Pasirangin kita akan memasuki kawasan hutan wisata. Dengan membayar Rp 3.000 kita dapat memasuki kawasan air terjun Cilengkrang, yang terdiri dari sederetan air terjun yang berurutan. Dari hilir adalah Curug Batupeti, Curug Papak, Curug Panganten, Curug Kacapi, Curug Dampit, dan Curug Legok Leknan.
Sangat menarik sekali mengamati deretan air terjun ini. Semuanya merupakan ujung aliran lava basalt, batu hasil pembekuan magma berwarna hitam yang miskin kandungan silika. Dua tingkat Curug Batupeti, masing-masing setinggi 4 meter bagian bawah dan 2 meter di bagian atas, jelas sekali memperlihatkan dua aliran lava yang membeku. Begitu pula di Curug Papak yang mempunyai tinggi mencapai 7 meter. Bagian bawah dua air terjun ini menunjukkan lava yang berbongkah-bongkah, cerminan aliran masa lalu yang menggerus bagian dasar aliran. Curug Panganten diperkirakan satu aliran lava yang sama yang membentuk Curug Papak.
Aliran lava terakhir dan termuda adalah Curug Kacapi dengan tinggi hampir 10 meter. Karena cukup tinggi, pengunjung menyangka penjelajahan hanya berhenti di air terjun ini. Padahal, jika kita sedikit bersusah payah memanjat lereng tegak yang licin, kita akan mendapatkan air terjun terakhir, yaitu Curug Dampit, yang merupakan dinding tegak Gunung Manglayang. Tingginya bisa mencapai 200 meter. Inilah dinding mahkota yang diperkirakan bidang gelinciran longsoran raksasa Gunung Manglayang.
Geologi Gunung Manglayang tidak banyak diketahui. Peta geologi yang disusun Silitonga (1973) hanya memetakannya sebagai endapan gunung api muda. Memang penelitian geologi Gunung Manglayang tidak seintensif Gunung Tangkubanparahu yang masih aktif yang sudah seharusnya dipantau terus.
Gunung Manglayang diperkirakan seumur dengan Gunung Tangkubanparahu. Umurnya diperkirakan tidak lebih tua dari 50.000 tahun. Namun, tidak seperti Gunung Manglayang, kerucut-kerucut gunung api di timur Bandung diketahui merupakan kerucut sangat tua, seperti Gunung Bukitjarian, Gunung Geulis, dan Gunung Calancang. Penentuan umur dari lava basalt Cicadas dari Gunung Calancang di Parakanmuncang menunjukkan umur 1,7 juta tahun. Gunung-gunung api ini boleh dikatakan telah mati.
Rahasia alam
Bagaimanapun, pengetahuan sejarah geologis Cekungan Bandung harus terus disusun dan diperbarui. Terdapat hal-hal baru di luar pengetahuan selama ini yang seolah-olah sudah selesai diteliti, padahal terdapat rahasia sumber daya alam yang penting bagi manusia.
Penelitian banjir lava basalt yang membentuk Gunung Manglayang akan membuka rahasia sejarah masa lampau berkaitan dengan patahan Lembang yang dapat mengancam Bandung. Patahan yang diperkirakan aktif tersebut berakhir di Gunung Palasari- Gunung Manglayang. Bukan tidak mungkin banjir lava Gunung Manglayang keluar dari retakan patahan Lembang, yang dalam geologi dikenal sebagai erupsi celah (fissure eruption). Jika hal ini benar, sejarah patahan Lembang harus ditinjau ulang. Bukan tidak mungkin, ancaman gempa bumi yang dapat mengancam Bandung dengan kekuatan besar dapat ditinjau ulang pula.
Gunung Manglayang merupakan sumber daya alam Cekungan Bandung yang belum banyak tereksplorasi. Bagaimanapun, keberadaannya tidak lepas dari sejarah geologis Cekungan Bandung. Dalam hubungannya dengan kemanusiaan pun, Gunung Manglayang sedikitnya pernah disebut dalam catatan pangeran pengelana dari Kerajaan Pajajaran, Bujangga Manik, pada akhir abad ke-15.
Saat ini dapat dikatakan, Gunung Manglayang menjadi salah satu benteng terakhir hijaunya Cekungan Bandung. Hutan-hutannya masih rapat di sekitar puncaknya. Cukup menyejukkan badan dan hati bahwa di sekeliling Bandung ternyata masih tersisa alam yang masih asri.
BUDI BRAHMANTYO Kepala Pusat Kepariwisataan ITB; Koordinator Kelompok Riset Cekungan Bandung Ilustrasi
Sumber: http://cetak.kompas.com
Pada zaman purbakala di sebelah timur Bandung, sebuah kerucut gunung kecil pelan-pelan terbentuk. Dari lubang kepundannya keluar lava merah membara seperti gulali meleleh dari pinggir kuali.
Aliran lava yang meluap berkali-kali itu menyelimuti tubuh kerucut gunung. Lapis demi lapis, lava membanjiri kerucut hingga membentuk gunung berketinggian kira-kira 2.000 meter. Kerucut kecil itu adalah Gunung Manglayang. Sekarang puncaknya mencapai 1.817 meter. Pada waktu yang sama, di sebelah barat, diperkirakan Gunung Sunda purba, yang merupakan pendahulu Gunung Tangkubanparahu, masih aktif sebagai gunung api raksasa berketinggian di atas 3.000 meter.
Morfologi Gunung Manglayang berbentuk aneh. Bagian puncaknya membentuk lekukan-lekukan seperti mahkota longsoran raksasa berdiameter 4-5 kilometer. Tiga buah lekukan-lekukan raksasa dengan lereng-lereng atas yang terjal dapat dikenali. Satu di antaranya membentuk lembah dalam ke arah Bumi Perkemahan Kiarapayung, lereng atas Jatinangor.
Tekstur permukaan Gunung Manglayang tampak kasar jika dilihat dari jauh, dari udara, atau melalui citra satelit. Lembah-lembahnya menoreh tajam menghasilkan pola jaringan sungai dendritik, seperti ranting-ranting pohon, atau jalinan urat saraf. Ciri demikian menunjukkan bahwa hanya proses erosi yang bekerja di atas Gunung Manglayang. Tidak ada lagi produk-produk vulkanisme yang menutupi torehan-torehan erosi yang mengukir kasar permukaannya.
Jika kita ingin mendakinya, terdapat beberapa jalur menyusuri punggungan-punggungan bukitnya. Jalur paling mudah adalah melalui sisi barat. Pada jalur ini kita pertama-tama bisa memanfaatkan jasa ojek menuju Palintang. Dari sana dengan menyusuri lereng yang tidak terlalu terjal, kita dapat mencapai puncaknya tidak lebih dari dua jam perjalanan.
Jalur lain adalah melalui Bumi Perkemahan Kiarapayung, sebelah utara Jatinangor. Kita bisa menggunakan kendaraan hingga Kiarapayung sebelum mulai mendaki dari sisi timur-tenggara. Jalur ini relatif berat dan harus melewati bukit-lembah berkali-kali.
Alternatif lain adalah mendaki dari Cipulus. Pertama-tama kita bisa naik ojek yang mangkal di Jalan Cilengkrang I di Jalan AH Nasution. Dari Kampung Cipulus, pendakian dimulai. Jalur ini akan melalui kebun-kebun palawija yang berteras-teras sebelum memasuki tegalan luas yang ditumbuhi pohon-pohon pinus tua. Dari tempat ini pemandangan sangat bagus ke arah Cekungan Bandung bagian timur. Cileunyi dan Cibiru dan jembatan Tol Padaleunyi yang naik di atas jalur rel kereta api tampak jelas. Jalur ini melalui satu kabuyutan Cipulus, berupa susunan batu yang diarahkan ke puncak Gunung Manglayang. Posisi itu seolah-olah pos jaga sebelum mendaki Gunung Manglayang.
Hutan wisata
Ketika kami mencoba mendaki Gunung Manglayang beberapa waktu lalu, tidak satu jalur pun yang disebut di atas kami tempuh. Justru kami mendaki melalui sisi yang paling sulit: tepat di lembahnya. Tujuan awalnya memang hanya mengobservasi beberapa air terjun yang terdapat di lembah yang dialiri Ci Hampelas. Lembah ini mengarah ke barat daya, ke arah Kampung Pasirangin.
Dari Pasirangin kita akan memasuki kawasan hutan wisata. Dengan membayar Rp 3.000 kita dapat memasuki kawasan air terjun Cilengkrang, yang terdiri dari sederetan air terjun yang berurutan. Dari hilir adalah Curug Batupeti, Curug Papak, Curug Panganten, Curug Kacapi, Curug Dampit, dan Curug Legok Leknan.
Sangat menarik sekali mengamati deretan air terjun ini. Semuanya merupakan ujung aliran lava basalt, batu hasil pembekuan magma berwarna hitam yang miskin kandungan silika. Dua tingkat Curug Batupeti, masing-masing setinggi 4 meter bagian bawah dan 2 meter di bagian atas, jelas sekali memperlihatkan dua aliran lava yang membeku. Begitu pula di Curug Papak yang mempunyai tinggi mencapai 7 meter. Bagian bawah dua air terjun ini menunjukkan lava yang berbongkah-bongkah, cerminan aliran masa lalu yang menggerus bagian dasar aliran. Curug Panganten diperkirakan satu aliran lava yang sama yang membentuk Curug Papak.
Aliran lava terakhir dan termuda adalah Curug Kacapi dengan tinggi hampir 10 meter. Karena cukup tinggi, pengunjung menyangka penjelajahan hanya berhenti di air terjun ini. Padahal, jika kita sedikit bersusah payah memanjat lereng tegak yang licin, kita akan mendapatkan air terjun terakhir, yaitu Curug Dampit, yang merupakan dinding tegak Gunung Manglayang. Tingginya bisa mencapai 200 meter. Inilah dinding mahkota yang diperkirakan bidang gelinciran longsoran raksasa Gunung Manglayang.
Geologi Gunung Manglayang tidak banyak diketahui. Peta geologi yang disusun Silitonga (1973) hanya memetakannya sebagai endapan gunung api muda. Memang penelitian geologi Gunung Manglayang tidak seintensif Gunung Tangkubanparahu yang masih aktif yang sudah seharusnya dipantau terus.
Gunung Manglayang diperkirakan seumur dengan Gunung Tangkubanparahu. Umurnya diperkirakan tidak lebih tua dari 50.000 tahun. Namun, tidak seperti Gunung Manglayang, kerucut-kerucut gunung api di timur Bandung diketahui merupakan kerucut sangat tua, seperti Gunung Bukitjarian, Gunung Geulis, dan Gunung Calancang. Penentuan umur dari lava basalt Cicadas dari Gunung Calancang di Parakanmuncang menunjukkan umur 1,7 juta tahun. Gunung-gunung api ini boleh dikatakan telah mati.
Rahasia alam
Bagaimanapun, pengetahuan sejarah geologis Cekungan Bandung harus terus disusun dan diperbarui. Terdapat hal-hal baru di luar pengetahuan selama ini yang seolah-olah sudah selesai diteliti, padahal terdapat rahasia sumber daya alam yang penting bagi manusia.
Penelitian banjir lava basalt yang membentuk Gunung Manglayang akan membuka rahasia sejarah masa lampau berkaitan dengan patahan Lembang yang dapat mengancam Bandung. Patahan yang diperkirakan aktif tersebut berakhir di Gunung Palasari- Gunung Manglayang. Bukan tidak mungkin banjir lava Gunung Manglayang keluar dari retakan patahan Lembang, yang dalam geologi dikenal sebagai erupsi celah (fissure eruption). Jika hal ini benar, sejarah patahan Lembang harus ditinjau ulang. Bukan tidak mungkin, ancaman gempa bumi yang dapat mengancam Bandung dengan kekuatan besar dapat ditinjau ulang pula.
Gunung Manglayang merupakan sumber daya alam Cekungan Bandung yang belum banyak tereksplorasi. Bagaimanapun, keberadaannya tidak lepas dari sejarah geologis Cekungan Bandung. Dalam hubungannya dengan kemanusiaan pun, Gunung Manglayang sedikitnya pernah disebut dalam catatan pangeran pengelana dari Kerajaan Pajajaran, Bujangga Manik, pada akhir abad ke-15.
Saat ini dapat dikatakan, Gunung Manglayang menjadi salah satu benteng terakhir hijaunya Cekungan Bandung. Hutan-hutannya masih rapat di sekitar puncaknya. Cukup menyejukkan badan dan hati bahwa di sekeliling Bandung ternyata masih tersisa alam yang masih asri.
BUDI BRAHMANTYO Kepala Pusat Kepariwisataan ITB; Koordinator Kelompok Riset Cekungan Bandung Ilustrasi
Sumber: http://cetak.kompas.com