Oleh Adji K
Obyek wisata sejarah dan purbakala (Sepur) yang ada di negeri ini sangat luar biasa besar dan beragam. Sayangnya, pengelolaan dan pengemasannya masih jauh dari sempurna. Segudang problema masih menjadi tembok besar bagi keberlangsungan dan kemajuan perkembangan obyek wisata Sepur ini. Padahal potensi untuk menjaring wisnus dan wisman dari obyek wisata Sepur cukup signifikan.
Banyak dan berpencarnya lokasi obyek wisata Sepur di Indonesia menjadi salah satu kendala bagi pengelolaannya. Perlu tenaga dan tentunya biaya yang memadai untuk mengurus dan sekaligus mengemasnya sebagai sebuah daya tarik wisata.
Sebenarnya kalau dilihat dari sifat atau karakteristik wisatawan yang cenderung bergerak dari satu tempat ke tempat baru, justru keberpencaran lokasi obyek wisata Sepur tersebut menjadi kelebihan (potensi) tersendiri. Wisatawan dapat berpindah dan melihat obyek wisata Sepur yang satu ke obyek lain di lokasi atau daerah/kota yang berbeda. Dengan begitu, wisatawan tersebut juga dapat melihat dan menikmati obyek wisata lain termasuk menghidupkan sektor lain seperti perhotelan, biro perjalanan, transportasi baik darat, laut maupun udara, tempat makan dan lainnya.
Melihat peluang itulah, semestinya pengelola obyek wisata Sepur jeli memanfaatkannya. Caranya dengan bekerjasama secara lintas sektor baik dengan pemerintah (dalam hal ini Depbupar khususnya Dirjen Sepur), Media (terutama yang mengupas soal kepariwisataan) dan stake holder (biro perjalanan, perhotelan, rumah makan, transportasi, hiburan kesenian sebagai daya tarik, dan lainnya).
Tak kenal maka tak sayang. Pepatah ini pun berlaku buat obyek wisata Sepur. Dirjen Sepur yang memang menangani obyek wisata Sepur di Indonesia ini harus bekerjasama dengan media untuk memperkenalkan obyek-obyek tersebut ke publik agar terekspos. Tanpa kerjasama yang baik, konsisten dan kreatif, obyek wisata Sepur tak mungkin dikenal baik oleh masyarakat. Bila sudah begitu, sulit rasanya mengajak masyarakat untuk datang berwisata ke obyek wisata Sepur apalagi peduli atas keberadaannya.
Belakangan ini, Dirjen Sepur sudah memulai kembali bekerjasama dengan sejumlah media dengan menggelar Press Tour ke sejumlah obyek wisata Sepur di Indonesia. Tahun 2008 lalu Dirjen Sepur yang dikomandani Harry Untoro didukung staf-stafnya menggelar kegiatan tersebut ke Situs Sangiran & Dieng (Jateng), Trowulan (Mojokerto), Makassar dan beberapa obyek (Sulsel) serta Monumen Soedirman (Pacitan). Dan tahun ini sejumlah obyek wisata Sepur juga akan dikunjungi Dirjen Sepur dengan mengajak sejumlah media dalam kegiatan serupa, namun diawali dengan kegiatan outbound untuk mempererat hubungan antar Dirjen Sepur dengan beberapa jurnalis yang selama ini mengikuti kegiatan Press Tour.
Meski baru sebatas Press Tour ke obyek wisata Sepur, paling tidak kegiatan ini bukan sekadar memperkenalkan program kerja Dirjen Sepur sehingga nama dan sepak terjangnya terekspos. Lebih dari itu tentunya dampak kegiatan ini berhasil memperkenalkan obyek-obyek wisata Sepur yang didatangi, kepada masyarakat lewat tulisan di beberapa media cetak maupun tayangan di media elektronik.
Ke depan, Dirjen Sepur dan forum jurnalis Sepur harus lebih kreatif lagi membuat dan mengemas kegiatan untuk lebih memperkenalkan obyek-obyek wisata Sepur. Kegiatan Press Tour 2009 dan tahun-tahun berikutnya perlu diperbanyak dan tentu dengan pengemasan yang lebih baik dan tepat sasaran. Sudah saatnya Dirjen Sepur memiliki media cetak (seperti majalah) yang mengupas kegiatan-kegiatan yang diadakan Dirjen Sepur dan lainnya yang dikelola dan dikemas secara eksklusif.
Selain itu harus ditambah dengan kegiatan reguler per bulan berupa seminar/diskusi mengenai obyek wisata Sepur dan permasalahannya dengan menghadirkan sejumlah pembicara/pemerhati/pengamat baik dari kalangan pemerintah maupun cendikiawan, sejarawan, arkeolog, jurnalis/pihak swasta yang mengerti dan peduli dengan obyek wisata Sepur. Dengan begitu, permasalahan obyek wisata yang ada dapat terkspos dan diketahui oleh masyarakat dan kemudian dicari solusi terbaik agar tuntas dan tidak berkepanjangan.
Kemasan Kreatif & Menarik
Pengemasan obyek wisata Sepur yang apa adanya, kurang menarik dan tidak kreatif membuat wisatawan kurang begitu tertarik untuk mengunjungi obyek wisata Sepur. Oleh itu perlu dicari jalan/cara jitu agar kelak obyek wisata ini bisa diminati dan menjaring wisatawan baik wisnus maupun wisman.
Caranya; obyek wisata Sepur itu sendiri harus menarik, tertata dengan baik dengan fasilitas pendukung yang memadai. Contohnya Situs Sangiran, sebenarnya secara fasilitas dan daya tarik sudah cukup memadai dan menarik. Situs ini memiliki museum dengan sejumlah koleksi benda-benda arkeologi yang sudah tersohor di dunia. Didukung fasilitas pendukung seperti akses jalan yang sudah baik, lapangan parkir dan lainnya. Namun ternyata itu belum cukup, harus ada kemasan lain yang dapat menarik perhatian wisatawan untuk datang, seperti tenaga pengelola/pemandu yang ramah, rapih, dan fasilitas pendukung yang lebih baik serta alat transportasi yang lebih memadai ke obyek tersebut dan ke obyek-obyek lain di sekitarnya.
Biar tidak membosankan, perlu dikombain dengan kegiatan menarik lain misalnya mengunjungi sentra kerajinan tangan di lokasi terdekat, menikmati makanan/penganan khas setempat (obyek wisata kuliner), mengunjungi obyek-obyek menarik lainnya dalam satu paket. Namun yang terpenting, pemandu di obyek wisata dan warga setempat harus ramah dalam menerima dan menyambut wisatawan. Bukan justru berbuat sesuatu yang kurang berkenan di hati wisatawan seperti acuh, memaksa wisatawan untuk membeli kerajinan tangan, dan lainnya.
Seharusnya masyarakat menyambut wisatawan baik yang datang dalam kelompok kecil maupun besar dengan sebuah penyambutan yang dirancang spesial hingga mengesankan. Misalnya dengan memberikan suguhan kesenian seperti tarian selamat datang dan tarian khas daerah tersebut, dan lainnya secara menarik. Dengan begitu wisatawan akan merasa dihargai dan ingin kembali berwisata ke obyek wisata Sepur tersebut. Jadi, bukan semata datang melihat koleksi benda mati dan mendengar ocehan pemandu yang kadang membosankan.
Agar pengelola obyek wisata Sepur dan masyarakatnya menghargai wisatawan, perlu ada penyuluhan sadar wisata. Dan ini menjadi tugas dari pemerintah terkait. Lagi-lagi peran forum jurnalis dibutuhkan untuk mensosialisasikan obyek wisata Sepur, cara pengelolaan dan pengemasannya sekaligus membuka kesadaran pariwisata masyarakat setempat. Bila itu terwujud, pastinya, peluang menjaring wisnus dan wisman dari obyek wisata Sepur ini terbuka lebar.
Adji K (Jurnalis & Pemerhati Pariwisata)
Sumber: http://travelplusindonesia.blogspot.com
Obyek wisata sejarah dan purbakala (Sepur) yang ada di negeri ini sangat luar biasa besar dan beragam. Sayangnya, pengelolaan dan pengemasannya masih jauh dari sempurna. Segudang problema masih menjadi tembok besar bagi keberlangsungan dan kemajuan perkembangan obyek wisata Sepur ini. Padahal potensi untuk menjaring wisnus dan wisman dari obyek wisata Sepur cukup signifikan.
Banyak dan berpencarnya lokasi obyek wisata Sepur di Indonesia menjadi salah satu kendala bagi pengelolaannya. Perlu tenaga dan tentunya biaya yang memadai untuk mengurus dan sekaligus mengemasnya sebagai sebuah daya tarik wisata.
Sebenarnya kalau dilihat dari sifat atau karakteristik wisatawan yang cenderung bergerak dari satu tempat ke tempat baru, justru keberpencaran lokasi obyek wisata Sepur tersebut menjadi kelebihan (potensi) tersendiri. Wisatawan dapat berpindah dan melihat obyek wisata Sepur yang satu ke obyek lain di lokasi atau daerah/kota yang berbeda. Dengan begitu, wisatawan tersebut juga dapat melihat dan menikmati obyek wisata lain termasuk menghidupkan sektor lain seperti perhotelan, biro perjalanan, transportasi baik darat, laut maupun udara, tempat makan dan lainnya.
Melihat peluang itulah, semestinya pengelola obyek wisata Sepur jeli memanfaatkannya. Caranya dengan bekerjasama secara lintas sektor baik dengan pemerintah (dalam hal ini Depbupar khususnya Dirjen Sepur), Media (terutama yang mengupas soal kepariwisataan) dan stake holder (biro perjalanan, perhotelan, rumah makan, transportasi, hiburan kesenian sebagai daya tarik, dan lainnya).
Tak kenal maka tak sayang. Pepatah ini pun berlaku buat obyek wisata Sepur. Dirjen Sepur yang memang menangani obyek wisata Sepur di Indonesia ini harus bekerjasama dengan media untuk memperkenalkan obyek-obyek tersebut ke publik agar terekspos. Tanpa kerjasama yang baik, konsisten dan kreatif, obyek wisata Sepur tak mungkin dikenal baik oleh masyarakat. Bila sudah begitu, sulit rasanya mengajak masyarakat untuk datang berwisata ke obyek wisata Sepur apalagi peduli atas keberadaannya.
Belakangan ini, Dirjen Sepur sudah memulai kembali bekerjasama dengan sejumlah media dengan menggelar Press Tour ke sejumlah obyek wisata Sepur di Indonesia. Tahun 2008 lalu Dirjen Sepur yang dikomandani Harry Untoro didukung staf-stafnya menggelar kegiatan tersebut ke Situs Sangiran & Dieng (Jateng), Trowulan (Mojokerto), Makassar dan beberapa obyek (Sulsel) serta Monumen Soedirman (Pacitan). Dan tahun ini sejumlah obyek wisata Sepur juga akan dikunjungi Dirjen Sepur dengan mengajak sejumlah media dalam kegiatan serupa, namun diawali dengan kegiatan outbound untuk mempererat hubungan antar Dirjen Sepur dengan beberapa jurnalis yang selama ini mengikuti kegiatan Press Tour.
Meski baru sebatas Press Tour ke obyek wisata Sepur, paling tidak kegiatan ini bukan sekadar memperkenalkan program kerja Dirjen Sepur sehingga nama dan sepak terjangnya terekspos. Lebih dari itu tentunya dampak kegiatan ini berhasil memperkenalkan obyek-obyek wisata Sepur yang didatangi, kepada masyarakat lewat tulisan di beberapa media cetak maupun tayangan di media elektronik.
Ke depan, Dirjen Sepur dan forum jurnalis Sepur harus lebih kreatif lagi membuat dan mengemas kegiatan untuk lebih memperkenalkan obyek-obyek wisata Sepur. Kegiatan Press Tour 2009 dan tahun-tahun berikutnya perlu diperbanyak dan tentu dengan pengemasan yang lebih baik dan tepat sasaran. Sudah saatnya Dirjen Sepur memiliki media cetak (seperti majalah) yang mengupas kegiatan-kegiatan yang diadakan Dirjen Sepur dan lainnya yang dikelola dan dikemas secara eksklusif.
Selain itu harus ditambah dengan kegiatan reguler per bulan berupa seminar/diskusi mengenai obyek wisata Sepur dan permasalahannya dengan menghadirkan sejumlah pembicara/pemerhati/pengamat baik dari kalangan pemerintah maupun cendikiawan, sejarawan, arkeolog, jurnalis/pihak swasta yang mengerti dan peduli dengan obyek wisata Sepur. Dengan begitu, permasalahan obyek wisata yang ada dapat terkspos dan diketahui oleh masyarakat dan kemudian dicari solusi terbaik agar tuntas dan tidak berkepanjangan.
Kemasan Kreatif & Menarik
Pengemasan obyek wisata Sepur yang apa adanya, kurang menarik dan tidak kreatif membuat wisatawan kurang begitu tertarik untuk mengunjungi obyek wisata Sepur. Oleh itu perlu dicari jalan/cara jitu agar kelak obyek wisata ini bisa diminati dan menjaring wisatawan baik wisnus maupun wisman.
Caranya; obyek wisata Sepur itu sendiri harus menarik, tertata dengan baik dengan fasilitas pendukung yang memadai. Contohnya Situs Sangiran, sebenarnya secara fasilitas dan daya tarik sudah cukup memadai dan menarik. Situs ini memiliki museum dengan sejumlah koleksi benda-benda arkeologi yang sudah tersohor di dunia. Didukung fasilitas pendukung seperti akses jalan yang sudah baik, lapangan parkir dan lainnya. Namun ternyata itu belum cukup, harus ada kemasan lain yang dapat menarik perhatian wisatawan untuk datang, seperti tenaga pengelola/pemandu yang ramah, rapih, dan fasilitas pendukung yang lebih baik serta alat transportasi yang lebih memadai ke obyek tersebut dan ke obyek-obyek lain di sekitarnya.
Biar tidak membosankan, perlu dikombain dengan kegiatan menarik lain misalnya mengunjungi sentra kerajinan tangan di lokasi terdekat, menikmati makanan/penganan khas setempat (obyek wisata kuliner), mengunjungi obyek-obyek menarik lainnya dalam satu paket. Namun yang terpenting, pemandu di obyek wisata dan warga setempat harus ramah dalam menerima dan menyambut wisatawan. Bukan justru berbuat sesuatu yang kurang berkenan di hati wisatawan seperti acuh, memaksa wisatawan untuk membeli kerajinan tangan, dan lainnya.
Seharusnya masyarakat menyambut wisatawan baik yang datang dalam kelompok kecil maupun besar dengan sebuah penyambutan yang dirancang spesial hingga mengesankan. Misalnya dengan memberikan suguhan kesenian seperti tarian selamat datang dan tarian khas daerah tersebut, dan lainnya secara menarik. Dengan begitu wisatawan akan merasa dihargai dan ingin kembali berwisata ke obyek wisata Sepur tersebut. Jadi, bukan semata datang melihat koleksi benda mati dan mendengar ocehan pemandu yang kadang membosankan.
Agar pengelola obyek wisata Sepur dan masyarakatnya menghargai wisatawan, perlu ada penyuluhan sadar wisata. Dan ini menjadi tugas dari pemerintah terkait. Lagi-lagi peran forum jurnalis dibutuhkan untuk mensosialisasikan obyek wisata Sepur, cara pengelolaan dan pengemasannya sekaligus membuka kesadaran pariwisata masyarakat setempat. Bila itu terwujud, pastinya, peluang menjaring wisnus dan wisman dari obyek wisata Sepur ini terbuka lebar.
Adji K (Jurnalis & Pemerhati Pariwisata)
Sumber: http://travelplusindonesia.blogspot.com