NTB- Para pelaku pariwisata NTB, Selasa (4/11) kemarin, melakukan pertemuan dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) NTB. Komunikasi yang mereka bangun bukan sekadar silaturahmi, tapi lebih dari itu ingin menyatukan komitmen dan menggalang kebersamaan memajukan pariwisata Bumi Gora. Kiat apa saja yang perlu dilakukan?
Kebangkitan pariwisata secara nasional harus ditangkap pihak pemerintah daerah, dinas/intansi terkait serta para pelaku pariwisata NTB sebagai momentum untuh berbenah diri. Apalagi melihat persaingan destinasi dengan provinsi-provinsi lain yang makin ketat. Untuk itulah para pelaku pariwisata di NTB yang menyatu dalam Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) NTB, PHRI dan Lombok Sumbawa Promo, bertemu dengan jajaran Disbudpar NTB yang dipimpin Drs. H. L. Gita Aryadi, MSi.
Ketua DPD Asita NTB, Awanadi Aswinabawa, menegaskan pihaknya bersama seluruh pelaku pariwisata membutuhkan kebersamaan dalam membangun pariwisata. Tentunya dukungan real dari pemerintah daerah dalam aksi bersama. Pasalnya, sulit meraih kemajuan dengan berjalan sendiri-sendiri. “Kita datang ke sini untuk menciptakan hubungan silaturahmi yang harmonis dan saling pengertian,” ungkapnya.
Tersirat dalam pandangan Awan –demikian ia disapa, pembenahan ke dalam mutlak dilakukan, termasuk sarana prasarana maupun fasilitas penunjang. Integrasi program bersama kabupaten/kota, menurut Awan, mesti dilakukan. Ini penting untuk melahirkan aksi-aksi kongkret, seperti dalam hal membuat paket wisata, promosi bersama dan penataan tata ruang wisata.
Gita bersama jajarannya yang memasang kuda-kuda dengan konsep segarnya memajukan pariwisata, menyadari perlunya pembenahan ke dalam dan menggerakkan semua komponen masyarakat, termasuk kalangan media massa, untuk memiliki perspektif pariwisata. Ia mengutarakan beberapa mimpi-mimpi besar dalam memajukan pariwisata. Di antaranya, ia menginginkan NTB sebagai daerah konvensi nasional. Belum bisa menyaingi Bali yang telah mampu ke tingkat konvensi internasional, diharapkan NTB bisa bermain di tataran konvensi nasional.
“Kita telah sampaikan agar segala kegiatan bersifat nasional bisa diadakan di NTB,” ucapnya. Ia menambahkan konvensi nasional di NTB bisa dijadwalkan Kamis dan Jumat. Selebihnya para pengunjung NTB ini bisa melakukan week end (berakhir pekan) sebelum kembali ke daerahnya.
Kadisbudpar yang energik ini mengharapkan setiap event-event besar berskala nasional akan diperbanyak pelaksanaannya di NTB. Seperti, NTB akan jadi tuan rumah pasar wisata Indonesia, TIME 2009 mendatang, pertemuan Asita sebagai Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia secara nasional dan lainnya. Bahkan Gita memimpikan adanya kegiatan besar berskala internasional, apakah itu konvensi, olah raga, pasar wisata, maupun event seni dan budaya.
Di hadapan para pelaku pariwisata itu, Gita mengutarakan keinginannya menyaingi Asian Beach Game (ABG) yang diadakan di Bali. Kegiatan besar yang diyakini memiliki multi player effect (dampak yang besar) bagi kemajuan pariwisata seperti itu ingin ia adakan di NTB. Konsepnya pun telah ia canangkan. Yakni menginginkan diadakannya Gili Begawe. Sebuah event besar perlombaan lintas laut, tidak lagi di pantai.
Tidak seperti halnya pendidikan yang memiliki anggaran khusus sebesar 20 persen dari APBD dan APBN. Namun, dinyatakan Gita, pengembangan pariwisata terutama dalam hal promosi tidak harus surut dengan faktor minimnya angaran.
Gita menyadari pentingnya penganggaran dalam memajukan sektor pariwisata. Hal inilah yang terus dikomunikasikan secara intensif dengan kalangan DPRD maupun pemerintah pusat. Tentunya dukungan yang kuat dari wakil-wakil rakyat NTB di DPR RI dan DPD RI terus didorongnya agar mereka menyuarakan pariwisata NTB saat bertemu pihak eksekutif.
Ciptakan Rasa Aman
Di samping masalah pembenahan banyak hal ke dalam dan terobosan-terobosan baru yang kongkret, factor keamanan menjadi penekanan kedua belah pihak. Menurut mantan Kabag Humas Setda NTB ini, kini bagaimana semua pihak menciptakan rasa aman. Dengan demikian para wisatawan tidak merasa khawatir apalagi takut berkunjung ke NTB. Meski beberapa negara besar berkali-kali mengeluarkan travel warning, warganya tak pernah takut datang ke NTB karena memang tercipta rasa aman dan nyaman.
Mantan Sekretaris Asita NTB, Akram Wirahadi, dan Ketua PHRI NTB, I Gst Lanang Patra, menekankan antara lain pentingnya pihak pemda selektif dalam memberikan izin kepada pelaku pariwisata. Ini terkait dengan pelayanan seperti di tingkat hotel melati dan restoran yang banyak dikomplain tamu luar. Ini perlu menjadi catatan, termasuk bagaimana memberikan pendidikan dan latihan kepada mereka agar memiliki pelayana yang standar. “Selama ini hotel-hotel dan restoran dikejar pajak. Pemda perlu memikirkan pembinaan terhadap mereka melalui diklat,” tutur Lanang.
Kemudian bagaimana membangkitkan kembali program sadar wisata. Karena bagaimana pun, welcome masyarakat terhadap pariwisata maupun para wisatawan sangat penting. Pembenahan objek wisata juga menjadi perhatian serius. Apalagi bicara menjadikan NTB sebagai pusat wisata konvensi nasional, perlu fasilitas penunjang yang memadai. Untuk meraih dukungan masyarakat akan pengembangan pariwisata, Lanang memandang pentingnya menghidupkan kembali Forum Komunikasi Pariwisata utuk membahas secara intensi masalah-masalah yang muncul serta terobosan-terobosan baru. Misalnya bagaimana menjamin keamanan, promosi di berbagai media, manajemen paket wisata, kualitas seni maupun budaya yang disuguhkan untuk menunjang pariwisata.
Heri dan Andry, anggota Asita NTB mengingatkan soal posisi Lombok maupun Sumbawa yang berat dijual ke pasaran nasional maupun internasional. Pasalnya, persaingan destinasi semakin ketat. Di samping itu, kata Andry, akses ke Lombok masih terbatas. Menurut Heri, sekarang bagaimana kiat-kita pemda menumbuhkan minat banyak orang datang ke NTB. “Perlu kiat-kiat baru. Selama ini NTB dompleng nama Bali. Sudah saatnya NTB buat maskot sendiri,” kata Heri.(rus/046)
Sumber: http://www.suarantb.com (5 November 2008)