Topeng Ireng Simpul Energi Petani

Magelang, Jateng - Festival Topeng Ireng 2011 menjadi simpul atas energi kultur kebersamaan seniman petani berasal dari berbagai desa di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Mereka menggelar acara itu di Lapangan Pakis, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, di lereng barat Gunung Merbabu, di Magelang, Selasa sore, dengan ditonton warga baik tua, muda, lelaki, maupun perempuan terutama dari kawasan setempat.

Festival itu melibatkan sedikitnya 500 seniman petani berasal dari berbagai grup di daerah yang dikelilingi lima gunung yakni Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh.

"Kami mencoba mengumpulkan secara khusus seniman tarian tradisional Topeng Ireng melalui festival ini," kata Ketua Panitia Festival Topeng Ireng Magelang, Handoko, didampingi salah seorang penggerak seniman petani lereng Gunung Merbabu, Riyadi, di sela pergelaran itu.

Festival itu diikuti 16 grup kesenian tarian tradisional Topeng Ireng dengan empat grup penabuh musik pengiring terutama truntung, kenong, jedor, dan drum.

Suasana tampak semarak antara lain ditandai dengan berbagai kostum penari yang beraneka ragam termasuk dibuat secara kontemporer dengan bahan alam terutama dedaunan.

Mereka menyuguhkan tarian itu secara massal selama beberapa saat dan kemudian melanjutkan membentuk konfigurasi di sepanjang tepi lapangan setempat dengan tabuhan berbagai alat musik secara serempak.

Seorang seniman tari berasal dari Gandok Seni Pondok Tingal Borobudur, Eko Sunyoto, mengatakan konon tarian Topeng Ireng mulai muncul di kalangan masyarakat Desa Tuk Songo, Kecamatan Borobudur, sekitar tiga kilometer barat Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, pada era 1950-an.

"Kini telah berkembang di berbagai desa di Magelang, dan bahkan kesenian ini juga muncul di Boyolali, Temanggung, dan kawasan perbatasan antara Temanggung dengan Kabupaten Semarang," katanya.

Ia mengatakan, "Topeng Ireng" sebagai kepanjangan dari kata "toto lempeng, irama kenceng" yang maksudnya seni menata diri dalam bentuk garis lurus dengan ritme yang cepat.

Semula, katanya, tarian itu sebagai pengiring terdepan saat masyarakat desa mengarak mustaka masjid.

"Para penari topeng ireng sebagai pembuka jalan, mereka mengecat badan dan wajahnya dengan warna serba hitam, penutup kepala `kukusan`, dan properti pakaian menggunakan janur kuning," katanya.

Ia mengatakan, kini properti pakaian penari telah beragam antara lain dengan penutup kepala menggunakan anyaman bulu ayam dan itik, rangkaian "klinting" diikatkan di kedua kaki penari, dan muka penari digambari dengan coretan garis beraneka warna.

Selain itu, katanya, sebagian grup topeng ireng mengembangkan dengan properti berasal dari bahan alam seperti daun-daun kering, bonggol jagung, dan pelepah pisang.

Kemungkinan, katanya, tarian tersebut saat ini telah menjadi salah satu kekhasan kesenian tradisional masyarakat pedesaan di Magelang.

-

Arsip Blog

Recent Posts