Oleh: Towil Heryoto
PANITIA Khusus DPR tentang Hak Angket Bank Century telah bertekad untuk mengusut kasus ini sampai dengan aliran dananya.
Sebelum masalah aliran dana dijelaskan lebih lanjut, terlebih dulu perlu diketahui, dana talangan Rp 6,7 triliun itu dikucurkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) kepada Bank Century secara bertahap pada 24 November 2008-24 Juli 2009. Bagian terbesar dikucurkan pada November-Desember 2008 karena memang pada waktu-waktu tersebut Century menghadapi masalah paling gawat sebagai institusi bank.
Dana itu tak semuanya berupa dana segar, sebagian berupa surat berharga yang baru dapat menjadi uang atau dana segar jika surat-surat itu laku dijual. Kalau kita batasi posisi hingga akhir 2008 sebagai masa transisi bank ini dari manajemen lama ke yang baru, berdasarkan data yang tercantum dalam laporan keuangan per akhir Desember 2008 yang telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik, jumlah dana talangan mencapai Rp 4,9 triliun, di antaranya Rp 0.4 triliun berupa Surat Utang Negara (SUN) dan Rp 4,5 triliun dana segar.
Sebagai keterangan tambahan, seperti diungkapkan dalam catatan tambahan pada laporan tahunan 2008, sampai 27 Februari 2009, dana talangan yang telah disetor Rp 6,1 triliun, di antaranya ditransfer berupa dana segar sebanyak Rp 4.7 triliun dan sisanya Rp 1,4 triliun dalam bentuk SUN. Dengan demikian, jika dana talangan itu kini berjumlah Rp 6,7 triliun, berarti tambahan Rp 0,6 triliun dikucurkan dalam kurun Februari-Juli 2009.
Pada awalnya, dana talangan (PMS) berupa dana segar tentunya dimasukkan dan tercatat pada giro Century di Bank Indonesia. Adapun yang berbentuk surat-surat berharga dicatat sebagai efek pada neraca.
Aliran Dana
Soal penelusuran aliran atau penggunaan dana, sebenarnya tak terlalu sulit dilakukan. Semua penggunaan dana sejak dana talangan diterima, ada catatannya di bank. Ambil saja neraca bank saat dana diterima (neraca per 20 November 2008) dan bandingkan dengan posisi neraca akhir Desember 2008. Dengan melakukan analisis neraca yang paling sederhana saja, sangat mudah mengetahui ke mana uang dipergunakan.
Mari kita cermati perubahan sisi pasiva neracanya saja (di luar ekuitas) dengan mengabaikan dulu perubahan pada pos aktiva dengan asumsi Century tidak melakukan ekspansi pada sisi asetnya selama kurun November-Desember 2008. Menurut teori akuntansi, penurunan posisi pos pasiva dalam neraca selama periode tertentu akan menunjukkan terjadinya penggunaan dana (cash outflow). Sementara itu, sebaliknya, jika terjadi kenaikan pada pos pasiva, menunjukkan adanya tambahan atau pemasukan dana (cash inflow).
Posisi pasiva neraca Bank Century pada 20 November 2008 yang pernah dipublikasikan, dalam perbandingan dengan posisi akhir Desember 2008 menunjukkan terjadi penurunan pos-pos pasiva dari Rp 13,7 triliun pada posisi 20 November 2008 menjadi Rp 7,1 triliun pada akhir Desember 2008. Berarti ada penurunan dana neto Rp 6,6 triliun. Suatu jumlah yang tidak sedikit yang terjadi hanya dalam waktu sekitar 30 hari kerja di bank sekecil itu. Berarti praktis semua dana talangan dari LPS yang sampai akhir Desember 2008 baru dikucurkan Rp 4,9 triliun di tambah dengan dana fasilitas pinjaman jangka pendek (FPJP) dari BI Rp 690 miliar tersedot semuanya, bahkan tak mencukupi untuk keperluan pembayaran tersebut.
Porsi Terbesar
Dari jumlah ini, penggunaan (aliran) dana terbesar berupa penarikan simpanan nasabah mencapai Rp 3,8 triliun. Manajemen baru dihadapkan pada kepercayaan nasabah yang merosot tajam dengan menarik simpanan secara besar-besaran (bank-rush) pada saat itu. Bisa dipastikan, pencairan deposito oleh para deposan merupakan porsi terbesar menyusul berikutnya pencairan rekening tabungan. Dalam hal pencairan deposito ini mungkin saja termasuk deposito pemilik bengkel di Makassar yang pernah dimuat di harian ini di samping deposito grup Sampoerna yang heboh itu.
Siapa saja dari para deposan atau penabung yang menarik dananya, tentunya juga tidak sulit diketahui karena semua ada rinciannya di Century. Apakah yang menyimpan dana dan kemudian menariknya itu ada orang-orang parpol atau perusahaan milik orang parpol, mungkin saja. Namun, itu tentunya dalam konteks nasabah atau deposan normal sehingga transaksi yang dilakukan adalah bersifat normal, yaitu untuk menyelamatkan uangnya dari kondisi yang tidak jelas pada waktu itu.
Kecuali, BI atau Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mampu mendeteksi bahwa dalam pencairan uang deposito terdapat praktik-praktik melawan hukum, misalnya kredit fiktif dan sebagainya.
Transaksi keuangan yang dilakukan nasabah melalui bank lain (berasal dari dananya yang ditarik dari Century dan dipindahkan ke bank lain) tidak relevan untuk dipersoalkan karena itu bagian dari transaksi bisnis yang normal, apalagi sudah diluar tanggung jawab Century. Karena itu, kalau Pansus minta PPATK menelusuri sampai sejauh itu, patut dipertanyakan urgensinya.
Yang perlu diperhatikan dalam hal mengungkap penggunaan dana yang terkait dengan nasabah bank, semua pihak harus hati-hati karena salah-salah bisa dituduh melanggar UU tentang rahasia bank. Karena itu, saya cukup memahami sikap yang diambil pejabat PPATK atau LPS dan lainnya dalam menjelaskan masalah aliran dana ini.
Dampak lain yang perlu diantisipasi adalah merosotnya kepercayaan masyarakat dalam menyimpan dana pada bank swasta nasional, khawatir kasus seperti Century terjadi lagi pada kemudian hari. Urusannya bisa ke mana-mana, termasuk ke masalah pajak.
Selain penarikan dana simpanan nasabah, penggunaan lain yang juga tergolong signifikan adalah untuk membayar utang akseptasi, yaitu utang kepada bank luar negeri akibat dari pembukaan L/C yang dilakukan oleh nasabahnya. Jumlahnya sampai akhir 2008 mencapai Rp 1,3 triliun. Ini yang perlu ditelusuri, dilakukan oleh siapa saja, nasabah umum atau grup, apakah proses pembukaan L/C ini melalui prosedur wajar atau asal-asalan. Karena transaksi ini berpotensi menjadi kredit, yang juga perlu diteliti adalah kaitan dengan ketentuan batas maksimum pemberian kredit, melanggar atau tidak. Kembali di sini pentingnya peran dan fungsi pengawasan BI.
Dari penjelasan di atas, tampaknya transaksi keuangan yang menunjukkan terjadinya aliran dana itu terutama akibatbank-rush, di samping kegiatan operasional bank sebagaimana lazimnya. Kecuali ada indikasi bahwa di balik transaksi itu ada perbuatan melawan hukum, BI dan PPATK adalah instansi-instansi yang berkewajiban menelusurinya lebih mendalam.
Towil Heryoto, Mantan Bankir
Sumber : Kompas, Selasa, 16 Februari 2010