Sejumlah pihak yang diduga terlibat kasus korupsi dana pengungsi pascakerusuhan Poso disinyalir telah menggunakan jaringan teroris yang beraksi di sejumlah daerah, terutama di Ambon dan Poso, untuk mengalihkan perhatian agar kejahatan mereka tidak terus diungkit. Kejadian terakhir adalah peledakan bom di Pasar Sentral Tentena, Sabtu (28/5).
Sumber-sumber yang dekat dengan tim penyidik gabungan Polisi Daerah Sulawesi Tengah (Polda Sulteng) dan Polres Poso kepada SH, Kamis (2/6) siang menyebutkan, semula tim penyidik menduga kasus peledakan bom di Pasar Sentral Tentena itu terkait dengan tiga kemungkinan.
Pertama, terkait dengan santernya pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat intelijen sehubungan tewasnya aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir. Kedua, upaya mengalihkan perhatian terhadap kasus korupsi dana pengungsi pascakerusuhan Poso sebesar Rp 40 miliar lebih. Dan, ketiga, terkait dua buronan peledakan bom di Indonesia, yakni Dr Azahari dan Noordin M Top.
Namun, belakangan tim penyidik mengarahkan kasus peledakan bom Tentena kepada kemungkinan kedua, yakni upaya untuk mengalihkan kasus korupsi dana pengungsi pascakerusuhan Poso. "Kami mengarahkan pada kemungkinan kedua karena sebagian besar orang yang sudah ditahan ternyata adalah kaki tangan sejumlah pejabat di Poso. Sebut saja AKS yang belakangan diketahui adalah tangan kanan seorang pejabat di Poso," kata sebuah sumber yang tidak mau disebut namanya itu.
Dia menyebutkan, dalam sebuah pertemuan antara warga dengan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) setempat beberapa waktu lalu muncul desakan agar kasus korupsi dana pengungsi pascakerusuhan Poso
dilanjutkan kembali karena hingga kini penanganan kasus penyimpangan dana sebesar Rp 40 miliar lebih tersebut jalan di tempat. "Kami mengarahkan pada kemungkinan itu," tambahnya.
Sumber itu mengungkapkan, dalam mobil dinas milik AKS bernomor polisi DN-302 pihak kepolisian menemukan potongan pipa serta bahan trinitrotoluene (TNT) yang ternyata bahannya sama dengan yang ditemukan di tempat kejadian perkara (TKP) di Pasar Sentral Tentena. Selain itu, AM dan AL diketahui sebagai pelaku pembunuhan Carminalis Ndele (45), Kepala Desa Pinedapa, Kecamatan Poso Pesisir pada 5 November tahun lalu. Keduanya seharusnya mendekam di Rutan Poso, namun saat kejadian menurut empat saksi yang diperiksa di Mapolda Sulteng, AM dan AL terlihat di sebuah jalan tidak jauh dari Pasar Sentral Tentena.
Kepung Pulau
Pada bagian lain, tim gabungan Polda Sulteng dan Polres Poso sejak Rabu (1/6) malam mengepung sebuah pulau di Kecamatan Ampana, Kabupaten Tojo Una-una. "Sejak semalam kami telah mengepung pulau tersebut karena E dan AT yang diduga kuat sebagai pelaku utama peledakan bom di Pasar Sentral Tentena tengah bersembunyi di pulau tersebut," kata seorang anggota tim penyidik Polda Sulteng.
Dia juga menambahkan, warga di sekitar pulau tersebut sudah diminta untuk segera keluar dari pulau tersebut untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya baku tembak dengan E dan AT yang diduga kuat juga memiliki bahan peledak dan senjata api. "Mungkin dalam hitungan jam, kami akan menyerbu lokasi persembunyian E dan AT tersebut. Ya, tinggal menunggu perintah Kapolda Sulteng saja," tambahnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sulteng, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Rais Adam yang dihubungi SH, Kamis siang mengatakan, hingga Kamis siang jumlah orang yang ditahan terkait kasus bom Tentena masih 13 orang. Sedangkan, dua orang yakni E dan AT yang disebut-sebut sebagai pelaku utama masih diburu. Namun, dia mengaku belum mengetahui persis lokasi persembunyian keduanya.
Dia membenarkan E dan AT juga terkait sejumlah aksi kekerasan di Ambon. Terakhir, tambah Rais Adam keduanya terlibat kasus penyerangan Pos Brimob di Desa Loki, Kecamatan Piru, Kabupaten Seram Bagian Barat pada 16 Juni 2005. Dalam kejadian itu, lima personel Polda Kaltim yang di bawah kendali operasi (BKO) Polda Maluku tewas.
Sketsa Disebar
Sementara itu, polisi telah menetapkan 15 tersangka terkait peledakan bom di Pasar Sentral Tentena, Kabupaten Poso yang mengakibatkan 20 orang tewas dan lebih 50 orang lainnya menderita luka-luka. Kapolri Jenderal Da`i Bachtiar kepada wartawan di Poso, Rabu (1/6) siang mengatakan 13 tersangka telah diamankan di Mapolres Poso dan dua tersangka berinisial AT dan E menjadi DPO (daftar pencarian orang) polisi. AT dan E yang diduga kuat sebagai pelaksana di lapangan pernah terlibat beberapa kasus kekerasan di Ambon dan Seram, Maluku.
Sebanyak dua unit mobil Toyota Kijang dan Isuzu Panther juga telah disita sebagai barang bukti. Mobil Toyota Kijang merupakan kendaraan dinas milik Kepala Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kabupaten Poso, Has. Dari mobil jenis Isuzu Panther yang diamankan di Tombiano, Kecamatan Tojo Barat Kabupaten Tojo Unauna—daerah yang dimekarkan dari Kabupaten Poso tahun 2004— ditemukan serbuk yang memiliki kesamaan dengan bahan bom Tentena.
Kapolri didampingi Kapolda Sulteng Brigjen Aryanto Sutadi menolak menyebutkan inisial para tersangka, namun Aryanto membenarkan salah seorang dari 13 tersangka yang telah ditahan adalah Kepala Rutan Poso, Has. Yang bersangkutan ditangkap di Desa Tumora Kecamatan Poso Pesisir Minggu (29/5) saat dalam perjalanan ke Kota Palu atas tuduhan kepemilikan senjata api jenis FN tanpa izin dan mengeluarkan tahanan tanpa izin Pengadilan Negeri (PN) Poso. Empat tahanan PN Poso atas dakwaan penyimpangan dana kemanusiaan pengungsi yang dikeluarkan Has adalah AKS, AL, AM dan E.
Wakil Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Brigjen Soenarko di Jakarta, Rabu siang mengatakan, dua sketsa wajah tersangka bom Poso yang masih buron kini telah disebarkan ke masyarakat. Sketsa itu dibuat menyusul pengakuan 13 tersangka yang telah ditangkap.
Menurut Soenarko, ciri-ciri salah satu tersangka yang masih diburu itu adalah berambut lurus namun gondrong, beralis tebal, bermata sipit dan berhidung normal. Sedangkan orang satunya lagi berambut ombak, suka memakai topi dan berkaca mata hitam. "Namun kalau dilepas atributnya, diketahui mata normal serta kulit agak hitam," katanya.
Mendesak Penyelidikan
Desakan agar kasus kekerasan di Poso segera dituntaskan dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk korban dan keluarga korban Poso. Imbauan itu dikemukakan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) agar segera dilakukan penyelidikan untuk menghindari kekerasan berikutnya, Rabu (1/6).
Rombongan itu diterima anggota Komnas HAM Eny Suprapto. Para korban dan keluarganya menilai bahwa peledakan bom yang menyebabkan 21 orang meninggal itu terkait dengan kekerasan-kekerasan sebelumnya. "Peledakan bom yang terjadi di Tentena ini merupakan pemeliharaan kekerasan di Poso dalam tujuh tahun terakhir," kata salah seorang korban.
Menurut mereka, peledakan bom tersebut terjadi karena konflik kemanusiaan di Poso tahun 1998 tidak diselesaikan secara tuntas. Bahkan, tindakan kriminal seperti teror bom, penembakan misterius, hingga provokasi terus berlanjut, namun sejauh ini tidak ada pertanggungjawaban hukum terhadap para pelaku. Akibatnya, penegakan hukum hanya bersifat simbolik.
Kegagalan penegakan hukum itu tidak diimbangi dengan kinerja dan profesionalisme Komnas HAM untuk menyelesaikan kasus kekerasan yang diduga sebagai pelanggaran HAM di Poso. Hingga kini, Komnas HAM baru tiga kali mengunjungi Palu dan Poso dan belum ada tindak lanjutnya lagi. (nor/ant/han/ina)
Sumber : geocities.com 02 Juni 2005