Kampar, Riau - Kain tenun songket dianggap sebagai representasi kemegahan masa lalu dan tetap bisa populer untuk menjadi tren di industri mode.
Hal tersebut dilakukan Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Kampar Eva Yuliana yang juga memperkenalkan dan memopulerkan motif Candi Muara Takus. Eva menjelaskan dipilihnya motif Candi Muara Takus karena bangunan candi tersebut merupakan objek wisata yang terkenal hingga seluruh dunia di Kabupaten Kampar, Riau.
“Songket dan batik Kampar merupakan kebanggaan bagi masyarakat Kampar. Dengan kualitas yang bagus, maka pemasarannya pun hingga luar negeri,” katanya saat bertemu wartawan. Dia juga menuturkan bahwa pegawai pemerintah Kabupaten Kampar menggunakan seragam batik Kampar setiap Rabu. “Kami sebagai masyarakat Kampar harus menghargai hasil batik tradisional dengan melestarikannya,” sebutnya.
Agar lestari, menurut Eva, kain songket perlu dipakai oleh kalangan yang lebih luas, dipakai sebagai apresiasi atas keindahan corak dan motifnya, juga dengan pemahaman tata nilai tradisi serta penghargaan terhadap keahlian perajinnya. Eva mengaku untuk memproduksi songket motif Candi Muara Takus tersebut dibutuhkan waktu dua minggu untuk satu line .
“Saya ciptakan dan meng-create motif tersebut selama dua tahun lalu, tercipta juga batik tudung saji dan bunga 3 dara. Selain itu, para perajin dan ibu-ibu di desa juga diberikan pelatihan jahit menjahit di PKBM Bina Insan Mandiri Kubang Jaya. Hal tersebut juga merupakan program tiga zero, yakni zero kemiskinan, zero pengangguran, dan zero kemiskinan yang diprakarsai oleh Bupati Kampar Jefry Noer,” tutur Eva yang menjelaskan saat ini para perajin masih menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM) untuk kualitas terbaik.
Seperti dilansir antaranews.com, para perajin songket di Desa Pagaruyung, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar, mengembangkan kreasi songket dan meningkatkan produksi mereka hingga menjadikan daerah itu sebagai pusat songket di Kampar. Di Desa Pagaruyung terdapat beberapa perajin yang kesemuanya telah memiliki ATBM. Saat ini para penenun membuka sendiri usaha tenun songket.
“Kami, pemerintah Kampar, membantu pemasaran kain songket tersebut dengan langsung membeli ke para perajin. Biasanya, ada beberapa kualitas, misalnya ada yang satu kain seharga Rp5 juta namun menggunakan benang emas, dan ada pula yang satu songket untuk satu baju dengan harga Rp300.000 hingga Rp500.000,” kata Eva yang rajin mengajak para perajin untuk ikut serta lomba desain songket tingkat Provinsi Riau.
Saat ini para perajin sudah bekerja sama dengan desainer untuk memproduksi baju nasional Kampar. Zaitun, perajin dari Dekranasda, turut memberikan motivasi agar para penenun ini bersemangat meneruskan pekerjaan sebagai penenun songket hingga dapat membawa nama baik Kabupaten Kampar. Ia menyampaikan bahwa motif pertama adalah Candi Muara Takus yang merupakan ide cemerlang dari Eva Yuliana.
“Bahkan, saya sendiri sudah membuat contoh kain tenun songket bermotif Candi Muara Takus seperti yang diinginkan ibu Eva,” ujarnya. Namun, sekarang sudah bisa mendapatkan penghasilan Rp1 juta. Ia mengaku mengawali belajar menenun dengan pengajar dari Dekranasda Provinsi Riau.
Sumber: http://www.koran-sindo.com