Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit semua aset milik Sekretariat Negara (Setneg), Sekretariat Kabinet (Seskab), Kantor Presiden dan Kantor Wakil Presiden.
Ini adalah satu dari delapan langkah yang diputuskan dalam rapat terbatas koordinasi pemberantasan korupsi antara Pemerintah, Jaksa Agung, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Ombudsman Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia Polri.
”Kita ingin bebersih dari rumah kita sendiri. Adakah penyimpangan, adakah penghilangan aset, adakah pengelolaan aset yang tidak benar. Ini penting untuk mengajak rakyat. Kita melaksanakan pemberantasan korupsi tapi harus mulai dari diri sendiri dan rumah sendiri,” tegas Presiden Yudhoyono dalam jumpa pers usai memimpin rapat terbatas tersebut, di Jakarta, Kamis (28/4) siang ini.
Kepala Negara juga memerintahkan agar dicari dan menemukan terpidana yang sudah dijatuhi hukuman atau sudah menjalani proses hukum yang diduga kuat berada di luar negeri. Ia menyebutkan ada tujuh terpidana dan 12 buron yang sedang menjalani proses hukum berada di luar negeri. ”Saya tidak mengumumkan nama-namanya, khawatir pindah ke negara lain,” kata Presiden.
Sementara langkah yang lain menyangkut pemeriksaan penyimpangan pengadaan barang di semua departemen dan lembaga negara termasuk Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), BPK dan lain-lain. Menurut Presiden, ada dugaan penyimpangan dalam pengadaan barang tersebut.
Langkah berikutnya adalah pemeriksaan penyimpangan pembangunan infrastruktur di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Indonesia pada umumnya. Pada bagian lain Presiden Yudhoyono mengungkapkan ada bukti permulaan dan dugaan kuat korupsi serta penyimpangan di berbagai lembaga, sebagian di swasta yang berkaitan dengan aset negara dan kepentingan rakyat.
”Tercatat di beberapa BUMN atau departemen, ada bukti permulaan dan dugaan korupsi. Bukan BUMN-nya, tapi oknum-oknum di situ,” tegas Presiden. Langkah berikutnya, Yudhoyono meminta peningkatan intensitas pemberantasan illegal logging (pembalakan liar). Menurutnya, yang ditindak jangan hanya oknum di lapangan tapi harus sampai menyentuh arsitek dan penyandang dana illegal logging tersebut.
Langkah terakhir adalah, diinstruksikan agar dilakukan penelitian terhadap pembayar pajak dan cukai tahun 2004. Presiden menyebutkan, fokus pada 500 pembayar pajak terbesar di atas Rp 5 miliar. ”Penyimpangan yang terjadi di situ akan sangat merugikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kita akan ingatkan kalau mengabaikan kita akan memberi sanksi,” tegasnya.
Kepala Negara menyebutkan, rapat koordinasi untuk sinkronisasi langkah bersama penyelesaian proses hukum korupsi skala besar akan dilaksanakan sebulan sekali. Ia menyebutkan, rapat ini akan mengukur kemajuan setiap bulannya.
Aturan Main
Presiden Yudhoyono menyebutkan rapat menyepakati lima aturan main. Pertama, proses hukum yang adil (fair legal process). Kedua, azas praduga tak bersalah, kecuali pengadilan menyatakan demikian tanpa mengurangi proses investigasi. Aturan main juga ingin mencegah rumor. Berikutnya dalam memberikan informasi, Presiden meminta masyarakat jangan mempunyai motif politik.
”Ini masalah hukum, jangan dikaitkan dengan partai politik. Posisi politik yang bersangkutan. jadi sama sekali dan jangan dikaitkan dengan afiliasi politik,” kata Presiden Yudhoyono.
Kepala negara menyatakan ada sesuatu yang untuk kepentingan penyidikan belum bisa disampaikan kepada publik. Hal itu terutama ditujukan kepada pers atau media.
Hanya Satu Menteri
Sementara itu, Ketua KPK Taufiqqurachman Ruki mengatakan dari semua departemen dan kantor menteri negara yang ada dalam Kabinet Indonesia Bersatu, baru satu menteri yang sudah membentuk tim khusus unstuck memberantas korupsi di lingkungan departemennya.
”Hanya ada satu menteri yang membuat tim khusus untuk melacak korupsi di lingkungan departemennya. Yang lainnya saya belum dengar,” kata Taufiqqurachman, usai rapat terbatas di Kantor Kepresidenan di Jakarta, Kamis.
Namun Taufiq menolak mengungkap nama menteri dan departemen tersebut. ”Saya tidak mau mengumumkan (nama menteri tersebut), kurang bagus,” katanya.
Dalam rapat yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla itu, Taufiq menyatakan sangat gembira dengan rapat tersebut karena mendapat kesempatan untuk membuka semua kasus korupsi yang sangat meresahkan masyarakat.
”Kepada Presiden saya mengatakan agar dibangkitkan spirit lingkungan birokrat untuk meningkatkan pemberantasan korupsi, sekurang-kurangnya mencegah karena mereka (birokrat) sebagian besar beranggapan korupsi adalah masalah biasa,” katanya.
Mengenai kasus korupsi di lingkungan KPU, Taufiq menjelaskan KPK dan BPK sudah berjalan seiring dalam melakukan tugasnya dan akan bertemu pada satu titik.
”BPK kewenangannya melakukan audit, sementara wewenang KPK adalah menyelidiki dan menyidik. Peristiwa saudara Mulyana W. Kusuma adalah entry point buat kita dan menjadi satu kasus tersendiri,” katanya.
Melalui entry point tersebut, Taufiq menegaskan penyelidikan akan terus dikembangkan, seperti dari mana Mulyana mendapatkan uang dan kenapa mesti dapat uang.
Taufiq juga mengingatkan meski lembaga seperti KPU juga memiliki jasa besar dalam menyelenggarakan pemilu, tapi akan lebih baik lagi jika institusi yang menyelenggarakan pemilu tersebut juga bersih dari korupsi, dan membuat legitimasi atas hasil pemilu itu pun akan menjadi lebih baik.
”Kita juga harus angkat topi kepada kawan-kawan (di KPU). Tapi ini masalahnya lain. Persoalan korupsi adalah persoalan hukum, sementara persoalan penyelenggaraan pemilu adalah masalah politik,” katanya menambahkan. (ega/ant)
Sumber: Sinar Harapan 28 April 2005