METRO - Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Lampung menghukum mantan Kepala Dinas Kesehatan Kota Metro, I Ketut Karlota (56), setahun dengan masa percobaan 18 bulan karena terbukti korupsi. Amar putusan memerintahkan pencabutan status tahanan kota pada Ketut.
Putusan banding itu menerima pengajuan banding Ketut yang disampaikan penasihat hukum Hadri Abunawar. Amar putusan yang dibacakan Majelis diketuai Haogoaro Harepa (Wakil Ketua PT), dibantu Hakim Tinggi H. Into Amny Tanjung dan Pardiman tertanggal 14 Agustus 2006 tidak menyebutkan Ketut membayar denda. Ketut hanya dinyatakan terbukti korupsi, tapi tak disebutkan berapa uang yang dikorupsi.
Namun, Majelis dalam amar putusan menyatakan uang Rp62 juta dikembalikan ke kas negara. Padahal, sebelum sidang digelar di pengadilan tingkat pertama, uang sudah dikembalikan.
Vonis Majelis tersebut mengubah putusan Majelis Hakim PN Metro, yang bersidang pada 23 Juni 2006. Majelis diketuai Zuhardi menyatakan Ketut terbukti mengorup uang dana jaminan pemeliharaan kesehatan keluarga miskin (JPK Gakin) Kota Metro tahun anggaran 2005, Rp62 juta.
Dalam amar putusan pengadilan tingkat pertama menghukum Ketut setahun dan denda Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan.
Karena tidak puas dengan putusan itu, baik Hadri Abunawar maupun Ketut mengajukan banding. Hasilnya, Ketut yang pernah ditahan dihukum percobaan.
Hadri Abunawar, yang dihubungi via ponsel, kemarin, menerima putusan tersebut. Sementara itu, Jaksa Harlan Mardite yang dihubungi menyatakan kasasi ke Mahkamah Agung. Namun, dia akan koordinasi dengan Kepala Kejaksaan Negeri Metro Leonard Simanjuntak.
Pada sidang di tingkat pertama Ketut didakwa korupsi Rp62 juta. Perbuatan itu dilakukan antara 16 dan 19 Mei 2005. Pada tahun anggaran 2004, Dinas Kesehatan (Diskes) Kota Metro mendapat bantuan dana JPK Gakin yang bersumber pada anggaran Depkes Rp1,425 miliar dari Program Kompensasi Pengurangan Subsdidi BBM Bidang Kesehatan.
Dana tersebut ditunjang Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) Rp614,7 juta ditambah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Metro Rp268,28 juta. Total dana untuk program JPK Gakin, Rp1,7 miliar.
Dana tersebut disimpan di rekening Diskes Metro pada Bank Negara Indonesia (BNI) Metro pada 2 November 2004. Pencairan dana di BNI harus ditandatangani Ketut, yang saat itu menjabat kepala Diskes Kota Metro.
Pada 16 hingga 19 Mei 2005, saksi Faid Mislia Zudesia alias Desi menyodorkan cek kepada Ketut untuk ditandatangani. Namun dari sekian lembar cek yang diteken, Ketut mengambil satu lembar senilai Rp62 juta.
Pengambilan selembar cek itu dilakukan ketika Desi keluar ruang kerja Ketut karena disuruh mengambil berkas lain. Selanjutnya, pada 6 Juli 2005, ketika Desi akan membukukan pengeluaran uang, ada arsip cek yang tidak diketahui pemegangnya. Dia lantas melapor kepada saksi Maryati pada 7 Juli 2005.
Selanjutnya, Maryati dan Desi melapor kepada Kepala Diskes pengganti Ketut, drg. Torry Duet Irianto. Untuk mengetahui apakah cek tersebut sudah dicairkan atau belum, Desi pergi ke BNI Cabang Metro. Pihak BNI memberikan arsip pencairan cek Rp62 juta kepada Desi.
Cek itu ternyata dicairkan Ketut pada 19 Mei 2005. Ketika Ketut mencairkan cek JPK Gakin, BNI tidak curiga. Pasalnya, sejak Januari hingga Mei 2005, pencairan cek harus diteken Ketut selaku kepala Dinas Kesehatan. Setelah mengambil uang Rp62 juta, Ketut menyimpan uang ke rekening di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Metro.
Selanjutnya, pada 12 Juli 2005, Maryati dan Desi bersama Torry menemui Ketut untuk konfirmasi. Ternyata, dia mengaku menyimpam dana Rp62 juta.
Kemudian pada 14 Juli 2005, Maryati, Desi dan Torry, mendatangi Ketut di rumahnya. Ketika itu Ketut belum menyanggupi mengembalikan uang tersebut. Karena jawaban tidak jelas, Desi bersama Maryati melapor ke polisi. Akibat perbuatan terdakwa, negara dalam hal ini Pemerintah Kota Metro dirugikan Rp62 juta. n RPA/D-3
Sumber: Lampung Post, Jum`at, 25 Agustus 2006