Tradisi Keduk Beji, Semua Persoalan Diselesaikan di Sini

Ngawi- Ritual mandi lumpur di Desa Tawun, Kecamatan Kasreman, Kabupaten Ngawi yang telah berlangsung turun temurun tetap dilestarikan. Peserta ritual yang dikenal dengan istilah Keduk Beji atau nyadran ini dilaksanakan dengan jalan membersihkan kolam sumber mata air Sendang Tawun.

Peserta ritual mandi lumpur itu terdiri dari kalangan anak-anak, remaja, dewasa hingga orang tua. Mereka bersama-sama bermandi lumpur yang ada di kolam sumber mata air tersebut. Acara itu digelar setiap Selasa Kliwon menurut kalender Jawa secara turun temurun.

Teriakan peserta yang ikut mandi lumpur bersaut-sautan dengan suara dua sinden yang melantunkan tembang-tembang Jawa disertai iringan gamelan. Para pemain gamelan dan dua sinden ini juga tampak gembira seperti peserta ritual lainnya yang berada di dalam kolam.

"Kalau bulannya memang selalu berubah. Akan tetapi, untuk harinya selalu dilaksanakan pada Selasa Kliwon yang menurut penanggalan Jawa sebagai hari yang paling baik," kata Tunggal, Kepala Dusun (Kasun) Tawun.

Ratusan lelaki dari berbagai usia dan generasi ini memasuki kolam ukuran 20 x 30 meter. Usai membersihkan kolam, dua penyelam (tukang silem) juga masuk ke dalam kolam tersebut. Kedua penyelam itu merupakan keturunan tukang silem ini membawa sebuah kendi berisi air badhek (air tape) yang dianggap sebagai air suci.

Usai dua penyelam yang mengenakan pakaian adat Jawa mengganti kendi yang ada di pusat sumber mata air, para peserta ritual yang ada di dalam kolam mengikuti irama sinden. Peserta tua maupun muda masing-masing memegang tongkat kayu menarikan Tari Kecetan di dalam kolam.

Sesekali para penari memukulkan tongkat kayu di atas air, bahkan sebagian memukul penari yang lain. Aksi saling pukul tak terhindarkan, penari yang lain memisah keduanya agar tidak terjadi kekisruhan. Satu jam berlalu, tabuhan gamelan semakin cepat, para penari juga bergerak menyesuaikan irama, menutup tarian kecetan tersebut.

"Pukul-pukulan sudah biasa, jika ada persoalan diselesaikan di sini semuanya tanpa meninggalkan rasa kesal dan benci di antara peserta," kata Mujamin (30) yang telah mengikuti tradisi ini sejak umur 12 tahun.

Sesepuh Desa Tawun yang dinobatkan sebagai juru silem, Mbah Wo Supomo menjelaskan, upacara Keduk Beji merupakan salah satu cara untuk melestarikan adat budaya penduduk Desa Tawun. Tujuan utamanya membersihkan sumber dari kotoran. Inti utama dari upacara itu terletak pada penggantian dan penyimpanan kendi di pusat sumber yang terdapat di dalam gua.

“Setiap tahunnya, kendi di dalam sumber diganti melalui upacara ini. Hal ini dimaksudkan agar sumber air tetap bersih dan dapat mengairi lahan pertanian warga sekitar dan kebutuhan air untuk konsumsi warga," ungkapnya.

Selain itu, juga disiapkan sesaji berisi jadah, jenang, pisang, kelapa, rengginang, lempeng, tempe, bunga dan telur serta seekor kambing kendit yang dibakar di samping punden sumber air. Upacara adat ditutup dengan makan bersama Gunungan Lanang dan Gunungan Wadon yang disediakan bagi warga untuk mencari berkah.

Menurut Kades Tawun, Suryo Wirawan yang memimpin ritual ini menegaskan porsi acara ritual tahun ini dikurangi. "Jika sebelumnya Tayuban sebagai penutup dilaksanakan dua hari dua malam, saat ini hanya dilaksanakan sehari saja agar biayanya tidak membengkak," tandasnya.(Sudarmawan)

Sumber: http://www.kompas.com (21 November 2008)
-

Arsip Blog

Recent Posts