Jambi— Pemerintah Provinsi Jambi belum manfaatkan potensi Sungai Batanghari untuk objek wisata air, padahal mulai hulu hingga hilir sungai itu menyimpan banyak peninggalan sejarah masa Kerajaan Melayu dan Sriwijaya pada abad IX dan XIV Masehi.
"Sayang sekali, rugi rasanya jika potensi Sungai Batanghari tidak dimanfaatkan karena memiliki nilai sejarah yang cukup tinggi," kata pengamat budaya dan sejarah Universitas Negeri Jambi (Unja) Fachruddin Saudagar di Jambi.
Batanghari merupakan sungai terpanjang di Sumatera (3.222 Km) yang berhulu di Sumatera Barat dan hilir di muara pantai timur Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim) Provinsi Jambi, saat ini baru dijadikan salah satu paket wisata Jambi sebatas dalam katalog, dan belum dimanfaatkan untuk pengembangan pariwisata.
Sungai tersebut bila dikembangkan menjadi ikon pariwisata bisa memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan daerah dan kesejahteraan masyarakat yang bermukim di sepanjang bantaran sungai.
Latar belakang sejarah Sungai Batanghari sebagai pusat pelayaran dan perdagangan masa Kerajaan Melayu dan Sriwijaya menjadi nilai yang bisa dijual kepada wisatawan, khususnya wisatawan asing ketika dibawa menelusuri sungai.
Pada masa lampau hasil-hasil pertanian dan perkebunan masyarakat Jambi yang berada di bagian hulu seperti Kabupaten Bungo, Tebo, Merangin, Sarolangun, Batanghari, dan Muarajambi diangkut ke Kota Jambi bahkan ekspor karet ke Singapura menggunakan jalur transportasi sungai tersebut.
Para pedagang Arab dan China dulu menjadikan alur Sungai Batanghari sebagai tempat peristirahatan. Para pedagang itu sambil berdagang juga menyebarkan agama Islam dan Budha di Jambi.
Pemeluk agama Budha dari daratan China banyak melakukan persembahyangan di kawasan Candi Muarojambi yang merupakan peninggalan dan benteng pertahanan wilayah Kerajaan Sriwijaya hingga ke Sumatera Selatan.
Namun seiring dengan perkembangan kemajuan zaman, alur Sungai Batanghari itu kini telah mengalami pendangkalan akibat kerusakan hutan, sehingga kini sulit dilalui kapal-kapal berbobot di atas 5.000 DWT, kecuali pada musim hujan debit air sungai mengalami kenaikkan.
Pemprov Jambi pada era 1990-an akan menjadikan Sungai Batanghari itu sebagai kawasan cagar budaya dan objek wisata air, karena berdasarkan penelitian para pakar arkeologi, sepanjang bantaran sungai masih banyak situs peninggalan sejarah yang terpendam dan belum digali.
Namun program pembangunan kawasan cagar budaya Sungai Batanghari itu hingga kini belum terealisasi, tidak tahu apa penyebabnya, kata Fachruddin. (Ant/OL-03)
Sumber : http://mediaindonesia.com/ (3 Januari 2009)