Banyuwangi, Jatim - Selain Gandrung, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur mempunyai seni tradisi yang cukup populer di kalangan masyarakat yaitu kesenian pertunjukan Barong Prejeng. Biasanya, kesenian Barong Prejeng digunakan masyarakat di Kabupaten Banyuwangi untuk "ngarak" pengantin ataupun hajatan sunat.
"Untuk melestarikan tradisi barong ini lah maka Kecamatan Singonjurug mengadakan Festival Barong Prejeng Etnik Banyuwangi yang digelar di tengah sawah. Karena memang barong tidak bisa lepas dari masyarakat agraris," kata Nanik Machrufi, Camat Singonjuruh kepada Kompas.com, Minggu (26/10/2014).
Nanik menjelaskan festival barong tersebut baru pertama kali digelar tahun 2014, dan diharapkan bisa menjadi agenda pada Banyuwangi Festival 2015 nanti.
Pada Festival Barong Prejeng Etnik yang digelar di tengah sawah tersebut, ada 15 grup barong yang terdaftar. Selama 15 menit mereka menampilkan atraksi tari dan musik dihadapan para penonton yang memenuhi arel persawahan.
Kepada Kompas.com, Juwono, salah satu juri menjelaskan ada beberapa yang masuk dalam kriteria penilaian yaitu kelincahan gerak tari pemeran barong, komposisi musik yang dimainkan, penyajian tema dan cerita, serta kreativitas antara teknik dan musik dan kelengkapan.
"Barong prejengan asli Banyuwangi pemainnya hanya satu saja bukan dua orang. Kalau itu ada pengaruh dari barongsai dan juga barong bali. Bentuk kepalanya juga lebih kecil dibandingkan barong bali. Pada barong Banyuwangi juga menggunakan sayap dan mahkota sehingga lebih terlihat gagah," jelas lelaki yang akrab dipanggil Kang Ju tersebut.
Selain itu ciri khas dari barong prejeng adalah musiknya lebih semangat dan ritme permainan kendang dan gong lebih dinamis. "Barong itu ada dua, barong lakon yang ditampilkan sebagai teater rakyat biasanya dilakukan malam hari. Sedangkan barong prejeng ini untuk ngarak pengantin atau sunatan. Tentunya musiknya harus lebih rancak," jelasnya.
Untuk tema cerita, lelaki yang berprofesi guru ini menjelaskan jika barong lakon mengangkat cerita tentang Jakripah, seorang perempuan yang mempunyai peliharaan makhluk jadi-jadian yang bernama barong. Sedangkan untuk barong prejeng ceritanya lebih sederhana pada kehidupan sehari hari.
"Ini ada yang mengambil cerita tentang barong stres karena ditinggal oleh temannya," katanya sambil tertawa.
Sementara itu dalam buku yang berjudul Barong Using Aset Wisata Budaya Banyuwangi yang diterbitkan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi dijelaskan tema cerita yang digunakan dalam pertunjukan Barong Using juga berbeda dengan tema pada pertunjukan barong-barong lainnya.
Pada umumnya tema cerita dalam pertunjukan barong di Jawa menggunakan cerita Panji dan di Bali dengan tema cerita Calonarang atau Kunthisraya.
Namun di Banyuwangi, pertunjukan Barong Using menggunakan cerita-cerita dongeng tentang kehidupan masyarakat atau rakyat jelata dengan makhluk-makhluk halus.
Menurut Juwono, perkembangan kesenian Barong saat ini stagnan. Grup barong jumlahnya semakin sedikit karena sudah mulai jarang ada yang menyewa. "Sekarang kan kalau hiburan sudah nyanyi dangdut atau organ tunggal. Berbeda saat saya masih muda dulu. Grup barong berkembang cukup pesat," jelasnya.
Sementara itu Muhammad Zefri, siswa kelas 7 yang tergabung dalam seni barong cilik Trisno Budoyo Desa Bunder Krajan Kecamatan Kabat kepada Kompas.com mengaku senang bisa mengikuti festival tersebut. "Kalau belajar sih sudah cukup lama sejak SD tapi biasanya mainnya di nikahan atau sunatan baru kali ini ikut lomba," jelasnya.
Dalam grup kesenian tersebut Zefri mendapatkan tugas menjadi pemain barong dan harus menggunakan kostum topeng barong yang membuat dia tidak terlihat oleh penonton. "Nggak apa-apa nggak keliatan yang penting bisa tampil. Nggak berat kok cuma panas sekali cuacanya," katanya.
Saat ditanya sampai kapan ia akan bermain, Zefri mengaku akan terus bermain barong sampai dewasa. "Ini kan untuk melestrasikan tradisi. Nggak harus malu malah orang tua juga mendukung asal nggak lupa sama sekolah," katanya.
Sumber: http://travel.kompas.com