Perjuangan 29 guru honorer di Jakarta demi sebuah SK CPNS cukup berliku. Serangkaian proses mereka lewati, termasuk pilihan menempuh jalur hukum dengan cara menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
DPP Federasi Pendidikan dan Aparatur Sipil Negara Serikat Buruh Sejahtera Indonesia merupakan organisasi yang membantu perjuangan para guru itu. Selasa (10/1/2017), mereka mengadu kepada Komisi E DPRD DKI untuk dimediasi dengan Dinas Pendidikan DKI Jakarta.
Dalam rapat mediasi tersebut, para guru mencurahkan keluh kesah mereka, yang merasa diperlakukan tidak adil oleh Dinas Pendidikan DKI. Salah satu guru yang hadir dalam rapat itu adalah Jobson Aritonang yang mengajar mata pelajaran Matematika di SMKN 23 di Pademangan, Jakarta Utara.
Ketua Umum DPP Federasi Pendidikan dan Aparatur Sipil Negara Serikat Buruh Sejahtera Indonesia, Muchtar, mengatakan bahwa pengangkatannya ditolak berdasarkan memo dari Kepala Dinas Pendidikan DKI saat itu, Lasro Marbun.
"Maka dari itu, Pak Jobson menggugat ke PTUN pada 2015. Kemudian, ada kesepakatan untuk melakukan perdamaian, dan Lasro berjanji, Jobson diproses jadi PNS 2015," ujar Muchtar dalam rapat di Gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Selasa.
Akan tetapi, setelah itu, keluar surat dari Kadisdik yang baru, Arie Budiman. Isi surat tersebut menyatakan bahwa 29 guru honorer tidak bisa diangkat menjadi CPNS. Jobson akhirnya kembali menggugat di PTUN. Muchtar mengatakan, kini Jobson malah diberhentikan, dan gajinya tidak dibayar. Hal ini, kata Muchtar, telah memutus pendapatan Jobson.
"Padahal, hakim bilang jangan ubah status orang ini sampai keputusan sidang selesai," ujar Muchtar.
Selain Jobson, ada tiga orang lagi yang menggugat Dinas Pendidikan DKI ke PTUN atas kasus yang tidak jauh berbeda. Tiga orang lainnya adalah Oktoberta Sri Sulastri, Willy Apituley, dan Sugianti.
Mereka merupakan 4 dari 29 guru honorer yang berani menempuh jalur hukum untuk memperjuangkan nasib mereka.
Terkendala berkas
Wakil Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Bowo Irianto menjelaskan aturan pengangkatan tenaga honorer menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS). Sesuai ketentuan, tenaga honorer di Jakarta yang ingin diangkat harus mengajar atau bertugas di sekolah negeri di Jakarta sejak 2 Januari 2005.
"Jadi bukan di sekolah provinsi lain, itu harus dibuktikan dari surat tugas kepala sekolah," ujar Bowo dalam rapat tersebut.
Selain itu, data-data para tenaga honorer juga harus bisa dipertanggungjawabkan. Bowo mengatakan, kedua data tersebut harus sinkron karena yang sering terjadi adalah data tersebut tidak sinkron.
Misalnya, dalam surat tugas kepala sekolah, tenaga honorer tercatat sebagai sarjana bulan Juni 2003. Padahal, ijazah tenaga honorer tersebut baru terbit pada Oktober 2003. Perbedaan data tersebut sering kali menjadi pertanyaan Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Data yang tidak valid bisa saja diduga sebagai tindakan manipulasi data. Sementara itu, kata Bowo, tes CPNS untuk tenaga honorer agak berbeda secara tahapan. Tes pertama adalah tes tertulis terlebih dulu lalu tes berkas administrasi.
Tenaga honorer sering merasa sudah lulus tes ketika tes tertulis selesai. Padahal, berkas administrasi mereka masih dalam tahap verifikasi sehingga belum benar-benar lulus.
"Itu yang terjadi, mari buka secara gamblang. Sejatinya Disdik masih butuh guru. Namun, peraturan yang diikuti juga harus sesuai ketentuan yang berlaku," ujar Bowo.
"Secara faktual, teman-teman yang diangkat jadi CPNS pun akhirnya SK-nya bisa dicabut lagi karena ada pengaduan, seperti ada modus yang membuat data tidak valid atau dimanipulasi," tambah Bowo.
Hanya fasilitator
Bowo mengatakan, Dinas Pendidikan DKI hanya bertindak sebagai fasilitator. Instansinya hanya menjalankan ketentuan pemerintah pusat terkait pengangkatan guru honorer. Jika seluruh persyaratan bisa dipenuhi, maka para guru honorer bisa diangkat menjadi CPNS.
"Disdik ini sebagai fasilitator. Sejauh berkas itu memang memenuhi syarat, tentu kita fasilitasi. Ini kan kendalanya di proses pemberkasan itu. Sudah sampai BKN lalu ditemukan kayak begini," ujar Bowo.
Bowo mengatakan, 29 guru honorer ini bisa saja menjadi prioritas untuk dijadikan CPNS jika keran pembukaan kembali dibuka. Namun, hal itu tetap tergantung pada hasil tes berkas administrasi mereka.
"Untuk sekarang, kita maklum ini adalah bagian dari perjuangan mereka. Namun, fakta yang ada, pemberkasan mereka belum memenuhi kriteria," ujar Bowo.
Sumber: http://megapolitan.kompas.com