Jakarta -Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menyatakan belum bisa mengambil sikap sepakat dengan revisi Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Dalam draft revisi usulan Dewan Perwakilan Rakyat itu, pemerintah pusat diharuskan segera mengangkat tenaga honorer menjadi pegawai negeri dalam jangka waktu tiga tahun.
Dalam rapat kerja dengan dengan Kementerian Dalam Negeri, Komisi Pemerintahan DPR, Badan Kepegawaian Negara, dan Komisi Aparatur Sipil Negara kemarin, Menteri PAN-RB Asman Abnur mengatakan kebijakan tersebut harus dibicarakan lebih dahulu dengan pemerintah daerah.
Apalagi, katanya, kualitas pegawai honorer belum tentu memenuhi kompetensi. Dari sekitar 439 ribu orang pegawai honorer di seluruh Indonesia, hanya 10 persen yang berpendidikan Sarjana. Padahal, kompetensi pegawai berpengaruh penting terhadap pelayanan publik dan tingkat kemudahan berbisnis (ease of doing business). “Perintah Presiden, kita harus ada di peringkat 40. Sedangkan sekarang masih di peringkat 91,” ujar Asman.
Saat ini, kata dia, sebanyak 60 persen dari 4,4 juta pegawai negeri di seluruh Indonesia hanya bertugas sebagai pegawai administrasi. Hal ini tidak lepas akibat terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer.
Semenjak PP diterbitkan, 1,1 juta pegawai honorer telah diangkat menjadi pegawai negeri. “Harusnya sudah selesai, ternyata masih banyak masalah. Banyak yang diangkat ternyata justru tidak terdaftar sebagai honorer,” katanya. Menurut Asman, saat ini Badan Pemeriksa Keuangan sedang mengaudit pengangkatan pegawai honorer akibat PP 48 tersebut.
Karena itu, Kementerian meminta agar pembahasan revisi Undang-undang ASN ditunda. Kementerian sedang merancang 11 PP baru yang akan memberi solusi permasalahan ASN. Ini merupakan amanat Undang-undang 5/2014, terutama PP sebagai aturan turunan tentang pembentukan korps profesi pegawai dan upaya administratif penyelesaian sengketa pegawai.
PP, kata Asman, juga akan mengatur pengangkatan tenaga honorer K1 (honorer yang gajinya dibayarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah), dan honorer K2 (gajinya dibayarkan lewat sumber dana lain seperti dana hibah atau bantuan operasional sekolah), serta PP untuk solusi perbaikan mutu ASN lewat jumlah pelatihan yang wajib diikuti setiap PNS. “Harmonisasi 11 PP ini sudah selesai. Kasih saya kesempatan untuk menyelesaikan ini dulu,” ujar Menteri Asman.
Komisi Aparatur Sipil Negara mendukung pernyataan Menteri Asman. Menurutnya, UU ASN selama ini menilai calon pegawai negeri berhak diangkat berdasarkan kompetensi dan kualifikasi. “Honorer mempunyai peluang lebih besar karena mereka telah bekerja puluhan tahun sehingga lebih berpengalaman,” kata Ketua Komisi Sofian Effendi. Masalah 439 ribu honorer yang belum diangkat menjadi PNS, katanya, akan diselesaikan lewat PP yang sedang dirancang Kementerian.
Adapun revisi Undang-undang ASN, kata Sofian, sebaiknya tidak perlu dibahas. Apalagi revisi tersebut mengusulkan lembaganya dibubarkan. “Seharusnya kewenangan kami diperluas. Bukan justru dibubarkan,” ujarnya.
Sumber: https://nasional.tempo.co