Depok, Jabar - Indonesia dinilai telah lengah budaya dan tak menerapkan strategi budaya untuk memaknai kemerdekaan. Sehingga terjerumus dan menerima terus menerus liberalisme dan kapitalisme.
Guru Besar Fakultas Ekonomi UI (FEUI) Prof Dr Sri Edi Swasono, menilai, Indonesia gagal memenuhi tuntuan budaya fundamental dan tak segera menggariskan "strategi budaya" sebagai keharusan bagi bangsa yang merdeka.
"Kita terjerumus mengejar to have more dan lupa mengejar to be more. Kita membiarkan pembangunan nasional dan hanya mengejar economic added value. Pembangunan nasional seharusnya mengejar socio cultural added value agar mampu meraih to be more itu," ujar Sri Edi Swasono dalam orasi ilmiah bertajuk "Proklamasi Kemerdekaan adalah Proklamasi Budaya: Kebersamaan, Asas, Kekeluargaan, Identitas, dan Eksistensi" dalam rangka Dies Natalis ke-65 Universitas Indonesia, di Balairung UI, Kota Depok, Jawa Barat, Senin (2/2).
Pembangunan Indonesia saat ini, kata Sri Edi, hanya menghasilkan GDP Growth sebesar 4,6 persen. Pembangunan seharusnya, mengutamakan ’daulat rakyat’ dan bukan ’daulat pasar’ neoliberalisme dan kapitalisme.
Saat ini, lanjut Sri Edi Swasono, Indonesia kehilangan kedaulatan nasional. Indonesia tak berdaulat dalam pangan, bibit, obat-obatan, teknik industri, ekspor impor, energi, teknologi, pertahanan, tataguna minyak, dan kekayaan alam.
"Kita tidak anti asing tetapi tidak boleh membiarkan bahkan harus menolak bahwa ekonomi asing mendominasi ekonomi nasional. Globalisasi harus dihadapi tapi tak berarti kita menyerhkan kedaulatan ke kekuatan-kekuatan global," tutur Sri Edi Swasono.
Nilai-nilai keutamaan Indonesia harus diungkap dan ditegakkan yakni kebersamaan, asas kekeluargaan, dan kehendak bersatu. Universitas Indonesia, kata Sri Edi, harus mampu mengambil tanggung jawabnya untuk menegakkan dan mensosialisasikan dan membudyakan Pancasila.
"Saya prihatin Pancasila kini terabaikan dalam kurikulum pendidikan tinggi. Hal ini telah saya rasakan sejak lama, hampir 30 tahun lalu," ujar suami dari anak proklamator RI Mohammad Hatta, Meutia Hatta ini.
Sumber: http://www.beritasatu.com