Kupang - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Wilayah V Denpasar menemukan dugaan korupsi sebesar Rp 94,8 miliar di Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NNT). Dugaan korupsi tersebut diketahui dari hasil pemeriksaan BPKP terhadap penggunaan dana APBD 2004 di lingkup Pemkab Lembata.
Hasil temuan BPKP tersebut kemudian dilaporkan beberapa orang anggota DPRD Kabupaten Lembata kepada Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTT, Lores Serworwora, Selasa (15/11).
Anggota DPRD yang melaporkan dugaan korupsi itu adalah Ketua Komisi A Achmad Bumi SH, Wakil Ketua Komisi A Theodorus Laba Kolin SH, Ketua Komisi C Bernadus Sesa Manuk, anggota Komisi B Aloysius Murin dan anggota Komisi D Ny. Marsiana Tince Djaro.
Bernadus Sesa Manuk, selaku ketua tim, Selasa (15/11) malam menjelaskan, Dewan terpaksa melaporkan dugaan korupsi itu ke Kajati NTT karena pihak eksekutif tidak mampu memberikan jawaban yang memuaskan dewan. "Kami melihat ada sesuatu yang disembunyikan eksekutif," kata Sesa Manuk.
Sesuai hasil temuan BPK itu, lanjut Sesa Manuk, dugaan korupsi terdapat di empat item kegiatan. Pertama, tidak adanya surat pertanggungjawaban (SPJ) dari 34 pemegang kas yang tidak dilaporkan kepada bagian keuangan sebesar Rp 37,4 miliar. Kedua, realisasi belanja daerah di 15 pengguna anggaran yang melampaui pagu APBD senilai Rp 8,2 miliar. Ketiga, selisih antara jumlah dalam daftar anggaran satuan kerja (DASK) dan surat perintah membayar uang sebesar Rp 53,8 miliar. Keempat, realisasai belanja tidak tersangka tahun anggaran 2004 yang tidak sesuai ketentuan karena dialihkan untuk membeli satu unit komputer bagi Polres Lembata senilai Rp 250 juta.
Menurut Sesa Manuk, DPRD sudah berulang kali meminta klarifikasi dari pemerintah soal hasil temuan BPK, namun jawaban yang diberikan sama sekali tidak memuaskan. "Ada kejanggalan yang sangat jelas menunjukkan adanya penyalahgunaan keuangan negara. Bahkan pihak eksekutif tidak bisa menjelaskan secara detail," katanya.
Ia mengatakan, kasus dugaan korupsi tersebut sudah dibicarakan dalam rapat-rapat di DPRD Lembata untuk mencari jalan pemecahan yang baik, antara lain DPRD secara kelembagaan melaporkan kasus ini kepada pihak yang berwajib, namun upaya itu selalu gagal.
"Kami sudah melakukan beberapa kali rapat dewan bahkan hingga tingkat paripurna mengusulkan agar DPRD secara kelembagaan melaporkan kasus ini kepada pihak penyidik. Karena usaha-usaha itu selalu gagal maka kami lima orang anggota DPRD mengambil inisiatif melaporkan kasus ini langsung kepada Pak Kajati. Kami sudah sampaikan laporan dan sejumlah bukti kepada Pak Kajati," kata mantan Danramil Lembata Barat ini.
Sesa Manuk mengungkapkan, mereka berlima siap diperiksa aparat penyidik untuk memberikan keterangan-keterangan dan bukti baru berkaitan dengan laporan mereka itu. "Kita bermaksud baik, agar dana-dana itu bisa dijelaskan secara transparan kepada masyarakat melalui DPRD. Kalau dana itu tidak bisa dipertanggungjawabkan dengan baik, masyarakat akan menilai sendiri kejujuran dan kinerja pemerintah," katanya.
Kajati NTT Lores Serwowora SH, yang dikonfirmasi terpisah, membenarkan pihaknya sudah menerima laporan dari beberapa anggota DPRD Lembata mengenai dugaan korupsi di lingkup Pemkab Lembata senilai Rp 94 miliar lebih itu.
"Setelah laporan dan sejumlah bukti kita terima dan kita dalami, kita akan secepatnya membentuk tim untuk melakukan penyelidikan langsung ke Lembata. Kita segera ambil langkah untuk menangani dugaan KKN di Lembata itu," ujar Lores Serwowora. (Bonne Pukan)
Sumber: Suara Karya, 17 November 2005