100 Hari Kajati Riau
Pekanbaru - Sabtu (24/2/2006), tepat 100 hari Djabadi Suprojo, SH menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Riau, setelah dilantik Jaksa Agung RI Abdul Rahman Saleh Jumat (17/11/2006) lalu. Namun belum terlihat kemajuan dalam penanganan kasus korupsi di Provinsi Riau oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau.
Berbeda dengan Kapolda Riau Brigjen Pol Sutjiptadi, yang lebih duluan satu minggu bertugas di Riau dibanding Djabadi Suprojo. Dimana pihak Polda telah melakukan penahanan terhadap tiga tersangka kasus korupsi yang ditanganinya, yakni Edi, Atan dan Yusuf dalam kasus dugaan korupsi pengadaan genset di Kabupaten Bengkalis. Sementara beberapa tersangka korupsi lainnya dikabarkan akan mengalami nasib yang sama. Beberapa kasus illegal logging, perampokan dan peredaran narkoba juga banyak yang telah diungkap.
Kejaksaan Tinggi yang dikenal hanya melakukan penanganan terhadap perkara pidana khusus seperti korupsi hingga saat ini masih jalan di tempat dan tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan. Beberapa kasus korupsi yang sudah bertahun-tahun ditangani Kejaksaan Tinggi Riau dan Kejaksaan Negeri Pekanbaru dan merupakan peninggalan Kepala Kejaksaan Tinggi Riau yang lama Zainuddin Jahisa, SH MH dan Suhardjono, SH, hingga saat ini masih mengendap dan belum ada yang tuntas.
Kasus-kasus tersebut antara lain; di tingkat penyidikan dugaan korupsi DPRD Kampar dengan tersangka Syarifuddin Effendi cs, dugaan korupsi DPRD Siak senilai Rp11 miliar dengan tersangka Said Muhammad cs, dugaan korupsi DPRD Dumai dengan tersangka Ketua DPRD Dumai, dugaan korupsi dana kelebihan proyek APBD Kampar dengan tersangka mantan Kabag Keuangan Kholidah dan dugaan korupsi dana tak tersangka Pemkab Rohul dengan tersangka Bupati Rohul dan Sekda Rohul. Dugaan korupsi proyek kebun kelapa sawit Pemkab Kampar dengan empat orang tersangka, kemudian dugaan korupsi di Bulog dengan tersangka mantan Kepala Bulog Divre Riau dan dua Kasubdin.
Selanjutnya, dugaan korupsi yang bertahun-tahun di tingkat penyelidikan dan tidak ada perkembangan, antara lain; dugaan korupsi di Balitbang termasuk proyek pendataan senilai Rp5 miliar tahun 2004, dugaan korupsi APBD Inhu, dugaan korupsi pupuk bersubsidi, dugaan korupsi pasca sarjana Unri, dugaan korupsi pembangunan dua SMP di Pekanbaru oleh Dinas Kimpraswil Riau yang ditangani Kejari Pekanbaru, dugaan korupsi dana pembuatan Ranperda di DPRD Riau Rp3,5 miliar, dugaan korupsi DPRD Pelalawan, dugaan korupsi DPRD Rohil dan dugaan korupsi pembelian Hotel Marina untuk kantor DPRD Rohil.
Kemudian, dugaan korupsi proyek BKKBN, pembangunan gedung DPRD Riau, hibah Sultan Brunei Rp10 miliar, proyek pembangunan Pesantren Al Zaitun Rp1,2 triliun dan penyertaan modal Pemkab Bengkalis ke PT BSP Rp10 miliar dan proyek RPC. Seterusnya, dugaan anggaran fiktif Rp6,8 miliar dalam kerja sama manajemen Pondok Patin dengan PT Bumi Siak Pusako di Kabupaten Siak, penerbitan IPK oleh Bupati Siak Arwin AS, dugaan korupsi dana reboisasi Dishut Indragiri Hilir tahun 2003 sebesar Rp4,3 miliar, proyek PEK Perkebunan Kopi Asia Tenggara Rp1,5 miliar, pembangunan Pasar Pelita Rp4 miliar, dugaan korupsi proyek baju melayu Disdikpora Kota Pekanbaru sebesar Rp700 juta, dugaan penyimpangan dana haji Depag Riau dan proyek pembangunan empat SD di Disdikpora Kota Pekanbaru.
Selanjutnya, dugaan korupsi yang sudah dilaporkan ke Kejati Riau namun belum ditanggapi yakni biaya rumah tangga DPRD Rohil TA 2002 sebesar Rp5,278 miliar, bantuan perumahan DPRD Rohil TA 2002 Rp2,1 miliar, bantuan asuransi purna bakti DPRD Rohil Rp 875 juta serta dugaan korupsi pembangunan Komplek Perkantoran Pemkab Kuantan Singingi (Kuansing) senilai Rp117 miliar yang diduga melibatkan mantan Bupati Kuansing Drs H Asrul Jaafar dan Bupati saat ini H Sukarmis yang dilaporkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Sikat Koruptor (Sikkor), Senin (17/4/2006) lalu ke Kejati. Dugaan korupsi proyek pemasangan pipa di Kabupaten Inhu yang dianggarkan di satuan kerja Dinas Kimpraswil Riau.
Ada lagi dugaan korupsi di tengah-tengah masyarakat yang saat ini digaungkan DPRD Riau dan perlu direspon kejaksaan antara lain; tujuh anggaran proyek titipan dalam APBD Riau tahun 2006 dan dugaan korupsi pembangunan gedung baru Dinas Perhubungan Riau. Penilai belum adanya perkembangan penanganan kasus korupsi oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Jabadi Suprojo, SH ini di antaranya dilontarkan Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia-Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI-LBH) Pekanbaru Hendrisyah, SH, kepada wartawan Minggu (25/2). “Sejauh ini Kajati Riau Jabadi Suprojo hanya janji-janji manis di bibir saja untuk memberantas korupsi di Riau. Nyatanya belum satupun yang tuntas, minimal yang dilimpahkan ke pengadilan,” ujarnya.
Ketika Jabadi baru menjabat sebagai Kajati Riau dan dimintai komitmennya oleh wartawan, Djabadi Suprojo mengaku telah menginventarisir kasus-kasus korupsi yang ditangani Kejaksaan Tinggi Riau dan Kejaksaan Negeri yang ada di wilayah hukum Kejati Riau.
Ia juga mengungkapkan bahwa telah meminta seluruh jajarannya, terutama para Kajari agar bekerja secara profesional dalam mengungkap kasus korupsi di wilayah kerja masing-masing. “Namun hingga saat ini penanganan kasus korupsi masih omong doang, Kasus Panleg Gate yang dijanjikan belum juga terealiasi,” ujar Hendrisyah. Penilaian hampir samajuga dilontarkan oleh Sekretaris Aliansi Mahasiswa Anti Korupsi (AMAK) Riau Ibrahim. “Kami melihat Kajati Riau masih tidur dalam 100 hari ini. Kami minta Jaksa Agung untuk melakukan evaluasi terhadap Kajati Riau, atau Kajati Riau melakukan evaluasi sendiri sanggup atau tidak untuk menjabat di Riau. Jika tidak, lebih baik mundur dari sekarang, karena masyarakat Riau sudah muak dengan janji-janji akan memberantas korupsi, namun tak satupun yang direalisasikan,” tegasnya. (hen)
Sumber : riaumandiri.us 24 Februari 2006