Bali Perlu Lembaga Pengelola Warisan Budaya

Denpasar, Bali - Provinsi Bali memerlukan sebuah lembaga pengelola warisan budaya dunia (WBD), jika tiga kawasan di Provinsi Bali yang diusulkan ke Unesco disetujui, kata Dirjen Sejarah dan Purbakala Depbudpar Drs. Hari Untoro Dradjat.

"Lembaga WBD itu nantinya untuk menjaga eksistensi tiga kawasan yang diusulkan ke Unesco itu," katanya dalam acara sosialisasi pengelolaan WBD di Denpasar, Rabu.

Tiga kawasan yang diusulkan di Provinsi Bali itu, Daerah Aliran Sungai (DAS) Pakerisan, Jatiluwih dan Taman Ayun terus dimantapkan agar dapat ditetapkan menjadi Warisan Budaya Dunia (WBD) oleh Unesco, katanya.

Dalam pemaparannya, ia mengatakan, memperjuangkan tiga kawasan Bali untuk ditetapkan menjadi WBD memang cukup panjang. Usulan itu sudah dilakukan mulai tahun 2002, saat ini usulan tersebut sudah mendapat nomor di Unesco.

Dalam prosesnya, masih banyak persyaratan yang mesti dipenuhi diantaranya kepastian lembaga pengelola jika nantinya tiga kawasan tersebut ditetapkan sebagai WBD. Unesco memang memiliki sifat kehati-hatian dalam hal ini, katanya.

Ia mengatakan, pada prinsipnya, usulan Bali mengedepankan "cultural landscape", yaitu keberadaan subak (oraganisasi tradisional mengatur tata air irigasi) yang telah mendunia. "Usulan WBD untuk kategori ini memang cukup rumit," katanya.

Ia menggambarkan, Unesco pernah menetapkan sebuah kawasan serupa di Filipina menjadi WBD untuk kategori ini. Pascapenetapan WBD tersebut, terjadi perubahan yang begitu cepat pada masyarakat sekitar karena meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan.

Jika tak bisa dikendalikan, kondisi ini dikhawatirkan akan membahayakan lingkungan sekitar dan merusak keseimbangan alam. "Hal ini hendaknya menjadi sebuah pelajaran berharga bagi Bali untuk komit menjaga kelestarian alam, khususnya yang nantinya ditetapkan menjadi WBD," katanya.

Untoro punya keyakinan, masyarakat Bali dengan konsep Tri Hita Karana bisa menjaga kelestarian lingkungannya, mengingatkan, sejalan dengan meningkatnya kepentingan ekonomi, tantangan yang dihadapi dalam upaya pelestarian lingkungan akan semakin besar.

"Saya yakin, konsep Tri Hita Karana yang dimiliki masyarakat Bali bisa menangkal berbagai tantangan tersebut," jelasnya.

Adanya kepastian dalam pengelolaan WBD diharapkan mampu meyakinkan Unesco untuk segara menetapkan tiga kawasan Bali menjadi WBD, katanya.

Sementara itu, Gubernur Bali, I Made Mangku Pastika, dalam sambutan yang dibacakan Kepala Dinas Kebudayaan Dr. IB Sedhawa, mengharapkan agar tahun 2010 mendatang, tiga kawasan usulan tersebut bisa ditetapkan menjadi WBD.

"Untuk itu, memang perlu adanya sebuah lembaga pengelola agar WBD tetap terjaga eksistensinya," katanya.

WBD hendaknya dikelola oleh sebuah lembaga independan yang sifatnya komplementer, terdiri atas kalangan akedemisi, bendesa, LSM komponen swasta.

Selain melakukan konservasi, lembaga pengelola ini nantinya juga dapat melakukan pendidikan dan pembinaan kepada masyarakat untuk tetap menjaga kelestarian lingkungan sekitar WBD. Sebab bagaimanapun, tantangan yang menyertai penetapan WBD akan semakin berat sejalan meningkatnya kepentingan ekonomi. (JY)

-

Arsip Blog

Recent Posts