Oleh Arbain Rambey
Kota kecil Otaru yang terletak di barat laut Sapporo adalah Jepang sisi lain yang layak dikunjungi. Bergaya sangat kebarat-baratan, termasuk segala cendera mata yang dijualnya, tetapi kota ini sesungguhnya malah sangat Jepang.
Jepang memang tidak hanya Tokyo yang tuan rumah Olimpiade musim panas 1964, Sapporo yang tuan rumah Olimpiade musim dingin 1972, Nagano yang tuan rumah Olimpade musim dingin 1998, Osaka, atau Hiroshima.
Istilah sangat kebarat-baratan tadi mungkin juga menggambarkan orang Jepang secara keseluruhan. Perhatikanlah, bahwa sejak dulu mereka gemar mengadaptasi ”gaya-gaya” orang Barat, seperti bentuk gedung-gedungnya, pakaian jas, atau bahkan mencat rambut dengan warna pirang. Namun, orang Jepang yang berpakaian jas justru tampak sangat Jepang, bukan sebaliknya.
Demikian pula remaja-remaja Jepang yang mencat rambutnya dengan cat pirang justru menonjol kejepangannya, seperti terlihat dalam gaya harajuku di berbagai tempat di Negeri Sakura itu.
Kota Otaru bisa dikatakan sangat Jepang selain karena suasananya, juga karena di sana masih banyak terdapat warga berdarah Ainu, yaitu penduduk asli Jepang, selayaknya orang aborigin di Australia, orang Maori di Selandia Baru dan juga orang Indian di Benua Amerika. Nama Otaru pun adalah nama asli Ainu, Otarunai yang artinya sungai pasir.
Menurut pemandu wisata di sana, orang Ainu kini sulit dibedakan dengan orang Jepang yang konon datang dari daratan Asia, karena terjadinya asimilasi berabad-abad.
”Walau begitu, ada beberapa yang wajahnya signifikan orang Ainu. Semoga hari ini kita bisa bertemu paling tidak seorang di antaranya,” kata pemandu yang mengaku bernama Ina itu. Sayang sekali, pada akhir Juli itu saya tidak sempat bertemu dengan orang Ainu satu pun.
Akan halnya Otaru yang berkembang pesat di abad ke-19 dengan maraknya perikanan herring waktu itu, hampir semua bangunan di sana bergaya Eropa, termasuk sisa-sisa pergudangan yang bentuknya sekilas mirip dengan gudang-gudang tua di Amsterdam, Belanda. Bahkan, menurut brosur wisata yang ada, pada pertengahan abad ke-19 pemerintah Otaru membangun kanal-kanal dalam kota untuk mengangkut barang dari laut ke gudang-gudang itu, persis seperti Amsterdam.
Dan karena perikanan herring sudah surut sejak awal abad ke-20, sebagian besar gudang-gudang itu kini beralih fungsi menjadi aneka fungsi, seperti toko, rumah makan, atau bahkan penginapan. Beberapa kanal kemudian diuruk, sementara kanal utama disempurnakan pada tahun 1923 untuk menjadi sarana wisata dan transportasi alternatif sampai kini.
Dengan kanal-kanalnya yang berair bersih, kini Otaru mulai menjadi salah satu destinasi wisata di Jepang, bahkan bagi orang-orang Jepang sendiri.
Sepi dan sejuk
Saat ini, dengan jumlah penduduk yang cuma sekitar 150.000 jiwa dan dengan luas kota yang sekitar 250 kilometer persegi, kota Otaru relatif lengang. Di jalan-jalan justru lebih banyak terlihat turis daripada penduduknya sendiri. Turis-turis terlihat mencolok dengan pakaian meriah, tas belanjaan di kedua tangan, dan kamera di dada.
Wisata di sana selain berjalan-jalan menikmati jalanan dengan gedung-gedung gaya Eropa yang mayoritas sudah menjadi toko, juga berbelanja aneka barang kerajinan yang mutunya sangat tinggi. Di sana hampir tidak bisa dijumpai cendera mata yang murahan dan asal jadi.
Satu hal penting yang harus diingat adalah Otaru nyaman dikunjungi dengan santai di musim panas, antara Maret dan September. Di musim dingin, salju di sana sangat tebal.
Baiklah, mari kita langsung menuju ke cendera mata Otaru yang katanya semuanya kebarat-baratan itu.
Cendera mata utama Otaru adalah music box, yang jelas merupakan budaya Inggris pada abad pertengahan. Pada awal abad ke-20, beberapa orang kaya Otaru membawa music box dari Inggris. Kemudian, mereka menirunya, dan kini Anda mudah membeli music box yang berisi lagu grup-grup Jepang masa kini di Otaru. Mutu music box-nya sungguh bagus dan halus. Nada yang dihasilkannya pun jernih dan akurat.
Cendera mata kedua adalah miniatur beruang dalam berbagai bentuk, dari magnet kulkas sampai dengan boneka kain untuk digantung di tas. Mengapa beruang?
Di Pulau Hokkaido, tempat Otaru berada, benar-benar terdapat beruang sebagai binatang liar. Dan, kekhasan inilah yang lalu diabadikan dalam bentuk aneka suvenir.
Cendera mata kebarat-baratan yang juga khas Otaru adalah aneka kerajinan gelas ala Italia. Otaru adalah khas Jepang. Mereka tidak malu-malu menyerap yang baik dari kebudayaan lain, kemudian mencampurnya dengan budaya sendiri sampai menghasilkan keluaran yang luar biasa dengan kepribadian diri yang kuat. Anda ke Jepang? Jangan lupa mampir ke Otaru!
Sumber: http://travel.kompas.com